Ibu Rumah Tangga Adalah ‘Profesi Berbahaya’ dan Bukan Pertanda Perempuan Menyerah kepada Kehidupan

Ibu Rumah Tangga Adalah ‘Profesi Berbahaya’ dan Bukan Pertanda Perempuan Menyerah kepada Kehidupan MOJOK.CO

Ibu Rumah Tangga Adalah ‘Profesi Berbahaya’ dan Bukan Pertanda Perempuan Menyerah kepada Kehidupan MOJOK.CO

MOJOK.COBenarkah menjadi ibu rumah tangga adalah tanda seorang perempuan menyerah kepada kehidupan? Sebuah pandangan kacau dan ketinggalan zaman.

“Jadi ibu rumah tangga itu capek sekali, lho. Dikira bebersih rumah, masak, mengatur keuangan itu nggak capek. Belum lagi kalau sudah dikarunia anak. Terkadang, perempuan dinilai paling keren kalau punya karier sekaligus ibu rumah tangga. Padahal, pandangan begitu udah ketinggalan zaman.”

Kalimat itu dilontarkan istri saya selepas menunaikan masak oseng-oseng tempe di malam hari. Selepas mengajar kelas tambahan di malam hari, dia langsung menuju dapur untuk memasak. Dia rela menahan lelah supaya pagi harinya tak perlu menyiapkan sarapan. Tinggal masak nasi dan beres sudah. Ibu rumah tangga yang sengadalawan.

Obrolan ini muncul setelah menyimak twit Kalis Mardiasih, seorang penulis dan pejuang kesetaraan gender. Twit Kalis viral pada 18 Maret 2021 (Kamis). Dia menulis:

“Tubuh laki-laki tidak mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui beserta pengalaman reproduksi biologis & sosial yang harus dialami perempuan. Sebagian mencoba memahami, tapi sebagian laki2 nggak mau tahu dan tertawa-tawa dengan segala kemudahan yg ia terima. Wis biasa.”

Hingga Sabtu (20/3) dini hari, twit tersebut sudah dibagikan ulang lebih dari 8 ribu kali, disukai lebih dari 22 ribu, dan dikomentari lebih dari 460 cuitan. Salah satu akun yang mengomentari dan memicu perdebatan adalah @D_Octavian, seorang pengendara Lamborghini GT4 dan Mercedes GT3, seperti tertulis di bio.

Dia menulis:

“Perempuan bisa menyerah dengan hidupnya dan memilih menjadi “Full-Time Mother” Jika laki2 memilih hal yg sama, gak akan ada yg mau sama dia. Simply jadi sampah masyarakat. Got it?”

Sontak komentar itu menjadi sasaran serangan warganet. Misalnya akun @IgnatiusAryono yang menulis:


Akun @Fitriadewz menegaskan bahwa menjadi ibu rumah tangga harus merelakan banyak hal. Terutama demi mengurus anak, bukan lantas menyerah kepada kehidupan.


Banyak yang tidak setuju dengan @D_Octavian karena menjadi ibu rumah tangga tidak lantas berdiam diri saja di rumah menyerah kalah kepada kehidupan. Menjadi ibu rumah tangga juga membutuhkan banyak bekal ilmu. Akun @cesarinae memberikan penjelasan:


Pandangan negatif akun @D_Octavian juga dikomentari oleh @nandothok. Menurutnya, perdebatan ini tidak akan selesai karena perempuan yang memilih berkarier pun tak terhindarkan dari cibiran. Terutama ketika kariernya bagus dan laki-laki merasa “terancam”.


Akun @Mieyahbi memberi penjelasan yang menohok. Dia bilang bahwa menjadi ibu rumah tangga itu atau mendidik manusia salah satu “pekerjaan yang berbahaya”. Profesi lain bisa ada perbaikan ketika terjadi kesalahan, tetapi tidak dengan seorang ibu yang “bertugas” mengasuh anak.

Dari beberapa sanggahan yang bisa kamu baca sendiri di kolom reply twit Kalis seharusnya jelas bahwa ibu rumah tangga bukan “pilihan” perempuan yang kalah oleh kehidupan. Lagian aneh bener ada istilah full time mother. Masak lawannya part time mother? Nanti malah dikira pegawai distro.

Seorang ibu selalu utuh untuk anak-anaknya. Mau berkarier atau tidak. Mau seharian penuh mencuci pakaian, menyapu, mengepel, memasak, menyiram tanaman, mengganti lampu kamar mandi yang mati, membetulkan genteng yang melorot, hingga menceboki anak setelah beol, semuanya adalah pemenang dan tetap mulia dan dia kita kenal sebagai mother.

BACA JUGA Stigma terhadap Ibu Rumah Tangga yang Sudah Keseringan Salah Kaprah dan tulisan lainnya di rubrik KILAS.

Exit mobile version