Surat Terbuka untuk Tretan Muslim dan Coki Pardede dari Penggemar Majelis Lucu Indonesia

MOJOK.CO – Surat terbuka dari seorang penggemar Tretan Muslim dan Coki Pardede, dua biduan utama Majelis Lucu Indonesia, yang harus mundur untuk bertapa—katanya.

Selamat malam saudara seiman Aditya Muslim alias Tretan Muslim dan kaum tafir Reza Pardede alias Coki Pardede yang dimuliakan Tuhan.

Bagaimana kabar kalian hari ini? Masih bisa makan dengan tenang? Masih aman kalau keluar kamar? Yang pasti masih bisa menghirup udara segar kan? Syukur, Alhamdulillah.

Kalian ini lho kok ya sembrono, kita kan sudah saling tahu sama tahu kalau orang-orang terlampau serius itu selalu ada dan berlipat ganda, apalagi mereka adalah buih-buih mengambang di lautan media sosial yang begitu banal.

Bahkan setelah membaca tulisannya Mas Eksan soal LDII yang dianggap tidak ada lucu-lucunya itu, rasanya LDII itu jauh mendingan karena ternyata doyan guyonan juga, daripada orang-orang yang bahkan punya gen lucu saja tidak, atau tertawa saja mungkin nihil.

Kalian berdua ini lha mbok belajar dari kasus Joshua Suherman, Ge Pamungkas, dan Uus dulu itu yang tidak jauh beda dari kalian sekarang ini. Waduh, kok ya malah kalian tambahi lagi, ya mereka bakal senang punya musuh yang bagi mereka sudah halal darah kalian untuk dibabat habis dengan dalih klise penistaan agama. Kalian berdua itu mbok sadar kalau perilaku beragama itu tidak boleh digunakan untuk lelucon tapi untuk politik boleh.

Lagian ya, kalian berdua ini kok ya selo-selonya membuat konten video masak daging babi dengan bumbu sari kurma, mbok melanjutkan perseteruannya dengan Atta Halilintar saja yang mana kita sudah cukup terhibur. Ketimbang sok-sokan menghadapi orang-orang yang sudah punya tiket lulus masuk surga lalu akhirnya kalian yang harus kalah—atau mengalah.

Kalian berdua kan katanya menyampaikan dark comedy, tapi bagaimana bisa orang-orang dengan tingkat kadar kelucuannya nihil menerima pesan-pesan dalam dark comedy? Bagaimana bisa orang yang sudah membabi buta dan berlebih-lebihan itu mau open minded untuk menampung cara pandang baru yang belum pernah mereka dengar atau malah terkesan tabu? Bukannya tertawa, yang ada juga malah seperti menyiram bensin ke lautan api begitu saja.

Saudara-saudara saya, Muslim dan Coki, saya sebagai penggemar stand up comedy sejak zaman Raditya Dika masih bahas boyband Indonesia, iklan biskuit pakai selangkangan dua binaraga, kemudian disusul dengan munculnya generasi kalian di kancah stand up comedy melalui ajang kompetisi, saya merasa senang ketika Majelis Lucu Indonesia (MLI) muncul. Kemunculan MLI dengan kalian sebagai striker utama bagaikan oase bagi penikmat komedi yang merindukan punchline patah-patah.

Rasa-rasanya slogan “tertawalah sebelum tertawa itu dilarang” yang banyak terpampang dalam poster film-film Warkop DKI mulai terjadi betulan jelang seperempat abad 21 ini ya, Slim, Cok?

Dulu slogan itu terbentuk karena kegelisahan Warkop DKI dengan situasi sukarnya membuat orang tertawa. Terutama jika menyisipkan kritik dalam komedi karena takut mendapat intimitasi dari pihak-pihak tertentu.

Eh, sekarang ternyata sama saja, dengan ancaman yang berubah bentuk yaitu semua orang boleh berbicara di muka umum bahkan kalau kapasitas dan kemampuannya masing-masing untuk membicarakan hal tersebut alias ngawur dan tidak ada hablum-nya.

Sehingga rasa-rasanya tidak ada lagi yang namanya orang awam di zaman sekarang, semua orang mampu menjadi ahli di bidang yang mereka inginkan, bahkan dengan mudah berganti-ganti. Hari ini jadi ahli politik, lusa bertransformasi jadi ahli agama, tulat beralih ahli ekonomi, tubin bisa jadi menjadi ahli nujum yang bisa dilakukan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Saya dan umat lucu lainnya yang sudah terlebih dulu mengikuti MLI sebelum kasus kalian mencuat dan juga kegaduhan dengan Atta Halilintar pastinya menyayangkan keputusan kalian berdua untuk keluar dari MLI. Apalagi kok malah keluar dari dunia stand up comedy.

Lalu umat lucu ini disuruh menonton apa di Youtube? Nonton Gen Halilintar? Kuota yang kami beli untuk apa? Wong nggak ada yang diajak chatting atau video call juga. Kalian berdua itu mbok juga bertanggung jawab sama umat MLI, pasti mereka semua menonton video pengunduran diri kalian berdua dengan memutar lagu dari Guyon Waton, kowe lungo pas aku sayang-sayange.

Tapi tentu saya menghargai keputusan kalian berdua untuk mengundurkan diri dari MLI dan vakum dalam dunia hiburan, khususnya stand up comedy yang mana kalian katakan ingin lebih memperdalam ilmu dan belajar lagi. Hal yang perlu dilakukan untuk menghindari serangan-serangan masif dan persekusi lebih jauh lagi tentunya.

Bagaimana pun itu sudah kalian anggap keputusan yang tepat, tapi saran saya, kapan-kapan balik lagi ke panggung stand up comedy setelah bertapa dan menggembleng diri dalam kawah candradimuka dengan membawakan materi yang lebih fresh, lucu, dan tentunya membuat adrenalin memuncak lagi, eh nggak ding.

Tetap bawa pesan serta semangat toleransi yang kalian perjuangkan, karena kalian berdua itu definisi berbeda tapi indah, Madura dalam darah Muslim, Batak dalam tubuh Coki, Islam dalam pelukan Muslim, Kristen/Agnostik dalam dekapan Coki, tapi satu yang perlu kalian ingat, kalian disatukan dalam dua hal: komedi dan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.

Muslim, karena keputusan mengundurkan diri itu topi MLI terpaksa kamu lepas, tidak apa-apa, sekarang kenakan kembali peci maiyah yang biasa kamu pakai dan melingkar kembali saban Jumat minggu kedua di halaman Taman Ismail Marzuki.

Bukankah di sana kelucuan-kelucuan apa saja tak akan pernah paripurna? Dan jangan lupa ajak juga Coki bergembira di sana ya? Hiya hiya hiya.

Exit mobile version