MOJOK.CO – Seorang PNS mengirim surat protes terbuka untuk Yang Terhormat Bapak Presiden Jokowi mengenai beberapa kebijakan yang bikin pusing.
Yang tersayang, para pendukung garis keras salam dua periode.
Saya yakin di antara sekian banyak cebongers di sosial media, sekaligus yang muncul di kolom komentar esai-esai Mojok, profesinya kebanyakan bukanlah seorang PNS. Jadi, saya duga, mereka ini kurang memahami realitas dari keputusan-keputusan kontroversial yang dibuat oleh bapak junjungan saudara sekalian, Bapak Jokowi, dari sudut pandang seorang PNS kere kayak saya.
Saya akan buka-bukaan saja di sini. Kewajiban untuk selalu mendukung pemerintah—dalam hal ini Presiden Jokowi—sangat tidak selaras dengan hati nurani saya. Selama saya bekerja sebagai PNS di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, saya merasakan keputusan yang ditetapkan oleh beliau sebagian besar adalah dengan maksud cari muka kepada rakyat Indonesia. Sedangkan kepada PNS, beliau hanya akan berbaik hati saat mendekati Pemilu saja.
Beberapa keputusan yang kontroversial dan membuat kami menjadi ngenes—apalagi PNS golongan rendah seperti saya—yang pertama adalah keputusan untuk menurunkan uang makan kami dari 35 ribu dikurangi 5 ribu rupiah pada Februari 2015.
Padahal, kami baru saja mendapat kenaikan uang makan sebesar 5 ribu rupiah sebulan sebelumnya, di mana keputusan itu diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Oke, baiklah, saya mengerti kalau duit goceng mah nggak seberapa kali ya? Tapi coba kalian ambil kalkulator, hitung 5 ribu dikali jumlah hari kami bekerja. Waduh, ngenes, Bos.
Kalau kalian bilang itu uang rakyat dan tidak sepatutnya dihambur-hamburkan untuk menggaji kami, ya kalian juga harus ingat kalau kami juga jadi bagian dari rakyat yang harus bayar pajak pula dari penghasilan kami. Uang makan untuk golongan II/a sebesar 30 ribu rupiah per hari. Untuk ukuran PNS yang kerja di Jabodetabek seperti saya ya, merana aing, Maaang.
Yang kedua, instruksi Jokowi untuk melakukan penghematan di semua institusi di tahun 2016 dan keputusan itu dibuat di tengah anggaran tahun berjalan dengan tiba-tiba.
Buat yang belum tahu nih, kami yang berkutat dengan keuangan dan anggaran harus putar otak untuk menyisir kegiatan mana yang sekiranya harus dipangkas anggarannya dan itu memakan waktu yang tidak sebentar.
Banyak kegiatan yang harus kami hapus atau kami kurangi jumlahnya dengan tenggat waktu yang sempit. Pusing, Bos, pusing. Karena semua yang sudah disusun mulai awal harus kami ubah lagi dan berkomunikasi ulang dengan para stakeholder terkait.
Belum lagi wara-wiri ke KPPN atau Ditjen Perbendaharaan Negara yang sungguh melelahkan dengan antrean yang luar biasa panjang. Percayalah, hanya PNS golongan rendah seperti saya yang sanggup melakukan itu semua, Dilan pun tak akan sanggup.
Dan yang lebih bikin saya pengen mencak-mencak dengan lantangnya adalah 2 bulan sebelum bergantinya kalender ke 2018, penghematan anggaran dibatalkan sehingga kami harus menghabiskan uang negara yang tadinya untuk jatah 6 bulan pengeluaran.
Kalau duitmu sendiri pasti kalian udah loncat kegirangan mampir ke IKEA atau mal terdekat mendapat dana sisa sebanyak itu. Tapi ini kan uang negara, Bosque. Semua yang kita keluarkan harus jelas penggunaannya dan disertai dengan kuitansi serta laporan keluar masuknya uang negara. Mau nggak mangap gimana coba, kalau anggaran tidak terserap dengan baik, nanti anggaran kami bakal dikurangi lagi lalu kena semprit sama Kementerian Keuangan. Waduh.
Yang ketiga, keputusan Jokowi untuk menambahkan gaji 14 di tahun 2017 dan tunjangan kinerja 14 di tahun ini yang dalam persepsi pribadi saya sebagai PNS adalah keputusan yang carmuk alias cari muka banget.
Apalagi dengan ramainya media memuat bahwa gaji PNS tahun 2019 naik menjadi 5%? Hellow, you you semua lupa ya kami ini nggak pernah naik gaji selama junjungan kalian itu berkuasa? Dan you perlu ingat, kalau pada era SBY gaji PNS itu naik 6% atau sedikit lebih baik.
Jadi kalau ada yang tidak tahu soal ini, mungkin kalian cuma keseringan makan berita media online yang sengaja menggiring opini karena sebentar lagi mendekati Pemilu saja.
Dan yang keempat atau terakhir kebijakan beliau untuk menambah cuti bersama ldul Fitri 2018 di tengah puasa berjalan dengan alasan biar nggak banyak PNS yang ambil cuti setelah lebaran dan melarang kami untuk cuti setelah lebaran. Kecuali cuti alasan penting yang mana cuti alasan penting bisa diambil kalau orang tua, suami, atau anak kami meninggal dunia.
Ya ampun, kok Pak Jokowi nggak update banget sih kalau perjuangan kami para PNS kere ini untuk mendapatkan tiket kereta itu luar biasa susah? Begadang dan selalu pantau ketersediaan tiket kereta untuk mudik di H-90.
Memangnya kita ini pejabat yang bisa mudik suka-suka naik pesawat dinas? Pada akhirnya, instruksi tiba-tiba seperti itu bikin tiket-tiket yang sudah dipesan itu harus kami batalkan serta-merta karena kami tidak boleh ambil cuti. Selain harus mengubah jadwal, moda transportasi pun harus diganti sesuai kebutuhan, dan merefund tiket kami harus kena potong 25% dari harga tiket.
Oke deh, boleh-boleh saja beliau mengeluarkan kebijakan seketika, mau bagaimanapun Jokowi kan pemimpin tertinggi saya, tapi tolonglah jangan impulsif. Paling tidak, jika ada perubahan, sampaikan 4 bulan sebelumnya atau dijadwalkan sekalian di daftar cuti bersama yang dikeluarkan MENPAN RB jadi kami pun mudah dalam memenuhi hak-hak kami sebagai rakyat Indonesia juga.
Memang betul, saya sepakat jika ada yang percaya bahwa Presiden Jokowi itu merupakan orang baik dan punya sederet kinerja nyata. Sayangnya, saya juga tidak bisa menampik kalau beliau itu disetir oleh partainya. Jadi keputusan beliau sering mendadak dan kontroversial seolah membentuk citra bahwa beliau bertindak tegas kepada PNS untuk menunjukkan lebih pro kepada rakyat non-PNS.
Sayangnya, Presiden Jokowi melupakan bahwa kami pun para PNS adalah rakyat Indonesia juga, kami bayar pajak juga seperti yang lain. Dan saya tidak sebodoh itu untuk membaca bahwa mendekati Pilpres 2019 ini beliau berusaha meraih suara kami dengan menambah tunjangan kinerja ke-14 yang sebenarnya ditolak oleh beberapa kepala daerah karena anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan awal.
Saya tahu, tidak mudah memang mendengar kritik dari seorang PNS golongan bawah seperti saya. Meski begitu, saya berharap semoga curhat colongan ini bisa jadi penyeimbang yang berguna untuk para pendukung garis keras salam 2 periode, sehingga tidak selalu menganggap bahwa kritik dan saran dari kami ini adalah peluru kosong yang tak pernah menyasar ke perihal substantif untuk pemerintahan Jokowi.
Sekian dan salam dari kami, para pemilih 2019 yang pengennya mah yang lain aja.