Derita orang-orang yang terjebak pinjaman online biasanya bukan hanya dirasakan oleh peminjam, tapi juga keluarga dan teman-temannya. Lepas dari jerat pinjol juga bukan perkara mudah.
***
Gentho (24) sebut saja begitu, adalah karib saya sejak SMP. Senin 26 April 2021 dia datang ke rumah saya dan menumpahkan kesedihannya terjerat hutang di pinjaman online. Reuni yang seharusnya disambut dengan gembira menjadi tempat sambat.
Gentho datang dengan wajah paling kuyu yang pernah saya lihat. Ia menyeruput kopi buatan saya yang katanya tak enak. Hal ini terasa ganjil lantaran kami baru pertama bersua setelah beberapa tahun berpisah tujuan. Raut wajahnya tidak menunjukan sosok teman yang gemar sekali bercanda. Dari ceritanya, saya tak menyangka, cara dirinya masuk dalam lembah lilitan hutang pinjaman online itu juga atas dasar hal yang serupa, yakni bercanda.
“Hidupku penuh dengan canda sampai-sampai Tuhan, ketika saya sedang berdoa semoga lepas dari jerat hutang, mungkin bingung saya sedang serius atau guyon,” ujarnya.
Sama, saya juga tak tahu ia sedang bercanda atau bersungguh-sungguh. “Perihal berkenalan dengan pinjaman online, setiap orang yang terjebak mungkin punya alasan yang sama, tidak punya uang. Namun aku berbeda, aku masuk ke sana karena punya uang,” jelasnya.
Gentho menjelaskan, ketika ia menerima gaji pertama, dirinya kaget dan belum siap menerima uang sebegitu banyaknya. “Setelah lulus SMA, aku jadi tukang parkir di sebuah toserba di Jogja. Digaji 1,8 juta rupiah, tentu saja aku kaget. Yang biasanya dapat uang saku hanya seratus ribu, kini dapat gaji yang menurutku lumayan banyak. Kebutuhan yang biasanya orak-arik Warmindo dan rokok, tiba-tiba menjadi banyak. Tiba-tiba aku jadi butuh banyak hal,” kata Gentho.
Berangkat dari butuh uang guna ngisi token gim, Gentho berakhir nahas dengan terlilit hutang yang kian menggunung. “Aku pengin top-up gim, kebetulan kurang uang karena di akhir bulan. Akhirnya aku dikenalin sama temen, ada yang namanya pinjaman online. Tiba-tiba uang masuk dengan mudahnya. Heeeeshh jyaaaan, gampang banget alurnya, tapi buajingan betul ke belakangnya,” keluhnya.
Gentho merasa bisa melunasi hutang dari pinjaman online tersebut, maka tanpa ragu ia mengikuti segala syarat dan uang cair dengan mudah. “Cuma butuh KYC (know your customer, semacam verifikasi identitas, red) dan minta beberapa informasi pribadi seperti nomer rekening dan nomer ponsel. Nahas, yang aku percaya ini adalah pinjaman online yang ilegal.”
Laki-laki yang sekarang menjadi buronan para debt collector pinjaman online ini menuturkan, “Pertama kali melunasi, lancar. Buat gim palingan hanya lima ratus ribu. Setelah lunas, aku diberi tambahan kuota pinjaman semisal mau pinjam lebih banyak lagi. Nah, yang kedua aku berani karena gajiku masih mencukupi.”
Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, setelah sukses melakukan beberapa pinjaman demi pinjaman, ketika Gentho pinjam dengan nominal yang lebih besar, ndilalah e pandemi datang, toserba yang menjadi ladang cuan baginya kolaps, dan uang pinjaman tersebut terus berbunga. Melilitnya sampai titik paling sulit.
Kenali dan teliti lagi pinjaman online berizin dan yang ilegal
Gentho memang belum terlepas dari problematika yang ia hadirkan sendiri, namun ia bisa menjamin bahwa kebanyakan orang yang berada di posisinya, akan melakukan tindakan yang salah. “Pertama, pasti kebanyakan bakal mencari alternatif lain guna melunasi hutang. Itu memang benar dan patut dilakukan, namun ada syaratnya, larilah mencari talangan hutang ke tangan yang tepat,” katanya.
Gentho lebih jauh mengatakan bahwa kebanyakan mereka yang terjebak hutang pinjaman online, pasti akan lari ke pinjaman online lainnya. Dan seperti sedang mencium bau kentut sendiri, yang dimaksud oleh Gentho adalah menjelaskan kesalahan yang pernah ia lakukan secara pribadi. “Gali lobang tutup lobang. Nutup tahi di lobang satu, menggali lobang yang lagi untuk tahi lainnya. Sampai pada satu titik, justru makin banyak aku menyimpan hutang.”
Pinjaman online, bagi masyarakat sendiri, memang memiliki keunggulan yang amat menggiurkan. Selain alasan uang yang cair itu terhitung cepat, pun sebagian financial technology peer to peer lending ini memiliki syarat yang amat mudah. Sebagian pinjaman online hanya butuh syarat NPWP, Kartu Identitas (KTP), KK, serta nomor rekening pribadi yang minimal aktif selama 3 bulan, dan bahkan ada yang lebih mudah lagi.
Dari kemudahan seperti ini, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan memanfaatkan orang-orang yang sedang kepepet. Muncullah pinjol-pinjol ilegal. Lha wong orang lagi kena masalah dan kepepet, malah dibikin makin mampet, ealah namanya juga manusia, ya? Selalu ngelarani satu sama lain. Lha iya, kalau trimo mundur timbang loro ati, ya, namanya suket teki.
Dilansir dari ojk.go.id dalam Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 dijelaskan bahwa fintech lending/peer-to-peer lending/ P2P lending adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi.
Atas dasar literasi yang amat kurang dan nggak paham betul alur-alur pinjaman online yang resmi dan ilegal, Gentho masuk perangkap demi perangkap. “Pinjol yang aku gunakan jasanya ini nggak terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan, red). Pun aku belum tahu caranya cek langsung ke [email protected] atau [email protected],” katanya.
Gentho menganggap bahwa mereka yang terjebak ini, selain nggak bisa membedakan antara pinjaman online berizin dan tidak, yakni lantaran hanya menikmati di awal saja. “Uangnya memang mudah untuk cair, namun risiko yang dihadirkan ketika kita telat memenuhi, seperti rindunya Dilan. Berat, buos.”
Dalam situs resmi OJK memang sudah dijelaskan bahwa suku bunga pinjaman yang cukup tinggi dan denda yang harus dibayarkan ketika telat membayar pun juga tinggi. Mereka menyarankan, para penerima jasa ini harus menyeimbangkan antara kebutuhan dan kemampuan. Jangan butuh saja, tapi kemampuan untuk melunasi kurang. Itu yang kerap terjadi lilitan hutang yang tiada putusnya.
“Satu angkatan SMA tahu aku berhutang, buajingaaaaan,” lengguh Gentho. Mak jegagik ketika saya sedang nyeruput kopi pun ikut terbelalak karena pisuhannya.
“Data pribadiku disebarluaskan, semuanya diancam. Semua lho ini, semua. Yang ada di kontak ponselku. Bahkan ibu kantin sekolah yang aku save nomernya juga diancam. Blaaaas nggak ngotak!”
Gentho menuturkan bahwa WhatsApp orangtuanya diteror dengan mengirimkan foto KYC dirinya dengan memegang KTP. Sedang yang ada di nomor kontak, diberikan broadcast yang isinya mengatakan bahwa Gentho adalah buronan yang sedang membawa kabur sejumlah uang. “Malu, ya jelas. Merugikan apalagi, tapi ini ancamannya asu banget lha wong urusannya aku sama pinjolnya, kenapa bawa-bawa ibu kantin?” tutur Gentho.
Membaca pesan masuk di ponsel Gentho, saya pun tertawa. Bukan karena jumlah hutang Gentho, melainkan gaya bahasa yang seperti anak alay ketika baru pegang ponsel saja. Perpaduan huruf besar dan kecil, “a” yang diganti “@”, lalu menyensor kata-kata yang berbau uang dan pinjaman, adalah segelintir hal menggelikan dari gaya ancaman Pinjol ini.
Tingkah sinting debt collector pinjol ternyata nggak hanya dialami oleh Gentho saja. Dilansir dari Okezone debt collector ini bahkan membawa pihak-pihak yang nggak bersangkutan dengan si pemilik hutang. Debt collector tersebut mengancam dengan menggunakan foto anaknya yang diambil dari foto profil WhatsApp. Ini sih sudah gendeng dan kebangetan.
Baru-baru ini jagat Twitter geger gedhen (memang kapan, sih, Twitter nggak geger?) perihal debt collector pinjol. Dicuitkan oleh akun Twitter @pinjollaknat, driver ojek online datang membawa makanan atas nama Alohot dan disinyalir merupakan salah satu bentuk ancaman dari debt collector. “Enggak sampai 30 menit, ada abang Grab lagi. Kali ini, pesanannya Burger King Rp 230 ribu. Atas nama Alohot juga. Gue enggak tau siapa itu Alohot, cuma ya jahat banget,” terangnya dalam cuitan tersebut.
Cara bekerja DC pinjol yang saat ini sering terjadi.
Perhatian untuk semua pedagang untuk lebih berhati-hati lagi. Pastikan kembali orderan yang diterima. ⛔ pic.twitter.com/6A2mKVEg7J
— Pinjollaknat (@pinjollaknat) April 17, 2021
nbsp;
Cara lepas dari kejaran debt collector pinjaman online
Ditemui melalui pesan Twitter, user yang tidak mau disebut nama dan username-nya ini mengaku telah lolos dari kejaran debt collector dengan hormat. “Intinya kan aku yang berhutang, jadi sepantasnya aku membayar hutang tersebut. Itu fair. Nah, yang jadi tekanan itu biasanya ancaman dan bunganya. Aku sih fokus di dua itu; jangan mengancam yang aneh-aneh dan jangan melenceng dari kesepakatan bunga yang sudah ditentukan di awal.”
Sebut saja penutur ini adalah Melodi (25), pada Selasa (27/04/2021), mengatakan bahwa ketika dirinya terjebak dalam pinjaman online ilegal, biasanya bunga yang diberikan terus membengkak tidak sesuai kesepakatan. “Yang repot itu kasusku dulu, aku telat bayar, bunganya normal. Nah, setelah itu bunga terus bertambah tidak sesuai dengan kesepakatan di awal. Itu yang bikin aku terus diancam via pesan dan muncul rasa ingin melarikan diri dari ancaman,” katanya.
Melodi mengatakan bahwa “melarikan diri” yang ia maksud adalah lepas dari kewajiban dirinya membayar bunga. Ia berusaha mencari bantuan advokat guna menjelaskan kesepakatan demi kesepakatan yang terjadi di antara dirinya dan pinjol pada awal peminjaman. “Masalah yang sering dihadapi, banyak pinjol ilegal yang nggak memberikan kesepakatan dengan jelas sejak awal. Ini yang jadi masalah utama mereka yang terjebak hutang. Makin hari, lha kok makin banyak saja tagihannya.”
Selain mencari bantuan hukum, cari juga lingkungan yang suportif. Menurut Melodi, bukan hanya melunasi hutang, tapi juga kepercayaan diri yang perlu dikembalikan lagi. “Lingkungan kuliah sudah tahu aku berhutang, ayah ibuku dikirim fotoku tanpa kerudung, yang bisa aku lakukan tiap malam itu hanya mencari cara untuk mati,” kata Melodi.
Namun, keinginannya untuk bunuh diri ia hilangkan. “Jika aku bunuh diri, hutangku di bumi kepada pinjol tidak seberapa ketimbang hutangku kepada Tuhan di hari akhir nanti,” tulisnya.
Melodi tidak menghindar, namun juga tidak meladeni. Ia lebih memilih untuk menanti si penagih itu benar-benar datang, tidak hanya lewat pesan saja. “Kebanyakan debt collector pinjol ilegal itu jago kandang. Mereka hanya bisa mengancam dan berharap uang lekas dibayar dan masuk ke rekening mereka. Yang aku lakukan itu menunggu mereka datang ke rumah, nah, di sana kita jelaskan segalanya. Negosiasi dilakukan.”
Melodi berharap debt collector menyambangi rumahnya, tidak bersembunyi di balik ponsel dengan ancaman belaka. “Karena lama kelamaan, akhirnya mereka jeleh juga menunggu via pesan. Di saat itulah aku membawa pihak-pihak yang aku percaya. Mulai dari orangtua hingga pejabat setempat seperti Pak RT. Konyol, ya? Tapi aku pikir itu penting semisal ada hal yang nggak diinginkan. Waktu itu aku bawa tetanggaku, kebetulan blio adalah pihak berwajib. Ingat, sebagai mediator lho, ya,” jelasnya mengurutkan kembali ingatan dan pengalamannya.
Melodi mengatakan yang pertama diomongkan adalah bagaimana kondisi keuangannya. Ia berkata secara jujur bahwa ia tidak sanggup membayar bunga dan hanya mampu melunasi hutang awal ditambah bunga sesuai kesepakatan awal. “Awal pinjam dua juta, harusnya aku bayar plus bunga sekitar tiga juta. Tapi ini jadi sepuluh juta. Terus aku jabarin alasanku semisal kesepakatan tidak sesuai di awal dan aku cuma sanggup bayar tiga juta.”
Meringkas pengalaman Melodi, yang harus dilakukan pertama adalah “melarikan diri” dengan menunjukan itikad baik. Bunga memberi contoh dengan memahami kembali kesepakatan dirinya dengan pinjol di awal peminjaman. Membedah lagi hitungan hutang dan bunga sebagai alat untuk melawan debt collector yang terus mengancam.
Kedua, mencari perlindungan hukum dan mental. Baginya, bukan hanya hutang saja yang harus dilunasi, melainkan kondisi dirinya yang terus dirisak oleh si penagih hutang. Dakwaan dari lingkungan, secara tidak langsung masuk dan mempengaruhi mentalnya. Sedang perlindungan hukum seperti saran dari advokat yang dapat menelaah perjanjian demi perjanjian di awal antara dirinya dan pinjaman online ilegal tersebut.
Ketiga, menunggu sampai debt collector menyambangi rumah dan di sana diadakan negosiasi pembayaran hutang. Dengan melakukan beberapa cara ini, tentu tidak semua efektif, namun Melodi menjelaskan, “Setidaknya kebodohanku ketika terpuruk, nggak dimanfaatkan terus sama orang lain yang memanfaatkan celah itu.”
Dalam sepertiga malam menjelang sahur, Gentho izin untuk pulang. Kopi yang sudah habis seutuhnya, gorengan yang tersisa beberapa saja, dan beberapa kue kering yang tidak ia jamah, Gentho menuturkan hal yang membuat saya bergidik ngeri. Katanya, “Seperih apapun hidupmu, sesulit apapun jalan yang ditempuh, setidaknya jangan lakukan dua hal ini; yakni bunuh diri dan berhutang.”
BACA JUGA 21 Tahun Terkurung di Rumah dan Tak Sekolah, Bu Nani Dirikan PAUD dan liputan menarik lainnya.