MOJOK.CO – World Health Organization (WHO) telah menetapkan cacar monyet sebagai keadaan darurat kesehatan global. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, saat ini wabah cacar monyet telah menunjukkan situasi darurat kesehatan publik yang harus menjadi perhatian internasional.
WHO mencatat, per 28 Juli 2022 sudah ada lebih dari 18.000 kasus cacar monyet di 78 negara. Oleh karenanya, organisasi kesehatan dunia itu menyarankan setiap negara untuk merespon secara cepat penularan penyakit dengan menjalankan langkah-langkah pencegahan, pengendalian, dan pengobatan.
Asal tahu saja, cacar monyet merupakan zoonosis yang disebabkan oleh infeksi virus dari genus Orthopoxviridae. Penyakit ini mewabah di Inggris awal bulan Mei lalu.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama menanggapi bahwa edukasi dan kewaspadaan perlu ditingkatkan untuk menurunkan risiko masyarakat terkena paparan virus. Langkah yang diambil Amerika Serikat (AS) ketika wabah cacar monyet terjadi di tahun 2003 bisa dicontoh. Pada saat itu, AS sempat memberlakukan kebijakan pembatasan perdagangan dan transportasi hewan.
Ia menekankan, berbagai hal memang perlu lebih dipertimbangkan dan diperketat, terutama di daerah endemik dan negara-negara dengan wabah tersebut. Hewan yang mungkin telah kontak dengan hewan terinfeksi harus dikarantina serta ditangani sesuai standar pencegahan dan diobservasi gejala cacar monyet selama 30 hari.
Penularan dan pencegahan
Wayan menjelaskan, penyakit ini bisa menular dari hewan ke manusia. Kemungkinan itu bisa terjadi saat menangkap, memproses, dan mengonsumsi daging satwa liar. Bisa juga melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi dari hewan terinfeksi seperti mamalia kecil, termasuk rodensia (tikus, tupai) dan primata non-manusia (monyet, kera). Penularan secara kontak langsung dapat juga terjadi antarhewan.
Sementara penularan cacar monyet dari manusia ke manusia utamanya melalui droplet pernapasan yang secara umum memerlukan kontak erat yang cukup lama. Penularan bisa juga melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau materi lesi cacar, kontak tidak langsung dengan benda, kain, dan permukaan yang terkontaminasi. Penularan secara vertikal dapat terjadi dan dapat berujung pada komplikasi, cacar bawaan, atau lahir mati.
“Masa inkubasi cacar monyet umumnya berkisar 6 sampai 13 hari. Pasien dinyatakan infeksius dari saat ruam mulai muncul hingga deskuamasi atau pergantian kulit. Proses ini membutuhkan waktu hingga beberapa minggu,” kata Wayan seperti dikutip dari ugm.ac.id.
Gejala penyakit pada manusia sangat mirip dengan penyakit cacar, yaitu demam (>38,5°C), lemah, menggigil dengan atau tanpa keringat, nyeri tenggorokan dan batuk, pegal-pegal, pembengkakan kelenjar limfa, dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut akan diikuti dengan kemunculan ruam makular-papular berbatas jelas, vesikular, pustular, hingga lesi berkeropeng.
Lesi bertahan sekitar satu sampai tiga hari pada setiap tahap dan berprogres secara bersamaan. Area kemunculan lesi adalah wajah (98%), telapak kaki dan tangan (95%), membran mukosa mulut (70%), genital (28%), dan konjungtiva (20%). Secara umum lesi lebih jelas pada anggota gerak dan wajah dibandingkan pada badan.
Pemberian vaksinasi atau penggunaan vaksin cacar dapat memberikan perlindungan parsial terhadap infeksi virus ini. Bercermin pada langkah yang diambil AS, pada tahun 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui vaksin JYNNEOSTM untuk mencegah penyakit cacar monyet dengan efektivitas mencapai 85%.
Sebagai upaya perlindungan diri, perlu juga menghindari kontak langsung dengan orang bergejala, menerapkan hubungan seksual yang aman, menjaga kebersihan tangan menggunakan air dan sabun atau hand sanitizer, menggunakan masker, serta mempraktekkan etika batuk dan bersin yang benar.
Sedangkan upaya pencegahan di rumah dapat dilakukan dengan menerapkan kebersihan yang baik, mencuci kain dengan detergen, memisahkan alat makan orang terinfeksi, mencuci alat makan menggunakan air panas atau air hangat dan sabun dengan memakai sarung tangan, membersihkan permukaan terkontaminasi dengan desinfektan.
Penyelidikan siap dilakukan
Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyatakan ada dua failitas laboratorium yang sudah siap melakukan penyelidikan epidemiologi cacar monyet. Termasuk, melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi virus penyebab penyakit yang tergolong sebagai zoonosis tersebut. Dua laboratorium itu adalah Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sri Oemijati BKPK Kemenkes dan Pusat Studi Satwa Primata IPB, Bogor.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril bilang, dua fasilitas laboratorium tersebut sudah siap memeriksa sampel dari pasien-pasien yang diduga terserang cacar monyet guna mendeteksi penularan penyakit sejak dini. Ia juga mengatakan, pemerintah akan menambah sepuluh laboratorium di daerah-daerah strategis guna mendukung upaya pelacakan kasus penularan penyakit secara masif.
Di samping menyiapkan fasilitas laboratorium, Kementerian Kesehatan menyiapkan antivirus dan vaksin guna menanggulangi penularan penyakit cacar monyet.
“Kami berkomunikasi dengan dunia internasional yang sudah melalukan vaksin dan pengobatan,” kata Syahril seperti dikutip dari Antara, Senin (1/8)
Sejak penularan cacar monyet merebak di sejumlah negara, Kementerian Kesehatan memantau perkembangan dan mengumpulkan informasi mengenai penularan penyakit tersebut serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kewaspadaan publik terhadap risiko penyakit tersebut.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi