Tolong, ya, Anak Usia 9 Tahun Suka Membaca Itu Nggak Aneh

MOJOK.COAku sering ditanya, kenapa aku suka membaca buku? Aku pikir itu pertanyaan bodoh, bahkan bagi anak usia 9 tahun, apalagi jika ditanya orang dewasa.

Tak ada yang tak suka buku, menurutku. Ada banyak hal yang aku dapat dari buku. Buku memberiku petualangan, tokoh-tokoh yang keren, dan bahasa yang indah. Buku seperti Bunda yang mencerewetiku, tapi tidak bersuara.

Katanya, di Indonesia, orang jenius pasti baca buku. Banyak nama disebutkan, tapi mereka semua orang dewasa atau orang-orang yang sudah meninggal. Kenapa tidak ada nama anak-anak disebutkan? Memangnya tidak ada anak-anak yang suka membaca?  Uh, dasar orang dewasa!

Aku menyukai buku. Tidak semua buku. Aku kurang begitu suka buku pelajaran sekolah. Itu membosankan, membahas hal yang itu-itu saja. Aku ingin bebas membaca buku yang aku suka, seperti hewan-hewan yang bebas bergerak dan berlari di alam liar.

Bundaku membolehkanku membaca buku apa saja. Bunda tidak melarangku, tidak seperti ibu yang lainnya. Itu sungguh menyenangkan.

Aku sering jengkel pada teman-teman perempuanku. Mereka tidak berhenti melakukan hal-hal yang tidak keren. Mungkin itu karena mereka kurang membaca buku, tapi bukan karena mereka masih anak-anak. Aku juga masih anak-anak. Ketika aku menulis esai ini, aku adalah anak usia 9 tahun, masih kelas tiga sekolah dasar.

Apakah kamu suka menghabiskan waktu untuk membaca? Aku tidak tahu berapa jam aku membaca setiap harinya. Aku tidak pernah menghitungnya. Jika cerita di buku itu seru, aku bisa membacanya terus hingga Bunda jadi marah.

Aku pernah mendengar orang-orang mengatakan bahwa aku, anak usia 9 tahun ini, dipaksa membaca buku. Tapi menurutku, mereka asal bicara. Mereka orang-orang dewasa yang sok tahu dan merasa paling benar.

Aku membaca dengan sukarela. Aku membaca karena aku ingin membaca, karena aku tahu buku itu menarik. Jika aku membaca, aku jadi tahu hal baru, bahkan sesuatu yang tidak penting sekalipun.

Sebenarnya aku tidak peduli jika orang bilang membaca itu membuatku pintar. Aku membaca karena aku suka, bukan karena aku ingin menjadi anak terpintar. Jika banyak membaca, aku jadi bisa mengalahkan dan menjatuhkan Bunda dan Om ketika berdiskusi, walaupun aku masih menjadi anak usia 9 tahun. Mereka itu orang yang terlalu banyak tahu. Jika mereka sudah kalah, mereka akan menuruti keinginanku. Oh ya, kami pernah berdebat tentang Temuji dan Gengis Khan, dan aku tahu jika aku benar!

Aku juga punya bahan obrolan, bualan, dan teka-teki seru untuk teman-temanku. Aku pikir, itu cara paling cerdas untuk membuat teman-teman tidak lagi mengganggu dan menjahili aku.

Tapi bagaimana aku bisa suka membaca? Tentu tidak datang begitu saja! Memangnya surat dari Hogwarts untuk Harry Potter? Bahkan Bilbo saja membutuhkan perjalanan dan petualangan menyeramkan untuk bisa memiliki cincin ajaib. Cincin itulah yang membuatnya awet muda hingga usia 111 tahun. Dia juga harus berpikir keras agar bisa menang bermain teka-teki dengan gollum, mahkluk paling mengerikan dan paling licik.

Aku dibiasakan untuk membaca buku, bukan dipaksa. Bunda dan Om memang suka sekali membuat aku penasaran. Mereka akan bercerita tentang hal-hal menarik yang aku tidak tahu. Karena asyik mendengarkannya, aku jadi ingin membacanya juga. Ya, seperti itu terus.

Tapi setelah aku pikir-pikir, apa salahnya jika anak-anak dipaksa membaca, baik anak usia 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, dan lainnya? Buku itu menarik. Anak-anak pasti suka. Mereka pasti merasa senang.

Yaaah, tapi aku juga tidak yakin semua anak akan membaca meski sudah dipaksa.  Anak-anak sekarang sepertinya lebih suka menonton televisi atau bermain handphone. Teman-temanku seperti itu.

Aku sering bertemu dengan anak-anak yang sibuk bermain game di handphone, sementara ibu atau ayah mereka juga sibuk dengan handphone masing-masing. Bunda dan Om juga begitu, tapi tidak terlalu.

Itu salah orang tua mereka. Kenapa anak-anak sudah diberi handphone dan dibiarkan bermain seenaknya? Kenapa anak-anak dibiarkan menonton televisi? Jadi, bukan salah anak-anak jika mereka tidak suka membaca buku!

Di rumahku ada banyak buku. Kadang, aku melihatnya sedikit berantakan. Di rumah, televisi jarang sekali dinyalakan, aku tidak punya handphone, dan aku hanya sesekali diajak bermain play station. Akan lebih baik jika aku membaca saja. Mungkin karena itu juga aku jadi suka membaca.Tapi selain itu, aku juga suka menulis, menggambar, atau ngomong konyol.

Aku sering ditanya, kenapa aku suka membaca buku? Aku pikir itu pertanyaan bodoh, apalagi jika ditanya orang dewasa. Mereka sama saja seperti bertanya, “Mengapa kamu suka makan?” atau “Mengapa kamu suka bermain?”. Bukankah itu konyol sekali?

Membaca buku adalah hal yang paling menarik yang pernah aku lakukan. Aku juga suka  mengedit video, bermain monopoli, atau hal-hal seru lainnya. Ya, semua sama serunya!  Kalian pernah naik roller coaster? Aku pikir, seperti itu rasanya ketika membaca buku. Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan membaca sebuah buku. Aku tidak mau dibuat penasaran karena nanti aku tidak bisa tidur.

Buku yang paling aku suka? Banyak, seperti Hobbit, Lord of the Ring, Matilda, Animal Farm, Of Man and Mice, The Name of the Rose, Dunia Sophie, Anna Frank, Sherlock Holmes, True dan Neil, Carolinna, Litlle Prince, Lelaki Tua dan Laut, Great Expectation, Huckleberry Finn, dan yang lainnya.

Aku juga punya beberapa nama penulis yang bukunya menurutku keren, misalnya Pramoedya Ananta Toer, JK Rowling, Tolkien, Neil Gaiman, Haruki Murakami, Goerge Orwel, Jostein Gaarder, Ernest Hamingway, Harper Lee, Wislawa, John Steinbeck, Gabo, dan Roald Dahl. Aku juga suka  cerita silat. Penulisnya Jin Yong. Aku sampai membaca 12 jilid bukunya beberapa kali karena ceritanya seru sekali.

Aku lebih suka buku yang  tidak bergambar. Buku yang tak ada gambarnya membuatku merasa seperti aku sedang melukis. Aku bisa menggambar sendiri apa yang dimaksud sang penulis, wajah orang-orang di dalam cerita, bentuk rumah, atau apa saja. Aku suka melukis.

Tidak semua buku menarik. Kadang, aku menemukan buku yang ceritanya sedikit lambat. Penulis seakan punya banyak kertas dan pensil untuk bercerita. Sam Pek Eng Tay atau Musashi, misalnya. Aku butuh waktu lama untuk benar-benar menyukai dan menyelesaikannya. Jika sudah begitu, Bunda akan memintaku berhenti dulu dan membaca buku lain saja.

Ketika membaca buku, aku bisa berada di mana saja. Aku juga bisa bertemu siapa saja: Anna Frank gadis kecil yang ditangkap tentara Nazi di Belanda, anak laki-laki yang punya sapu terbang, perempuan penyihir bernama Calon Arang, atau Minke dan Anellis yang menderita. Karena membaca buku, aku jadi bisa menulis. Yah, walaupun tidak bagus, sih!

Bukuku tidak terlalu banyak. Aku hanya menyimpan buku yang benar-benar aku suka. Kadang aku juga membeli bukuku sendiri, apalagi jika Bunda sedang tidak ada uang.

Jadi, siapa bilang anak-anak malas membaca, termasuk anak usia 9 tahun sepertiku? Mungkin orang dewasa saja yang membuat anak-anak lupa bahwa suka membaca itu menyenangkan—seperti yang dialami teman-temanku.

Exit mobile version