Ribuan lampion yang bertabur di langit Magelang, Jawa Tengah pada Senin (12/5/2025) malam WIB, menandai puncak perayaan Hari Suci Waisak 2569 BE di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur.
Setelahnya para pengunjung—terutama umat Buddha—beranjak pulang dengan perasaan bungah dan wajah semringah. Beberapa yang lain nampak sendu, seperti berharap waktu berhenti sekaligus berputar di hari itu saja: Hari Waisak. Hari yang terasa damai sekali.
Ingin lekas kembali ke Candi Borobudur
Kepada Mojok, mayoritas pengunjung Candi Borobudur—dari beragam usia, gender, latar belakang ekonomi, dan daerah—menyatakan berminat betul merasakan kedamaian Waisak semacam itu lagi.
Mereka berdoa dan memang sangat ingin bisa kembali di perayaan yang sama di tahun berikutnya. Sekalipun bagi mereka yang berasal dari luar Jawa Tengah bahkan mancanegara.
Garda Maya dan Mojok Institute menemui 220 pengunjung selama dua hari perayaan Waisak: Minggu (11/5/2025) dan Senin (12/5/2025). Dari jumlah itu, 94,1% dari mereka—baik yang baru pertama kali maupun yang sudah pernah ke Candi Borobudur—mengungkapkan rasa puasnya terhadap perayaan Waisak 2025.

Pasalnya, Waisak menjadi momen kehadiran para biksu dari berbagai daerah, termasuk yang fenomenal adalah kedatangan para biksu dari Thailand dengan jalan kaki. Kehadiran para biksu dari Thailand itu menjadi daya tarik bagi pengunjung.
Selain itu, di momen Waisak 2025 juga menyajikan beragam rangkaian acara yang memanjakan pengunjung selain persoalan berfoto ria. Dari acara berbasis ritual-spiritual, bakti sosial, hingga puncaknya adalah festival lampion.
Lebih-lebih untuk festival lampion itu. Tidak hanya menyedot antusiasme pengunjung Waisak saja. Animonya menjalar hingga ke masyarakat sekitar.
Di luar kawasan Candi Borobudur, jalanan Magelang menjadi penuh sesak manusia. Masyarakat sekitar tengah hunting spot terbaik untuk menyaksikan lampion-lampion yang bertaburan langit Magelang.
Penginapan ketiban berkah Waisak 2025
Merujuk data Injourney Destination Management (IDM)—anak perusahaan PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)—selaku pengelola Candi Borobudur, tercatat adanya peningkatan jumlah pengunjung Candi Borobudur saat puncak Waisak 2025 sebesar 25%.
Pada 2024 lalu, total pengunjung di hari puncak ada di angka 36.000-an pengunjung. Sementara untuk 2025 ini totalnya mencapai 45.914 pengunjung.
Jika ditotal dalam rentang 1-13 Mei 2025 (periode Waisak 2025), jumlah pengunjung mencapai 100.000 orang.
Gelombang pengunjung tersebut secara langsung memberi berkah bagi pelaku bisnis penginapan di sekitar kawasan Candi Borobudur, Magelang.
Garda Maya dan Mojok Institute mengunjungi 21 penginapan—hotel dengan berbagai lapisan bintang, homestay, guest house—dalam radius 3-5 kilometer dari kawasan Candi Borobudur. Mayoritas pengelola menyatakan adanya peningkatan okupansi hingga 100%.

Mayoritas penginap mengaku datang khusus untuk mengikuti acara Waisak 2025. Tidak hanya tamu domestik, 10 dari 21 penginapan mengaku menerima tamu dari mancanegara, dengan durasi inap rata-rata 3 malam bahkan lebih.
“Ini kali pertama ke Borobudur. Sebelumnya cuma lihat di medsos dan berita, yang biksu Thailand datang khusus ke Borobudur buat mengikuti Waisak. Jadi tertarik buat melihat langsung, pengin merasakan suasananya bagaimana,” begitu pengakuan Meli (36), salah satu pengunjung dari Jawa Barat.
Dia mengaku menginap di hotel sekitaran kawasan Candi Borobudur selama tiga hari agar bisa menikmati rangkaian momen Waisak di Candi Borobudur.
“Waisak di Borobudur sudah jadi perhatian negara luar. Saya datang untuk melihat candi yang menakjubkan. Lalu melihat suasana sakral Waisak yang menghadirkan banyak biksu, bahkan ada yang dari Thailand,” sementara begitulah kata Juavalupi, wisatawan mancanegra jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Juavalupi mengaku menginap selama dua hari di hotel sekitaran Candi Borobudur. Waisak di Candi Borobudur adalah agenda pertama yang dia tuju selama berlibur di Indonesia, sebelum akhirnya bertolak ke destinasi wisata lain.
Melarisi UMKM di kawasan Candi Borobudur
Ketika memasuki kawasan Candi Borobudur, secara sistem para pengunjung diarahkan melewati Kampung Seni Borobudur (KSB): ruang bagi para pelaku UMKM lokal untuk menjajakan produk mereka.
Sistem itu pada akhirnya menarik perhatian pengunjung untuk mampir, untuk belanja oleh-oleh.
Dari ribuan pelaku UMKM yang menempati KSB, Garda Maya dan Mojok Institute menyimak cerita dari 51 di antaranya. Dari 51 pelaku UMKM itu, 37,25% menjual kerajinan tangan, 31,37% busana, dan 21,57% kuliner. Sisanya adalah produk-produk lokal lain yang beraneka ragam.
Gelombang pengunjung di Candi Borobudur, Magelang, selama masa Waisak 2025 diakui mereka berdampak pada dua hal: peningkatan jumlah pengunjung yang secara otomatis diikuti kenaikan pendapatan.
Fathurrohmah, salah satu pedagang pakaian di KSB menyebut, Waisak menjadi salah satu dari tiga high season (selain libur Nataru dan libur sekolah) yang sangat berdampak bagi pedagang. Pasalnya, di tiga momen ini terjadi lonjakan pengunjung yang signifikan.
“Tiga periode itu panen-panennya, Mas. Jualan dua minggu bisa buat nutup berbulan-bulan. Besar banget hasilnya,” jelasnya.

Rata-rata persentase kenaikan pendapatan bagi pedagang UMKM di KSB adalah sekitar 66.41%. Jika rata-rata pendapatan harian mereka di hari biasa adalah Rp80,196.08, di momen Waisak bisa mencapai Rp174,509.80 perhari.Kerajinan tangan seperti gantungan kunci stupa, asbak, menjadi produk terlaku selama masa Waisak 2025.
Selaras dengan pengakuan pelaku UMKM di KSB, 220 pengunjung yang Garda Maya dan Mojok Institute temui sebelumnya memang mengaku tertarik dengan keberadaan KSB. Pasalnya, selain menawarkan aneka produk menarik untuk oleh-oleh, harga produk yang dipatokpun juga ramah di kantong.
Efek berganda bagi ekonomi sekitar
Terpisah, Direktur Utama InJourney, Maya Watono menyebut, pihaknya memang menekankan bagaimana Candi Borobudur bisa memberi dampak signifikan bagi ekonomi lokal.
“Ini merupakan inisiasi yang senantiasa ditekankan oleh InJourney, yakni setiap destinasi pariwisata yang ada harus mampu memberikan efek berganda para perekonomian sekitar,” ujarnya.
Lanjut Maya, InJourney tak hanya berorientasi pada profit, tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia.
“Salah satunya dengan mendorong kesejahteraan masyarakat melalui perputaran roda perekonomian dari penyelenggaraan event-event besar seperti Waisak, sehingga menciptakan kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap Maya.
Hal ini dikuatkan oleh Direktur Utama InJourney Destination Management, Febrina Intan. Kata Febrina, dalam konteks Candi Borobudur, Magelang, pihaknya memang menaruh fokus pada dampak sosial dan ekonomi.
“Kami harus membangun ekosistem pariwisata yang sehat dan berkesinambungan, bukan mementingkan kepentingan pribadi,” tegasnya.***(Adv)
BACA JUGA: Coba-coba Naik Stairlift di Candi Borobudur, Bakal Jadi Fasilitas Permanen? atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan











