Selamatkan Awaydays Persebaya, Bonek Basmi Boling Bersama-sama

Cerita-cerita lama soal penjarahan warung, pencopetan, sartok (pemerasan dengan kekerasan), jatuh dari kendaraan saat nggandol truk hingga meninggal dunia selalu mengiringi kemana saja Persebaya melakoni laga away.

Selamatkan Awaydays Persebaya, Bonek Basmi Boling Bersama-sama MOJOK.CO

Ilustrasi Selamatkan Awaydays Persebaya, Bonek Basmi Boling Bersama-sama. (Mojok.co/Bonek Writers Forum-Ega Fansuri)

MOJOK.COBetapa rentannya bonek menjadi sasaran tudingan akan kejahatan. Semua itikad baik yang dilakukan untuk Persebaya Surabaya seakan sirna dalam sekejap. 

Suasana halaman rentalan mobil Surya Sembada jelang sore itu terasa teduh. Pohon-pohon trembesi dan sukun nan tinggi memayungi deretan mobil yang baru saja masuk halaman. Beberapa orang duduk-duduk di teras rumah Lik Danu, pemilik rentalan. Tiba-tiba, keseruan obrolan mereka terpecah.

Mas, iki lho konco-kancamu dho njarah toko ning Paingan.” Seru Lik Danu ketika aku masih membersihkan unit mobil rentalan miliknya.

Oh, inggih to Lik? Kula kok nembe mireng nggih,” jawabku singkat.

Lha iki lo delengen, ono ning video rekaman CCTV, wes kesebar ning grup RT.” Jelas Lik Danu sambil menunjukkan rekaman video suporter Persebaya di hapenya.

Welah, pancet ae bonek-bonek kuwi. Wong dasare maling, ning ngendi-endi yo tetep gawe kisruh.” Pak Muji, setelah melihat rekaman tersebut turut mengomentari.

Lek terus ruwet ngene, mbesuk rausah diolehi mlebu Sleman wae. Ojo salah mengko lek sampek kecekel dho dimassa karo warga.” Pak Ferdy, pensiunan polisi, berkomentar dengan nada nyinyir dan pedas kepada fans Persebaya.

Lhaiyo to, slogan “Wani” kae kuwi maksude opo wani nyolong, wani nyopet, wani ngrampok? Ngono kok supporter bal, kuwi wes kriminal cah.” Tukas Mbah Tjokro, dukuh kampung ini.

Dhek wingi ono bonek sing meninggal ning Sragen, beritane tibo soko truk. Kok yo pancet ae yo, saben ono bal-balan kok mesti ono kecelakaan model koyo ngene iki. Sampek kapan ngene terus?” Pakdhe Wakijan menambahkan kabar yang sebenarnya sudah kudengar sehari sebelumnya (alfatihah buat almarhum Zainuri Al Yusak).

Seakan semua bonek itu berdosa

Kebetulan, saat itu, aku mengenakan kaos hitam dengan logo Persebaya. Hari itu adalah Persebaya Day. Meski aku tak bisa menonton langsung ke stadion karena masih harus bekerja, setiap Persebaya bertanding, aku pasti mengenakan atribut Persebaya atau bonek. Minimal pakai kaos dengan identitas Persebaya.

Semua mata kemudian memandangku. Ada tatapan yang sinis, ada yang seperti guyon namun senyumannya terasa mengejek, ada yang hanya diam namun memandang dengan tajam. Seolah semuanya menyalahkanku karena semua kejadian tersebut hanya karena aku menjadi bagian dari bonek.

Wes, rasah baper nemen-nemen mas. Biasa wae. Wong yo njenengan masiyo bonek tapi kan ora koyo ngono kuwi. Tapi pancen kejadian ngene iki yo raiso dijarke terus-menerus.” Pak RT yang mungkin melihat kegelisahanku, sambil menghisap tembakau kreteknya dalam-dalam, mencoba mencairkan suasana.

Injih kok Pak RT, aku teko konco-konco suporter PSS Sleman nggih wes paham lek sakjane pelakune niku cah-cah kriminal tapi gawe atribut bonek Persebaya.” 

Rasa malu yang muncul

Mas Seto tiba-tiba menepuk pundakku, berusaha membuatku lebih tenang. Mas Seto adalah rekanku, sesama driver di rentalan mobil milik Lik Danu. Beberapa tahun sebelumnya dia aktif di BCS, firm terbesar pendukung PSS Sleman

Kini, setelah berkeluarga, kecintaannya tak pernah luntur meski kegiatan nyetadion atau bedhol kabupaten mulai dikurangi intensitasnya. Mas Seto, dan mungkin rekan-rekan suporter bisa memahami bahwa ada perbedaan antara bonek selaku suporter Persebaya dengan gerombolan kriminal yang menyaru menjadi bonek hanya karena menggunakan atribut Persebaya. 

Namun, bapak-bapak warga kampung tempat di mana saya bekerja dan tinggal seperti tadi, apakah mereka mau mengerti? Apakah mereka mau memahami? Semuanya nampak sama saja. Bonek.

JUANCOOOK!” Kata batinku berteriak.

Aku berusaha tenang, meski begitu peluh keringat dingin mulai bercucuran di keningku. Rasa malu dan geram bercampur aduk hampir tak mampu kukendalikan. Rasa malu karena bagaimanapun juga nama baik bonek dan Persebaya ikut terseret insiden-insiden berbau kriminalitas seperti ini. 

Sementara itu, rasa geramnya adalah karena sekali lagi, perbaikan dan tindakan-tindakan baik yang sudah dilakukan bonek selama ini, seperti musnah dalam sekejap hanya karena kalah dengan berita vandalisme dan kriminal seperti ini. Aku tahu, dan memang hal seperti ini sering terjadi kala Persebaya bermain di luar kandangnya. 

Boling tak pernah mencintai Persebaya

Cerita-cerita lama soal penjarahan warung, pencopetan, sartok (pemerasan dengan kekerasan), jatuh dari kendaraan saat nggandol truk hingga meninggal dunia selalu mengiringi kemana saja Persebaya melakoni laga away.

Dalam hati, saya ingin mengajak bapak-bapak tadi untuk duduk bersama, setidaknya kuberikan kuliah 7 menit tentang perbedaan bonek selaku suporter Persebaya dengan gerombolan kriminal tukang bikin kerusuhan yang menyaru sebagai Bonek. Saya teringat buku yang ditulis oleh almarhum Pak Basofi Sudirman saat beliau menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur kala itu yang berjudul BONEK: Berani Karena Bersama

Ada bagian yang secara tegas menyebutkan bahwa ada kelompok yang pura-pura murni mencintai sepak bola, pura-pura mencintai Persebaya, tapi perilakunya justru murni tidak mencintai sepakbola dan Persebaya. Inilah yang disebut sebagai boling (bondho maling). Sekali lagi, ini adalah BOLING dan BOLING bukanlah bonek maling, tetapi bondho maling

Mereka adalah organisasi kriminal yang memanfaatkan keberadaan bonek. Yang perlu kita garis bawahi adalah pemisahan BOLING sebagai pelaku kriminal (mereka bisa menyaru sebagai suporter mana saja, tidak hanya suporter Persebaya) dan BONEK selaku suporter Persebaya.

Sementara terminologi BONEK yang merupakan akronim dari bondho nekat, sebuah julukan yang tercetus kala pendukung Persebaya melakukan tret tet tet (istilah awaydays zaman dulu) di final perserikatan musim 1987/1988. Ada yang berpendapat bahwa akronim tersebut dicetuskan oleh Abah Dahlan Iskan, ada juga yang berpendapat bahwa julukan tersebut dari almarhum Walikota Surabaya sekaligus Ketua Umum Persebaya kala itu, Bapak Poernomo Kasidi (PorKas). Apapun itu, julukan bonek menunjukkan sifat keberanian dan kenekatan suporter Persebaya guna mendukung tim kebanggaannya berlaga di mana saja. Tidak ada unsur negatif atau kriminal sama sekali kala itu.

Bonek Jogja

Di sini, terdapat juga Bonek Korwil Jogja (BKJ), sebuah wadah berkumpulnya bonek yang sedang merantau di wilayah DIY dan sekitarnya. Ada yang bersekolah atau kuliah, ada juga yang bekerja mencari nafkah. 

Berada di tanah rantau membuat paseduluran terjalin begitu kuat. Dengan berbekal slogan “Di Bumi Mataram, di Langit Indonesia, di Hati Persebaya”, BKJ sering mengadakan kegiatan positif. Salah satunya adalah menghadirkan BDRT (Bonek Disaster Response Team), sebuah divisi sosial kemanusiaan yang memiliki regu penyelamat, tim kesehatan, dan mobil ambulans kala laga di stadion Maguwoharjo kemarin. 

Mereka juga turut menerima dan mengarahkan rekan-rekan bonek yang away ke Sleman. Bahkan, mereka juga turut membantu “membersihkan” area di sekitar stadion dari kawanan boling.

Meski begitu, berita kedatangan bonek ke Sleman yang tertib menggunakan bis dan mobil pribadi, memborong laris dagangan pedagang di sekitaran stadion, tertib baik saat sebelum masuk-berada di dalam-hingga keluar stadion dan pulang, membersihkan sampah yang berada di tribun tempat mereka ditempatkan, hingga menghadirkan BDRT tadi, semuanya menjadi tak berarti oleh berita penjarahan toko, pencopetan, sartok (pemerasan dengan kekerasan) yang dilakukan boling.

Bahkan ada salah satu media online bernama portalyogya.com merilis berita bertajuk “Kronologi Suporter PSS Sleman Meninggal, Diduga Akibat Oknum Suporter Bonek, Kerusuhan di Jogja Terulang” yang mengabarkan meninggalnya Aditya Eka Putranda (alfatihah buat beliau), salah satu anggota BCS, selepas pertandingan antara PSS Sleman melawan Persebaya.

Nama bonek yang rentan

Seperti aji mumpung, semua pihak menuding bonek menjadi biang semua kerusuhan dan kejahatan. Setelah diprotes keras dan diklarifikasi, akhirnya pihak portalyogya.com meminta maaf secara terbuka dan mengganti tajuk yang mendiskreditkan Bonek. Kabar resminya, pihak kepolisian sudah menangkap para pelaku penganiayaan dan pembunuhan, dan tak ada dari mereka adalah bonek.

Di sini dapat kita melihat betapa rentannya bonek menjadi sasaran tudingan akan kejahatan dan kerusuhan yang terjadi. Semua itikad baik maupun tindakan positif dan perbaikan yang dilakukan oleh bonek seakan menjadi sirna dalam sekejap. 

Sebagai reaksinya, bonek berintrospeksi untuk #puasaaway (menghentikan semua awaydays Bonek dalam mendukung Persebaya hingga akhir musim) dan #stopestafet  (menghentikan cara-cara estafetan untuk menuju stadion) sebagai langkah menghindari terjadinya kejadian serupa di kemudian hari. Sebelum kota-kota lain dan aparat keamanan menolak kehadiran kita di sana, lebih baik untuk sementara menahan diri dulu dan mencari solusi bersama.

Pintar membawa diri

Mas, kok ngelamun njenengan? Kene ayo ngopi karo udut sik, ben ra spaneng pikirane.” 

Mas Seto menepuk pundakku dengan tiba-tiba. Kulihat senyumnya tulus penuh persahabatan. Sambil duduk di samping rekan kerja sekaligus sahabatku itu, aku bersyukur Tuhan masih menciptakan orang-orang baik semacam dia. Mas Seto masih dengan sabar mendengar semua kabar ini, timnya kalah di kandang, kotanya dijarah boling, sementara saudara suporternya meninggal karena penganiayaan (korban jiwa kedua dalam kurun waktu sebulan dengan kasus yang sama, penganiayaan hingga berujung kematian).

Kusesap kopi hitamku yang terasa pahit, kuhirup rokok dalam-dalam dan kuembuskan. Mas Seto benar, aku harus belajar banyak darinya tentang arti kesabaran. Di sini aku merantau, bagaikan rete (anak buaya) kecil di bawah naungan kepak sayap Elang Jawa. Harus bisa pandai membawa diri sebagai warga pendatang dan perantau. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Seperti slogan Bonek Jogja, “Di Bumi Mataram, di Langit Indonesia, di Hati Persebaya”.

BACA JUGA Bonek Lempar Boneka: Aksi Persebaya yang Harus Selalu Kita Ingat dan kisah inspiratif lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Yungyung Krisna Wardhana

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version