MOJOK.CO – Mungkin tidak banyak yang tahu, kongres pertama Boedi Oetomo ternyata berlangsung di ruang makan di sebuah sekolah guru yang kini menjadi SMA Negeri 11 Yogyakarta. Ada tujuan tersendiri mengapa acara itu berlangsung di tempat makan.
Bangunan SMA Negeri 11 Yogyakarta menyimpan cerita mengenai sejarah panjang organisasi pergerakan nasional yang mulai muncul di awal abad ke-20. Berlokasi di Jalan AM Sangaji Nomor 50, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, bangunan ini menjadi tempat penyelenggaraan Kongres Pertama Boedi Oetomo pada 3-5 Oktober 1908.
Boedi Oetomo menjadi pelopor organisasi kepemudaan yang mulai muncul di masa pergerakan nasional. Bahkan, tanggal berdiri Boedi Oetomo, yakni 20 Mei, selalu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Lantas, bagaimana jejak Boedi Oetomo yang menyelenggarakan kongres pertamanya di SMA Negeri 11 Yogyakarta?
Boedi Oetomo memilih Yogyakarta sebagai tuan rumah kongres pertama
Organisasi Boedi Oetomo didirikan oleh para pelajar Stovia di Jakarta pada 20 Mei 1908. Kala itu, cita-cita utama organisasi ini adalah untuk membangun masyarakat yang harmonis ke arah “Persaudaraan Nasional” tanpa memandang suku, agama, ras, dan gender.
Sekitar tiga bulan setelah pembentukkan, atau tepatnya pada 29 Agustus 1908, Boedi Oetomo merencanakan kongres pertama. Kala itu, tokoh pemuda asal Yogyakarta Wahidin Sudirohusodo terpilih sebagai pemimpin kongres. Oleh karena itu, kongres pun ditetapkan untuk terselenggara di Yogyakarta.
Kala itu, Yogyakarta terpilih sebagai tuan rumah kongres karena anggapan sebagai pusat Pulau Jawa dan Pakualaman dinilai mampu menjadi pelindung terlaksananya kongres. Selain itu, mudah mengakses Yogyakarta menggunakan kereta api ataupun angkutan darat lainnya.
Akhirnya, SMA Negeri 11 Yogyakarta yang kala itu masih berupa Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzen Djogjakarta alias sekolah guru terpilih sebagai lokasi. Bangunan yang beroperasi sejak 1897 ini merupakan sekolah guru pertama di Yogyakarta.
Sebagai informasi, semula kongres akan berlangsung di gedung Logegebouw atau Loji Setan (sekarang Kantor DPRD DIY). Namun, karena gedung tersebut untuk pameran lukisan, maka kongres pindah ke gedung Kweekschool di Jetis.
Ruang makan jadi lokasi kongres pertama
Tibalah saatnya, Kongres Pertama Boedi Oetomo akhirnya terselenggara di Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzen Djogjakarta pada 3-5 Oktober 1908. Kala itu, kongres berlangsung di eatzal alias ruang makan yang kini jadi aula SMA Negeri 11 Yogyakarta.
Panitia memilih ruang makan karena konsep pertemuan ini sifatnya terbuka. Ide tersebut cocok dengan gaya bangunan berupa aula yang amat luas tanpa sekat dan tembok yang mengelilingi. Maka dari itu, tempat ini bisa menampung banyak orang dan masyarakat dapat melihat dari segala sisi.
Benar saja, kongres berlangsung cukup ramai. Sebanyak 300 peserta tercatat hadir, yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Magelang, Probolinggo, hingga Surabaya. Para bangsawan Pakualaman, pejabat Belanda, hingga Bupati Temanggung, Blora, Magelang, serta 6 orang opsir dari legiun Mangkunegaran Surakarta juga ikut hadir dalam kongres tersebut.
Dalam kongres tersebut, mereka membahas soal penyusunan anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) organisasi, serta membahas mengenai masalah kebudayaan dan pendidikan bagi kemajuan kaum bumiputera.
Kongres ini pun menghasilkan tiga keputusan utama, yakni (1) Boedi Oetomo tidak ikut kegiatan politik, (2) mengutamakan peran dalam pendidikan dan budaya, dan (3) lingkup gerakan hanya mencakup wilayah Jawa dan Madura. Selain tiga keputusan ini, pertemuan tersebut juga menunjuk Bupati Karanganyar KRT Tirtokusumo sebagai ketua.
Yogyakarta, lokasi pertama kongres, juga ditetapkan sebagai pusat kedudukan Boedi Oetomo. Maka tak heran, jika lokasi-lokasi rapat juga kerap berlangsung di Yogyakarta, seperti rapat besar pada 10 Oktober 1909 di Losmen Malioboro (losmen pertama di Yogyakarta).
Bentuknya hari ini
Sekolah guru di sini akhirnya tak beroperasi lagi sejak Indonesia merdeka. Pada 1950-an, bangunannya sempat beralihfungsi sebagai asrama tentara. Namun, itu tak berlangsung lama karena Menteri Pendidikan Mohammad Yamin memfungsikannya sebagai Sekolah Guru A (SGA) dan pada 1965 ia untuk Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Yogyakarta.
SPG Yogyakarta kemudian menjadi pusat latihan guru SD pada 1970 sekaligus home base I DIY pada 1971. Sewindu berselang, mereka mendirikan Perpustakaan Perintis di sini. Kemudian pada 1989, barulah pemerintah mengalihkan fungsi SPG menjadi SMA Negeri 11 Yogyakarta.
Melansir laman Cagar Budaya DIY, SMA Negeri 11 Yogyakarta yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, memiliki gaya arsitektur Indis. Gaya ini memadukan antara unsur lokal dan unsur Eropa.
Jika kita amati, atap bangunan sekolah ini berbentuk limasan, yang merupakan ciri khas atap bangunan tradisional Jawa. Sementara bagian depan bangunan terdapat teras yang memiliki kanopi untuk melindungi dari hujan dan panas.
Adapun pada bagian bawah kanopi memiliki hiasan lis kayu. Bentuk bangunan yang cenderung sederhana, tapi tinggi dan berdinding tebal, sangat lazim dijumpai di Eropa.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kedai Es Krim Tip Top: Legendaris di Jogja, Tempat Nongkrong Warga Eropa Dahulu Kala
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News