MOJOK.CO – Pembajakan buku ditanggapi dengan serius oleh penerbit di Yogyakarta lewat jalur hukum. Kini dampaknya mulai terlihat: para pedagang buku di Shopping Center mengembalikan buku-buku bajakan ke penerbit.
Alhamdulillah, pedagang buku di Jogja kini seiya sekata dengan penerbit buku untuk tidak lagi menjual buku bajakan. Ini jadi salah satu kabar terbaik yang bisa diterima telinga seorang penulis. Semoga habis ini usaha-usaha fotokopi juga mulai sadar bahwa dalam keuntungan yang mereka terima ketika menggandakan buku bajakan, ada rezeki orang lain yang dicuri.
Kerja sama penerbit-penjual buku di Jogja melawan pembajakan terwujud nyata kemarin (27/11) di pusat penjualan buku Shopping Center Yogyakarta. Para pedagang buku menyerahkan ratusan buku bajakan yang sempat mereka jual ke Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ) untuk dikembalikan.
“Ada seratusan lebih (buku bajakan dari) 15 penerbit (yang kami serahkan). Ini sisa-sisa yang kami masih punya. Memang ada teman-teman (pedagang) yang (jual buku) bentuknya kopy atau buku bajakan itu. Terus setelah kami bertemu dengan teman-teman penerbit, kami berkomitmen untuk tidak menjual buku-buku tersebut. Mulai detik ini kami sudah sepakat membangun semangat bersama bahwa kami akan bekerjsa sama menjual buku yang asli,” ujar Untung, perwakilan pedagang buku. Rispek, Pak!
Sejak Agustus kemarin, penerbit-penerbit Jogja mulai gencar memerangi pembajakan buku yang selama puluhan tahun jadi bahan keluhan, tapi penyelesaiannya tak pernah serius. Pada 21 Agustus, KPJ melaporkan masalah pembajakan buku ini ke Polda DIY. Saat melaporkan, KPJ diwakili Hisworo Banuarli dan didampingi Pusat Bantuan Hukum (PBH) Ikatan advokat Indonesia (IKADIN) Yogyakarta.
KPJ sendiri merupakan kumpulan dari 12 penerbit, yakni: CV Gava Media, Media Pressindo, Pustaka Pelajar, CV Pojok Cerpen, PT Gardamaya Cipta Sejahtera, PT Galang Media Utama, PT LkiS Pelangi Aksara, Penerbit Ombak, PT Bentang Pustaka, CV Kendi, CV Relasi Inti Media, dan CV Diva Press.
Dalam laporan ke polisi itu, KPJ secara spesifik melaporkan kios-kios buku di Shopping Center Yogyakarta yang menjual buku bajakan secara terang-terangan. Estimasi kerugian akibat pembajakan buku dilaporkan KPJ mencapai Rp13 miliar.
“Bahkan, buku belum resmi beredar di toko buku, bajakannya sudah muncul terlebih dahulu di kios-kios buku,” ujar Hisworo.
Ini jelas berbahaya kalau dibiarkan. Mengikuti perkembangan zaman, semakin lama pembajakan malah semakin canggih. Bisa-bisa nanti bukunya masih berupa ide di kepala penulis, di toko buku bajakan udah terbit cetakan kelima.
Ngomongin pembajakan, nggak bisa nggak harus ngomongin hak cipta. Penghargaan pada hak intelektual ini adalah pekerjaan terberat Indonesia sebelum mengaku sebagai masyarakat 4.0. Nggak cuma buku, karya seni lain juga kerap jadi sasaran pembajak yang ingin mengeruk untung dan disambut pembeli yang pengin ngirit. Menurut Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ari Juliano Gema, di Indonesia, kerugian dari pembajakan karya kreatif secara keseluruhan mencapai Rp100 triliun per tahun.
Pantes penulis dan penerbitnya lebih banyak yang miskin.
(awn)
BACA JUGA Kemiskinan Bukanlah Alasan untuk Membenarkan Pembajakan Buku atau kabar terbaru lainnya di rubrik KILAS.