MOJOK.CO – Pada 7 Oktober 1945, terjadi penyerbuan di sebelah timur Kali Code yang dalam sejarah diingat sebagai “Pertempuran Kotabaru”. Joglo Ratmakan yang terletak di Gondomanan, menjadi tempat para pejuang republik mengatur strategi melakukan penyerangan.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Yogyakarta segera bergabung dengan republik baru tersebut. Hal ini tertuang melalui Amanat Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII pada 5 September 1945.
Imbas dari kemerdekaan ini adalah pelucutan senjata tentara Jepang yang masih berada di Yogyakarta. Hingga 25 September 1945, atau 10 hari setelah Yogyakarta bergabung dengan republik, proses pelucutan senjata ini tak mengalami masalah.
Sayangnya, proses tersebut mengalami kebuntuan setelah Sihata Tjihanbuto dan Asoka Butaico dari Butai Kotabaru menolak menyerahkan senjata mereka. Penyerangan pun akhirnya direncanakan.
Menyusun strategi serangan di Joglo Ratmakan
Rakyat Yogyakarta murka dengan sikap Butai Kotabaru yang menolak menyerahkan senjata. Para pemuda yang digerakkan oleh Komite Nasional Indonesia (KNI), Badan Keamanan Rakyat (BKR), polisi dan para laskar, sudah mempersenjatai diri.
Berbagai macam senjata yang mereka miliki seperti golok, tombak, keris, maupun senapan dipergunakan dalam usahanya mengepung markas Jepang ini. Namun, sebelum berangkat ke medan perang, mereka berkumpul terlebih dahulu di Joglo Ratmakan.
Bangunan yang terletak di Kampung Ratmakan, Ngupasan, Gondomanan, ini merupakan markas laskar-laskar lokal dari Ratmakan. Pada 6 Oktober 1945 malam, saat pihak republik tengah berunding dengan pihak Jepang, mereka sudah bersiap menerima arahan dari Joglo Ratmakan.
Di lokasi ini, beragam skenario sudah siap seandainya Jepang menolak kesepakatan. Akhirnya, benar saja, pada pukul 3 pagi, kesepakatan gagal. Pasukan yang sudah siap kemudian berbondong melakukan penyerangan.
Pertempuran pecah
Memasuki waktu subuh, pertempuran tak terhindarkan. Kotabaru sangat gelap kala itu karena penerangan padam. Namun, nyala api dari senapan maupun granat bikin Kotabaru menyala.
Barulah pada pukul 10 pagi pertempuran mengendur. Pasukan Jepang mundur, dan bendera Merah Putih berkibar di atas markas tentara Jepang.
Pada hari itu juga, sekitar 1.100 pasukan Jepang menjadi tawanan dan senjatanya dilucuti. Hasil rampasan berupa senjata dan amunisi ini nantinya akan untuk memperkuat BKR.
Setelah pertempuran padam, para pasukan kembali ke Joglo Ratmakan. Sejumlah pemimpin laskar, termasuk di antaranya Haiban Hadjid dari Laskar Hizbullah Kauman datang ke sini untuk merayakan kemenangan.
Di kemudian hari, orang hanya akan mengingat Pertempuran Kotabaru melalui dua bangunan; yakni Monumen Serbuan Kotabaru dan Masjid Syuhada sebagai hadiah atas perjuangan rakyat Kotabaru. Namun, banyak yang lupa kalau Joglo Ratmakan juga memegang peran penting dalam sejarah pertempuran ini.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Gedung Bakorwil Pekalongan, Saksi Sejarah Kota ini Sejak Dulu Punya Peran Penting di Jawa
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News