Sunmor UGM Buka Lagi, Ratusan Pedagang Antusias meski Kegelisahan Tetap Membayangi

Sunmor UGM Buka Lagi setelah 3,5 Tahun Membeku MOJOK.CO

Ilustrasi Sunmor UGM Buka Lagi setelah 3,5 Tahun Membeku. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSunmor UGM bangkit lagi setelah 3,5 tahun membeku. Meski belum berizin, tapi ratusan pedagang sudah siap meramaikan lagi. Semoga jadi berkah.

Minggu (07/01), sekitar pukul 06:30 pagi, saya melintas di Jalan Notonegoro hingga kawasan Fakultas Peternakan UGM. Sebuah pemandangan “tidak biasa” menyapa mata saya. Adalah ratusan pedagang, menggelar lapak mereka pagi itu. Iya, mereka adalah para pedagang yang dengan berani menghidupkan lagi sunmor UGM!

Pagi kemarin, saya memang sengaja memilih ruas jalan itu karena biasanya sepi dan aspalnya mulus. Saya, istri, dan anak melintas di sana karena hendak sarapan di Soto Pak Ngadiran di Klebengan, Sleman. Sebelum sampai di masjid UGM, istri saya bilang, “Coba kalau ada sunmor lagi. Pasti ramai.” Baru jalan sebentar, pemandangan ratusan pedagang bikin kami kaget. Iya, sekali lagi, ini aksi yang cukup berani.

Pasalnya, sejak tutup 3,5 tahun yang lalu, sunmor UGM belum mendapatkan izin lagi. Saat itu, pasar UMKM dan pasar rakyat ini tutup karena pandemi. Selepas pandemi, para pedagang terbentur oleh perizinan. Pihak UGM, sebagai “pemilik lahan” belum memberikan lampu hijau kepada ribuan pedagang yang biasanya meramaikan Minggu pagi di sana.  

“Meskipun penuh semangat dan antusias, pembukaan kembali Pasar Sunmor UGM masih dihadapkan pada kendala izin resmi. Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Kalurahan Caturtunggal, yang menjadi pengelola baru, dan Universitas Gajah Mada (UGM) belum ditandatangani oleh kedua belah pihak. Proses komunikasi untuk PKS ini telah berlangsung lebih dari satu tahun, sementara izin penyelenggaraan pasar telah diberikan oleh UGM sejak tanggal 15 Desember 2022,” ungkap Joko Upoyo Wicaksono selaku Kuasa Hukum Pedagang Sunmor UGM di sela pembukaan kembali Sunmor UGM, seperti dikutip Pojok Malioboro.

Saat melintas, saya bisa melihat spanduk pembukaan sunmor UGM berdampingan dengan spanduk larangan berdagang. Spanduk pembukaan itu diprakarsai oleh warga Caturtunggal dan Kuningan. Sekali lagi, sebuah aksi yang berani. Yah, namanya saja belum ada izin, maka tidak salah kalau aktivitas ratusan pedagang pagi itu masih “ilegal”.

Baca halaman selanjutnya: Berkah untuk banyak orang, meski ada kegelisahan yang mengiringi.

Sunmor UGM adalah bentuk wisata baru untuk Sleman dan Jogja

Bagas Priyanto, Ketua RW 02 Karang Malang, Caturtunggal, Depok, Sleman mendukung atas berjualannya kembali para eks pedagang sunmor UGM. Ya, saya pribadi, sih, setuju juga kalau aktivitas menyenangkan ini kembali ada. Kamu bisa olahraga, jajan, sambil piknik sekaligus bersama keluarga. Murah meriah lagi.

Artinya, sunmor UGM adalah “wahana rekreasi” bagi banyak orang. Meski jalanan jadi padat, tetapi warga mendapatkan banyak hal dari aktivitas ini. Jalan Notonegoro hingga kawasan Fakultas Peternakan UGM adalah ruas jalan yang strategis. Posisinya sudah berada di dalam arena olahraga yang bisa dimanfaatkan warga secara gratis. Sudah begitu, kalau mau beranjak ke Sleman bagian utara atau menuju Kota Jogja, juga dekat.

Dulu, mahasiswa juga memanfaatkan aktivitas ini untuk menggalang dana. Ada yang mengumpulkan uang untuk program KKN, misalnya. Mereka membuat jajanan, makan berat, hingga minuman. Jadi, bentuknya bukan yang “nyanyi-nyanyi” kayak di perempatan jalan, rombongan, dan malah bikin nggak nyaman pengendara. Namun, seiring waktu, ada juga yang “ngamen”.

Kalau bagi saya, kreativitas mahasiswa untuk jualan di sunmor UGM sangat layak diapresiasi. Mereka jadi bisa mandiri dan kreatif menemukan solusi. Selain itu, warga juga mendapatkan banyak alternatif jajanan. Sama-sama senang. Hal-hal seperti ini yang saya rasa ikut hilang seiring sunmor yang membeku.

Kegelisahan yang muncul secara spontan

Secara pribadi, saya mendukung sunmor UGM ada lagi. Apalagi sekarang jajanan dan produk yang dijual sudah sangat beragam. Saya belum mengecek harga-harga produk tersebut. Semoga tidak terlalu mahal karena aktivitas ini dulu terkenal dengan harga yang murah dan bisa menyenangkan banyak orang.

Namun, ketika melintas di Jalan Notonegoro hingga kawasan Fakultas Peternakan UGM, ada sebuah kegelisahan yang muncul secara spontan. Saya memang sengaja memelankan motor ketika melintas. Selain sudah cukup padat di pukul 06:30, saya sibuk mendeteksi di mana saja kendaraan pengunjung parkir dan bagaimana arus jalan dari arah utara ke selatan dan sebaliknya.

Jawabannya adalah sebuah kegelisahan akan kemacetan yang cukup mengganggu. Jalanan di Jalan Notonegoro hingga kawasan Fakultas Peternakan itu nggak kayak dulu lagi. Sekarang terasa lebih sempit karena trotoar di barat jalan semakin lebar. Yang mana ini baik karena memikirkan pejalan kaki banget.

Sayangnya, saat ini, pedagang tidak hanya menggelar lapar di trotoar tersebut. Banyak pedagang yang jualan di tepi jalan. Bahkan tidak sedikit yang lapaknya hampir memakan separuh jalan. Jadi, pengendara yang jalan dari selatan, kudu mlipir banget ke tengah. Sementara dari utara, ya kudu mengalah, karena tidak punya pilihan.

Sementara itu, trotoar di sisi kanan jalan (kalau jalan dari selatan), banyak dimanfaatkan untuk parkir. Pukul 06:30, tempat parkir sudah terlihat penuh. Bagaimana di pukul 08:30? Bagaimana dengan minggu depan ketika kabar sunmor UGM bangkit lagi sudah menyebar? Saya yakin pasti akan terjadi kemacetan di sana.

Selain izin, posisi pedagang perlu dipikirkan. Plus, lokasi parkir juga bisa jadi PR yang merepotkan.

Jadi kawasan bebas kendaraan?

Sunmor UGM jadi kawasan bebas kendaraan itu lucu juga. Sudah pasti bebas polusi dan pengunjung bisa jalan-jalan sambil ngemil dengan santai. Namun, ada beberapa aturan main yang kudu disepakati, sih, kalau menurut saya.

Pertama, kendaraan di sini harus mencakup juga sepeda. Gimana, ya, pesepeda kalau rombongan itu bisa jadi menyebalkan juga kayak geng motor. Nggak perlu sewot gitu karena semua yang rombongan biasanya jadi agak nyebelin, kok. Jadi ya, biar adil, kan. Semua jalan kaki.

Kedua, jika kelak mendapatkan izin resmi, UGM dan UNY bisa berbagi lokasi parkir. Tentu saja yang mengelola adalah warga sekitar dengan pembagian yang win-win. Aman aja, lah.

Ketiga, pengelola dan pedagang, serta pengunjung kudu seirama mengurusi sampah. Maklum, di Jogja, nggak ada masalah yang lebih besar selain sampah. Buang sampah aja sampai ngantri. Di Jogja nggak ada yang namanya korupsi atau kekerasan jalanan. Pokoknya cuma sampah aja masalahnya di sini.

Jalan Notonegoro hingga kawasan Fakultas Peternakan UGM itu panjang, lho. Nggak semua orang akan betah jalan kaki bolak-balik. Namun, demi kelancaran dan kenyamanan, saya rasa sunmor UGM bebas kendaraan (dan tertib) itu udah paling pas.

Yah, semoga sunmor kali ini awet, ya. Biar menjadi berkah bagi semua orang yang bisa memanfaatkan lokasi secara bijak dan bermanfaat.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kisah Penantian 3 Tahun Pedagang Sunmor UGM: Kami Baru Lega Setelah Lapak Kembali Buka dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version