[MOJOK.CO] Micin kerap dituduh biang kerok kebodohan, tapi tanpa micin mau jadi apa peradaban kita?
Setiap ada artikel atau berita yang menceritakan keteledoran, kebodohan, ataupun kegovlogan seorang individu, entah dia dari jaman baheulak ataupun jaman now, akan selalu ada komentar yang isinya kurang lebih, “Aih, dasar generasi kebanyakan micin!” atau “Ini ngemilnya micin pasti!”
Eh eh eh, sejak kapan orang bersalah, micin yang bertanggung jawab?
Saya tahu, niatan warganet hanyalah sekedar gurauan saja. Meski ada pula yang sungguh-sungguh benci terhadap micin sehingga niatan menyebarkan hal tersebut adalah agar negeri ini terbebas sepenuhnya dari benda lezat terkutuk itu!
Tetapi, dari niat yang hanya bercanda ternyata bisa mendatangkan implikasi yang besar. Saya amati ketika ada hal yang tidak beres terjadi di negeri ini dan menjadi berita, penyebabnya kalau tidak (1) PKI, (2) Jokowi, ya (3) micin ini. PKI dan Jokowi biasanya dipersalahkan ketika masalah berkaitan dengan politik dan ekonomi, sedangkan untuk urusan di luar itu hampir pasti micinlah yang dianggap biang kerok.
Saya ambil contoh sebuah berita di LINE Today (eh Mojok sudah punya akun LINE resmi lho!) mengenai heboh bocah SD di Trenggalek yang terekam menggunakan vapor (rokok elektrik). Ketika melihat di kolom komentar, tempat teratas di duduki oleh komentar ini, “Faktor lingkungan + micin yg membuat anak kecil sekarang aneh2 tingkah nya!”
Itu hanya satu artikel, coba saja Anda cari artikel lain yang memberitakan “bobroknya” anak di negeri ini, sudah pasti akan ditemui M-I-C-I-N!
Memang sih, ketakutan akan zat ini sudah saya lihat bahkan sebelum era internet digdaya seperti sekarang, tetapi kok ya sentimennya semakin lama semakin menguat. Ketakutannya bahkan hampir menyamai takutnya orang jaman Orba pada PKI. Tinggal menunggu waktu saja keduanya berkolaborasi. Misal berbentuk sebaran WhatsApp macam “Hati-hati, kebanyakan makan MSG setiap hari membuatmu jadi PKI!” Yhaaa~
Ketakutan ini semakin menggelikan setelah banyak pihak yang memanfaatkan para manusia anti-micin. Menjamurlah warung, restoran, rumah makan yang membawa embel-embel “Non-MSG”. Perlahan tapi pasti, embel-embel itu seolah membuat sebuah restoran mempunyai nilai tambah, yakni lebih sehat. Padahal ya belum tentu.
Micin alias monosodium glutamat (MSG) sebagai penyedap/penguat rasa ditakuti karena konon katanya bisa menyebabkan penyakit, atau yang paling konyol, bisa menyebabkan kebodohan. Ketakutan terhadap micin sebagai pembawa penyakit itu muncul di era 1950-an ketika ramai sebutan Chinese Restaurant Syndrome (CRS) untuk gejala seperti pusing dan mual setelah menyantap masakan China yang menggunakan MSG.
Semenjak itu ilmuwan sebenarnya sudah banyak melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa micin tidak berdampak buruk bagi tubuh. Karena sebelum micin yang beredar di pasaran sekarang, yang aslinya merupakan ekstraksi dari rumput laut temuan professor Kikunae Ikeda, manusia sudah mengonsumsi “micin” alami.
Glutamat, kandungan utama dalam umami bisa ditemui secara alami dalam tomat, rumput laut, jamur, keju, kecap, brokoli, bahkan ASI. Ya benar, ASI alias air susu ibu! Jadi ngana-ngana ini semenjak kecil udah minum MSG! Ya kali situ antimicin terus kalau punya anak nggak dikasih ASI, tetapi susu sapi gitu? Anak manusia apa anak sapi, Mz, Mb?
Berdasarkan hal di atas, bisa kita bilang bahwa restoran non-MSG itu sebenarnya setengah munafik kalau pada masakannya ditemui bahan makanan di atas.
“Tapi kan yang dimaksud MSG buatan yang dijual di toko-toko gitu !”
Bro, Gan, Sis, perlu ngana tahu bahwa ketika sudah masuk di dalam tubuh, micin “alami” maupun “buatan” dianggap sama, tidak dibeda-bedakan. Tubuh akan tetap mencernanya sebagai glutamat, nggak peduli mau mereknya Royco, Masako, bumbu Indomie, atau ngana ekstraksi sendiri dari tomat atau rumput laut. Sungguh untuk urusan micin, tubuh manusia bisa menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dengan sempurna.
Nah, yang suka bilang kalau MSG bikin bodoh padahal banyak fakta membuktikan bahwa hal itu salah. Perlu direvisi bahwa yang bikin bodoh adalah karena kurang baca, baca, dan baca.
Glutamat itu banyak kegunaannya. Selain membuat makanan semakin lezatos, gurihos, maknyooos, di dalam tubuh ia juga membantu metabolisme gula dan lemak serta berfungsi sebagai neurotransmitter. Ini bener apa kagak, silakan baca, baca, baca!
Satu hal menarik yang pernah saya baca adalah micin membuat anak mudah untuk menyukai sayur-sayuran. Biasanya anak membenci sayuran karena rasanya cenderung pahit. Menambahkan micin secukupnya pada sayuran akan membuat rasanya lebih lezat sehingga anak bisa lebih lahap makan. Nah, sayuran kan bagus buat tubuh dan otak. Otak yang ternutrisi dengan baik akan membuat penyerapan informasi bisa maksimal. Akibatnya kinerja otak anak akan baik dan dia bisa jadi pintar. Tuh, micin bukannya bikin bodoh malah bikin pintar lho.
Kebanyakan MSG memang mempunyai akibat, yakni rasa makanan menjadi eneg. Udah itu aja. Kalau mau tahu apa yang sebenarnya berbahaya tetapi banyak di antara kita kurang sadar adalah garam. Ambang batas konsumsi garam per hari adalah 5 gram atau sekitar 1 sendok teh. Kalau beli bakso atau mie ayam biasanya mamang penjualnya menabur sekitar setengah sendok teh garam.
Itu sudah setengah dari ambang batas konsumsi per hari. Sedangkan untuk MSG, biasanya menambahkan 0,5 gram saja sudah terasa gurihnya. Kelebihan garam bisa menyebabkan darah tinggi sedangkan kebanyakan MSG menyebabkan makananmu eneg. Kalau udah gitu pilih mana hayo?
Jadi mulai sekarang saya mengajak para pembaca sekalian terutama Front Pembenci Micin untuk segera bertobat sebenar-benarnya tobat. Terutama bagi yang suka komentar menyalahkan MSG sebagai penyebab kebodohan, sesungguhnya yang membuat bodoh ya komentar Anda itu. Bagi anda yang suka sesumbar, “Aku lebih suka makan ke warung yang non-MSG, terus kalau masak juga nggak pakai micin,” segeralah beristighfar, meminta ampunan bahwa ucapan kalian adalah dusta belaka.
Mustahil adanya menghindari keberadaan micin alias glutamat dalam setiap masakan Indonesia. Segeralah sadar bahwa ketakutan yang selama ini ada adalah semu dan tidak berdasar. Micin sesungguhnya adalah penyelamat bangsa ini. Tanpa MSG, pelajar negeri ini akan sulit untuk makan enak. Tanpa makanan enak, otak mereka tidak bisa bekerja maksimal. Tanpa otak yang bekerja maksimal, bangsa ini hanya akan berjalan di tempat.
Bulatkan tekad, barisan diperkuat, mari bersama-sama bergabung dengan Gerakan Nasional Pengawal Micin untuk mewujudkan “Indonesia Berhati Micin, dengan Micin Makan Enak Terjamin!”.