Pemda Jogja yang cemerlang otaknya, tentu saja saya menunggu ide tentang transportasi yang jelas. Trans Jogja, kalau boleh jujur, itu sudah nggak ketolong. Maksudnya, apa strategi mereka untuk menggaet penumpang baru? Bus yang hanya terisi puluhan itu bukan sebuah prestasi, malah itu sebuah celah yang harusnya diperbaiki.
Tanya saja berapa wisatawan yang sudi naik Trans Jogja. Berapa orang yang rela waktunya hilang di sebuah halte yang nggak jelas kapan bus tiba dan berangkat. Halte yang bagus di beberapa titik doang, sisanya kalau hujan ya kehujanan, kalau panas ya kepanasan.
Apakah transportasi massa seperti ini masih bisa diselamatkan, Pemda Jogja? Enggak. Kota kita terlalu mudah mendapatkan izin untuk membangun bangunan seperti hotel, namun enggak mudah untuk memperbaiki sektor transportasi. Mau mengubah nama jadi Teman Bus sampai Bestie Bus sekalian, kalau masih saja konsepnya sama, ya nggak akan mengubah apa-apa.
Saya tunggu solusinya, Pemda Jogja!
Dengan jalanan yang kecil dan padat, transportasi macam apa yang cocok untuk Jogja? Duh, apa, ya? Kano, mungkin. Atau gantole sekalian. Mengingat kalau hujan deras, Jogja juga banjir, kok.
Eh, aduh, ngapain saya mikirin ini sedangkan Pemda Jogja masih sibuk ngitungin jumlah pelancong yang masuk, kan? Ya biar kalian saja yang mikir. Sesekali gitu, bikin kebijakan yang tepat guna.
Kalau warga seperti saya sudah manut, apa ya Pemda Jogja nggak tergerak hatinya? Mau saya laporkan ke Gubernur? Pasti Gubernur DIY bisa memberi solusi sampai ke akar-akarnya. Biar hati kita tetap hening dan selalu manutan.
Sekian surat cinta ini.
BACA JUGA Turis Membunuh Jogja dan surat cinta lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Gusti Aditya
Editor: Yamadipati Seno