MOJOK.CO – Dikit-dikit unggah foto oppa Korea. Semua media sosial, nggak lepas dari konten idol kesayangan. Hai, fangirling oppa-oppa, stop halu, dong. Paling mentok juga, pasanganmu tampangnya Jawa tulen kayak saya.
Dulu kala yang nggak dulu-dulu banget, kalau naksir perempuan dan berada pada tahap observasi atau pra PDKT. Ada satu hal yang bisa buat saya ujug-ujug ngerem. Hal ini bakal terjadi, kalau saya nemu konten Korea-koreaan di medsosnya dan masuk dalam kategori kebablasan.
Standar kebablasan yang saya punya adalah penggunaan foto profil oppa. Selain itu, konten KPop jadi mayoritas bahasan dalam setiap postingannya. Pasalnya saya jadi mikir, kalau sebetulnya, dia maunya punya pacar yang mirip sama Gong Yoo. Bukan tampang kayak saya.
Tapi kadang hidup bisa setidak terduga itu. Nyatanya setengah tahun ini, saya justru berpacaran dengan jamaah KPopers yang cukup militan. Dia telah memenuhi standar kebablasan yang saya tetapkan dulu kala, secara kaffah.
Kalau ditanya, apakah saya tahan? Nyatanya, saya tahan-tahan saja. Tampaknya para lelaki yang masih kekeuh anti perempuan golongan ava Korea perlu edukasi. Dan tulisan ini adalah wejangan yang boleh-boleh saja nggak kalian simak.
Faktanya hampir setiap dari diri kita, pasti punya kecenderungan mengidolakan sesuatu. Selain memilih menjadi fangirling oppa Korea, banyak perempuan yang memilih memuja aktor hollywood, artis ganteng tanah air. Bahkan yang suka atlet macho, juga nggak sedikit jumlahnya. Lalu, coba saja dipikir. Lantas, apa salahnya jika ada perempuan yang ngefans sama personil Exo, Straykids, atau Super Junior? Dengan mereka yang memuja Agus Mulyadi? Eh, maksudnya Ardhito Pramono?
Saya sempat ke sana ke mari untuk menanyai mereka yang telah berselancar dalam korean wave. Salah satu responden saya yang tengah kuliah di Fakultas Ilmu Budaya UGM, sebut saja Siti, berujar justru mending kalau menjadi fangirling oppa-oppa Korea. Pasalnya, mereka sebetulnya paham orang Korea tak segampang itu dijadikan pasangan. Ada sisi realis dalam diri jamaah KPopers yang seharusnya lelaki pahami. Oleh karena itu, mereka tidak menginginkan pasangannya kayak oppa-oppa itu. Kejauhan dari segi geografis, budaya, serta kesenjangan materi dan rupa. Hehehe.
Siti menutup antitesisnya dengan beranggapan bahwa pemuja artis lokal justru harus lebih dikhawatirkan para lelaki. “Lha, kalau artis lokal kan banyak yang mirip. Jadi lu sebagai cowok harusnya jauh lebih was-was.” Jelasnya. Ehm, oke. Ada benernya juga.
Hingga akhirnya kini, saya punya keyakinan bahwa kami—saya dan oppa-oppa—hidup dalam dua dimensi yang berbeda di benak pacar saya. Segala unggahan di media sosial yang penuh dengan oppa-oppa tersebut—sementara saya tersisihkan begitu saja. Ternyata, itu adalah hal yang biasa saja. Nyatanya, saya nggak pernah tuh, disuruh mbak pacar untuk ngecat rambut dan pake outfit ala-ala mereka.
Namun, ini menjadi tidak biasa-biasa saja, kalau Anda adalah lelaki yang penuh rasa tidak aman alias sosok yang cocok jadi security. Bagaimana tidak? Pasalnya, kalian mengkhawatirkan dan langsung menghakimi begitu saja sesuatu yang belum jelas-jelas amat. Iya, iya, seperti yang pernah saya lakukan dulu.
Begini, di dunia para KPopers garis keras, mengunggah dan mengikuti informasi tentang dunia entertainment Korea adalah salah satu hiburan tersendiri. Hal ini layaknya kalian para lelaki yang akun Twitter-nya penuh dengan retweet-an akun troll bola, fanbase Mang Ujang, dan lainnya. Tentu, yang paling penting, unggahan dari para KPopers di timeline ini, masih jauh lebih berfaedah dibanding cuitan teman kalian yang sudah kayak kesurupan jin kampret atau cebong garis berjuang sampai titik darah penghabisan.
Hal yang menjadi tantangan ketika memuja atau mengidolakan sesuatu adalah nalar. Menjaga nalar sungguh penting supaya kita nggak melakukan hal konyol, apalagi yang menista akal sehat. Ambil contoh ketika Seungri, mantan personil boyband Big Bang yang didakwa terlibat kasus prostitusi online.
Menjadi sangat nggak masuk akal, ketika segelintir fans di Indonesia malah memberikan pembelaan pada kelakuan Seungri. Alhasil, hal ini dikecam keras oleh beberapa fans KPopers lintas negara. Untungnya, pacar saya yang saat itu ditanya soal ini, dengan tegas mengecam dan prihatin. Saya jadi lumayan tenang dengan nalar berpikirnya. Pasalnya, beberapa kelompok KPopers memang dikenal ofensif dan agresif di media sosial ketika junjungannya dicela oleh pihak tertentu.
Sikap ini perlu dimaklumi sekaligus dikritisi. Pemakluman perlu, kalau memang celaan yang dilontarkan bernada menghakimi para fans dengan semena-mena. Ya, memangnya yang nyela, nggak pernah mengidolakan seseorang, po? Tapi, satu hal yang wajib diingat: pemujaan berlebihan itu nggak ada baik-baiknya, Saudara-saudara. Camkan ini!
Alih-alih terus mempermasalahkan pacar yang KPopers. Justru saya senang melihat kesempatan yang bisa dimanfaatkan dari dunia fangirling yang dilakukan pacar saya. Peluang bisnis, misalnya. Dia pernah iseng-iseng bikin akun base Twitter yang telah terhubung dengan segala hal berbau KPop. Tak disangka, bisa laku di angka 100-200 ribu. Dan dia, berhasil jualan sampai sepuluh kali. Gimana? Lumayan, kan, buat biaya ngapel sebulan?
Sebetulnya, tak cuma itu saja ladang bisnisnya. Masih ada berjibun kesempatan lain, mulai dari jualan album sampai pernak-pernik yang tak terbayangkan itu bakal laku dijual—kalau kalian bukan menjadi salah satu bagian dari mereka.
Jadi, sudahlah santai saja, meskipun mereka seolah ngefans parah sama oppa-oppa Korea, sebetulnya di dalam diri para KPopers ini ya, biasa aja. Mereka tetap doyan lelaki lokalan dan nggak cuma bisa dikasih makan sayur kimchi sama roti beras ala Korea doang.
Anggap saja, fangirling adalah cara mereka membahagiakan diri sendiri. Sebagaimana kalian suka bola atau suka melototin foto profil Dian Sastro pas cantik-cantiknya. Lagian, kita juga nggak rugi-rugi amat kok sama postingan mereka. Tenang saja, kadang juga ada foto personil Blackpink yang nyangkut di antara postingan mereka, kok.