Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Pahala Mengajari Bapak Menggunakan Whatsapp

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
8 November 2017
A A
Mengajari_Bapak_Whatsapp_Mojok

Mengajari_Bapak_Whatsapp_Mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Kadang berbakti kepada orang tua itu gampang. Mengajari mereka menggunakan aplikasi Whatsapp dengan penuh kesabaran, misalnya.”

Sudah lama sekali Bapak ingin punya ponsel yang agak canggih seperti teman-temannya. Tapi, selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir ini, sejak masa kejayaan Nokia terguling oleh Samsung, BlackBerry, hingga iPhone, keinginan Bapak itu selalu bisa teralihkan. Iklan gawai-gawai canggih yang silih berganti menyajikan seri terbaru hampir tiap minggu itu tidak menjangkau Bapak.

Alasan utamanya adalah Ibu.

Ibuku adalah tipikal perempuan dengan level insekyur yang kebal hukum. Ia bisa marah-marah hanya ketika Bapak memuji betapa enerjik seorang penyanyi dangdut yang tampil di televisi. Rupanya, dari aktivitas bergosip dengan sesama ibu-ibu di kampung, ia mendapat banyak cerita soal perselingkuhan antartetangga yang bermula dari percakapan di ponsel.

Jadilah aktivitas keseharian Bapak dengan ponsel hanya menelepon dan mengirim SMS untuk anak-anaknya. Ia sudah senang sekali mendapati image logo Nahdlatul Ulama di layar monokrom itu. Bapak bahkan masih asik bermain-main dengan ringtone “kikuk-kikuk” yang kalian pasti juga pernah alay main-mainin pas jaman SMP dulu.

Fitur paling canggih di ponsel Bapak adalah radio. Ia biasa mendengarkan siaran campursari dan tayuban lewat saluran radio lokal, lalu mengirim SMS salam-salam untuk penyiar acara yang bersuara kenes. Bapak sengaja melakukan itu biar Ibu mendengar ketika SMS-nya dibacakan, lalu mereka pun berantem mesra. Selebihnya, kehidupan Bapak namaste sekali. Ketika kita ikut pusing karena mikirin debat Alexis, Bapak merapal zikir tawassul di waktu senggangnya.

Kejadiannya seminggu lalu. Ponsel jadul Bapak mati tanpa alasan yang jelas. Saya masih di Yogyakarta. Mas Udin, kakak saya yang tinggal bersama orang tua di Blora, telah membawa barang keramat itu ke tukang servis langganan, tapi tetap tak mau hidup kembali.

Tanpa sepengetahuan Ibu, Bapak akhirnya membeli ponsel android. Tidak mahal, hanya yang seharga dua jutaan. Wajahnya semringah sekali. Ibu marah-marah. Tapi, sepuluh menit kemudian tiba-tiba hening begitu saja setelah diberi sogokan beberapa lembar uang cepekan.

Lalu, mulailah kehebohan Bapak. Bapak minta dibuatkan fesbuk. Rupanya, blio sering dengar dari bapak-bapak jaman now lainnya kalau saya sering bikin onar di fesbuk. Mas Udin membantu akun Bapak untuk add akun saya, tentu saja tidak bisa. Maklum, seleb gitu loh. Kepada Mas Udin, Bapak juga tiap malam minta diajarin agar bisa pakai WhatsApp. Aktivitas yang tentu saja bikin Ibu super keki.

Ketika saya pulang ke rumah Blora pekan ini, saya pun bertanya kepada Bapak, kenapa tiap saya kirim Whatsapp, Bapak balas pesan lewat SMS?. Ketika saya video call, kok tidak pernah diangkat?

“Bapak belum bisa-bisa. Tolong ajarin ya, Nduk….”

Mulailah saya memeriksa aplikasi WhatsApp di ponsel Bapak yang baru seminggu itu.

“Bapak, ngapain kirim poto selfie Bapak ke semua kontak WhatsApp?”

Bapak mulai kebingungan.

Iklan

“Bapak, ngapain foto profil fesbukku di-share ke grup kantor kelurahan?”

“Eh, masak sih, Nduk?”

“Bapak, ngapain ngirim video aneh ke WhatsApp Pak Kiai? Kan sungkan ih….”

“Lho, Nggak kok. Nggak pernah….”

“Ini Bapak bikin grup kok anggotanya cuma Bu Wiwin. Bingung ini Bu Wiwin sampe nanya ada apa nih.”

“Beneran, nggak pernah kok. Beneran….”

“Eh, ini kok dikeluarin dari grup pengajian sih?”

“Iya, katanya gara-gara Bapak nggak pernah ikut komen di grup Whatsapp. Habis bingung, kok bisa ya orang banyak pada ngobrol terus, hapenya jadi bunyi melulu gitu….”

“Bapak, ngapain tengah malam kirim voice note ke Bu Munjiah sama Bu Badriyah? Sampai nelpon balik nih orangnya.”

Kali ini Ibu tiba-tiba berteriak, “Bu Munjiah sama Bu Badriyah kan janda, Pak. Bapak ngapain tengah malam gangguin mereka???”

“Lho, memang Bapak ngapain sih?”

Saya dan Ibu pun kor bersama, “Kan ada buktinya nih. Masih ngeles aja!”

Kursus belajar WhatsApp sore itu berakhir dengan Ibu yang ngambek dan Bapak yang marah-marah. Blio bilang, “Wong Bapak minta diajarin, kok malah dimarah-marahin.”

Saya pun jadi sadar, anak milenial punya tantangan berat buat masuk surga. Daftar urusan jadi anak yang berbakti kini nggak sesimpel dapat ranking di kelas atau nggak ikut temen pulang kemaleman. Kita mesti sabar-sabar ngajarin ortu pakai smartphone, dan jalan menuju surga tampak makin terjal saja karenanya.

Keringat saya makin deras ketika membayangkan hari-hari ke depan ketika mengedukasi Bapak tentang jenis-jenis berita hoax berantai dan jelasin ke Bapak cara jadi warga grup WhatsApp yang selo, nggak norak, dan nggak panikan. Lama-lama bayangan saya makin mengerikan.

Gimana kalau Bapak baca kebanyakan baca berita-berita politik adu domba yang dicopas lewat grup? Gimana kalau Bapak ikut heboh nanggepin ujaran-ujaran kebencian? Gimana kalau Bapak tiba-tiba beragama dengan cara nggak biasa gara-gara kebanyakan baca broadcast provokasi?

Kengerian itu tiba-tiba redup ketika saya lihat Bapak kembali khusyuk zikiran di samping rumah. Kata Ibuk, Bapak udah capek latihan, dia mau kembali ke jalan yang benar, punya hape cuma buat nelpon dan SMS-an.

Terakhir diperbarui pada 8 November 2017 oleh

Tags: bapakgrup whatsappMengajari Orang TuaTeknologiwhatsapp
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

Sesal dulu bersikap kasar hingga menghina bapak. Kini ditampar realitas di perantauan dan mewak tiap pulang ke rumah MOJOK.CO
Ragam

Sesal Dulu Sering Kasar dan Hina Bapak, Kini Sadar Cari Duit di Perantauan dan Berkorban untuk Keluarga Tak Gampang!

28 Oktober 2025
Cerita Mereka yang Berhasil Stop Main Judi Online Setelah Kehilangan Segalanya: Kalah Puluhan Juta, Ingin Resign dari PNS, Tapi Bisa Taubat Gara-Gara Grup Facebook.MOJOK.CO
Esai

Tentang Sebuah Kampung yang Ketagihan Judi Togel

4 Januari 2024
Character AI, Chatbot yang Bisa Mengusir Kesepian hingga Konsultasi Psikologi - MOJOK.CO
Tekno

Character AI, Chatbot yang Bisa Mengusir Kesepian hingga Konsultasi Psikologi

13 September 2023
Bahayanya Jika Menggunakan WhatsApp Pihak Ketiga. MOJOK.CO
Tekno

Bahayanya Jika Menggunakan WhatsApp Pihak Ketiga

13 Mei 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.