MOJOK.CO – Sejumlah warga Jogja yang menjadi korban kebijakan di masa Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti bersuara. Mereka menuntut Haryadi dihukum seberat-beratnya dan kasus lain diungkap.
Hal itu disampaikan sejumlah warga dan elemen masyarakat sipil saat menggelar jumpa pers di kantor LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022), merespons penetapan Haryadi sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK.
Wali Kota Jogja dua periode sepanjang 2012 -2022 itu ditangkap KPK di kasus dugaan suap pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen di kawasan Malioboro oleh pengembang Summarecon Agung.
Salah satu warga tersebut adalah Ester Diana, mantan pedagang di Jalan Pasar Kembang (Sarkem). Penjual tiket online itu digusur pada 2017 setelah Pemkot Jogja menerima surat dari PT Kereta Api (KAI) untuk membersihkan kawasan itu.
“Saya mewakili teman-teman korban penggusuran di Sarkem yang digusur tanpa relokasi dan ganti rugi,” ujar perempuan yang berjualan di Sarkem sejak 1980 itu.
Padahal secara rutin ia telah membayarkan uang ke petugas setempat. Untuk tiga lapaknya, Ester merogok kocek hingga Rp200 ribu per bulan.
Ester berharap, kawasan pedagang kaki lima di Sarkem tidak dihilangkan, melainkan ditata sebagai pasar tradisional.
kalaupun digusur ia dan para penjual mendapat ganti rugi. “Kami menuntut ditukar dengan kios baru supaya kami bisa melanjutkan mencari biaya hidup,” tutur dia dengan terbata-bata.
Ia pun menuntut Haryadi dihukum seberat-beratnya. “Kalau tidak mau tanggung jawab, ya dimiskinkan,” ujarnya.
Suara lain datang dari komunitas pesepeda Pit Duwur. Raden Arif Buwono, pegiat sepeda berukuran tinggi, mengaku mendapat intimidasi dan kekerasan verbal dari aparat.
Gara-garanya, pada medio 2013, komunitas pesepeda mengkritik kondisi udara Kota Jogja yang buruk akibat masifnya pembangunan. Kritik itu dituangkan lewat tulisan Jogja Ora Didol di Pojok Beteng Wetan.
Namun saat aksi itu diketahui aparat, Arif mendapat ancaman. “Mudun (turun) gak? Kalau enggak, tak bedil ndasmu (saya tempak kepalamu)!” seru aparat itu seperti ditirukan Arif.
Selain itu, komunitas pesepeda juga menyayangkan kebijakan Haryadi menghapus gerakan Sego Segawe, akronim dari sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe—sepeda untuk sekolah dan bekerja.
Komunitas pun sempat menggalang gerakan Ora Masalah, Har untuk memprotes penghapusan program itu.
“Sego Segawe itu program bagus untuk mengajak naik sepeda, tapi kenapa dihapus. Jadi dengan ditangkapnya Haryadi, kami berharap jadi momentum untuk membersihkan lingkungan Jogja,” ujar Arif.
Suara tak kalah lantang datang dari Dodok Putra Bangsa, warga Miliran yang baru saja menunaikan nazar dengan aksi cukur gundul karena penangkapan Haryadi.
Kampungnya kering akibat pembangunan hotel. Pada 2014, dia memprotes hotel itu lewat aksi teatrikal dan mandi kembang.
“Setelah aksi, sehari kemudian hotelnya baru mengajukan izin pemanfaatan air tanah. Sanksinya enteng lebih enteng dari maling sandal,” katanya.
Setelah itu, kata Dodok, juga muncul aturan baru bahwa hotel harus menggunakan air dari PDAM. Padahal itu airnya dari mana? Ini bukan menyelesaikan tapi memindahkan masalah. Ini kebijakan aneh,” ujarnya.
Dodok pun menuntut KPK meninjau ulang sekitar 106 hotel dan apartemen yang diberikan Haryadi selama menjabat Wali Kota Jogja.
“KPK harus mati-matian mengusut bagaimana izin-izin hotel yang lain.
Pecah telur (penangkapan kepala daerah di DIY) ini adalah awal supaya KPK enggak bosen main ke Jogja yang terbuat dari nostalgia, kenangan dan korupsi,” ujarnya.
Selain warga, sejumlah lembaga masyarakat sipil seperti IDEA, Pukat UGM, Walhi, dan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah juga menyerukan adanya bersih-bersih kasus korupsi Jogja.
Catatan IDEA misalnya selama 2015-2018 ada 192 laporan dugaan korupsi di DIY yang dilaporkan ke KPK, termasuk pemberian tali asih Rp18 miliar di proyek Teras Malioboro di eks Bioskop Indra.
Selain itu, DIY juga menjadi lokasi proyek-proyek besar dan menerima Dana Istimewa dengan jumlah besar, lebih dari Rp1 triliun per tahun. Namun transparansi dan pengawasan terhadap DIY rendah.
“Penindakan KPK atas laporan dugaan korupsi di DIY rendah sekali. Ada keengganan KPK untuk menindak kasus korupsi di Jogja,” kata peneliti IDEA Ahmad Haedar.
Direktur LBH Yogyakarta, Yulian Dwi Prasetya menyatakan, bukan hanya mendesak KPK menuntaskan kasus Haryadi, melainkan juga menperhatikan para korban atas kebijakannya.
“Korupsi pejabat membuat banyak korban terampas haknya. Kita perlu memikirkan rehabilitasi dan hak restitusi korban kebijakan Haryadi,” katanya.
Untuk itu, LBH Yogyakarta berharap para korban lain bersuara dan pihaknya siap mendampingi. Saat ini LBH melakukan advokasi terhadap PKL Sarkem dan PKL Malioboro yang tergusur dari tempat jualannya di masa jabatan Haryadi.
PKL Sarkem misalnya digusur lewat Peraturan Wali Kota Jogja Nomor 51 Tahun 2017 yang terbit sama dengan hari saat penggusuran. “Buka akses masyarakat untuk bicara. Kalau tidak mau jangan jadi pejabat,” kata dia.
Untuk itu, dalam jumpa pers ini, masyarakat sipil menuntut tiga hal. Selain mendukung KPK memantau dan melakukan bersih-bersih Kota Jogja dan DIY, mereka juga menuntut hak warga yang menjadi korban haruss dipenuhi.
“Kami juga mengajak elemen masyarakat sipil untuk mengawal dan pastikan Haryadi Suyuti dihukum seberat-beratnya,” kata dia.
Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Foo Fighters akan Gelar Konser Penghormatan untuk Taylor Hawkins dan kabar terbaru lainnya di KILAS.