Saya tidak pernah mendengarkan lagu Pak SBY, tapi jika OM Monata beserta frontman-nya, Shodiq, bersedia menggubah satu-dua lagu Pak SBY ke versi koplo, barangkali dapat dipertimbangkan untuk saya dengarkan dengan saksama.
Tidak usah berprasangka buruk, apalagi bertanya kepada Bapak Presiden dan Bapak Kapolri. Saran saya ini tidak ada maksud untuk melecehkan atau meremehkan lagu-lagu yang dibuat pada waktu senggang saat beliau menjabat sebagai presiden. Lagi pula cuma perspektif subjektif kalian saja yang menganggap kalau musik koplo itu kampungan nan ndeso.
Jangan salah, justru musik yang mulai booming pada medio 2000-an itu memiliki estetika menarik dan memrepresentasikan wajah “asli” Indonesia. Bukan rock atau jaz apalagi gambus. Riuh gendang yang ditabuh, alunan ketipung, suara suling yang aduhai, ritmis kecrekan, melebur jadi satu. Plural dan majemuk.
Melalui versi koplo lagu-lagunya pula, menurut hemat saya, Pak SBY yang dulunya tampak begitu jauh dengan rakyat bisa menjadi SBY yang dekat dan identik dengan kalangan bawah yang beberapa tahun belakangan gambaran itu diklaim sendirian oleh Pak Jokowi melalui struktur tulang tubuhnya dan gaya blusukannya. Ini potensi yang dipunyai Pak SBY yang jarang dimiliki politikus lain (kecuali Wak Haji Rhoma): kemampuan menciptakan lagu.
Tentu ini bergantung pada bagaimana keputusan Pak SBY selaku pemilik lagu: bersedia atau tidak. Kalau soal menggubah sebuah lagu menjadi koplo sih gampang. Tapi yang harus menjadi pertimbangan Pak SBY ialah rakyat Indonesia adalah penggemar lagu koplo. Konser-konser musik selalu ramai dikunjungi masyarakat.
Jika sudah begitu, Pak SBY tak perlu lagi berkeluh kesah di Twitter atau mengundang wartawan untuk melakukan konferensi pers cuma untuk menarik simpati masyarakat. Pak SBY cuma perlu membuat konser dengan tajuk satu jam bersama Monata ft. SBY atau SBY ft. Monata. Oh ya, sekalian pula ajak sang putra sulung. Jangan mau kalah sama kandidat sebelah yang gandeng Slank untuk menarik massa.
Jangan salah loh ya, ketika kampanye umbar-umbar janji sudah tidak kompatibel dan tidak dipercayai lagi oleh rakyat, konser musik diperkirakan masih menjadi ajang kampanye yang efektif untuk menarik massa. Tidak lupa kan bagaimana Pak Jokowi merebut kursi RI 1 dengan mengadakan konser 2 jari setelah rangkaian kampanye yang melelahkan tiga tahun lalu?
Dengan mendompleng nama Pak SBY, barangkali aliran musik yang muncul pertama kali di Jawa Timur ini bisa tidak cuma eksis di kalangan sopir dan pemuda tak kerja, namun juga diharapkan dapat masuk dan diputar di rumah masyarakat elit menengah atas tanpa merasa risih dan malu.
Pak SBY dan keluarga besarnya yang mewakili wajah aristokrat Indonesia adalah orang yang tepat untuk mengubah stigma masyarakat terhadap musik koplo. Bukan Jokowi atau Agus Mulyadi.
Saya percaya, mendengarkan musik koplo cuma perihal gengsi-gengsian. Sebab terkadang orang yang menyuruh kita menghentikan lagu koplo yang kita putar justru orang yang jempol dan kakinya diam-diam bergoyang menikmati alunan. Kalau tidak percaya, tanyakan saja sama Mas Agus Mulyadi ketika dulu ia berada satu kantor dengan Eddward. S Kennedy. Berapa kali Mas Ken menitikkan air mata ketika diperdengarkan lagu “Sebujur Bangkai” koplo versio? Beberkan, Gus, biar khalayak tahu.
Saya tidak habis pikir lo, kenapa sih banyak orang yang terus memaksakan untuk mendengarkan lagu jaz yang bikin ngantuk, atau orang-orang yang teriak-teriak tak keruan ala rockstar hanya karena ingin tampak keren dan kekinian, sementara telinga mereka yang kampungan itu lebih bisa menerima dangdut koplo yang bisa membuat kita bangga jadi orang Indnesia?
Tidak usahlah dulu ngomong nasionalis kalau mendengarkan musik koplo saja masih sembunyi-sembunyi seperti pasukan Jenderal Sudirman mau pergi bergerilya.
Nah, untuk Pak SBY, kira-kira berminat tidak untuk dibuatkan versi koplo untuk lagu-lagu Bapak? Lagi pula sebuah lagu itu belum benar-benar populer kalau belum dibuatkan versi koplonya. Sampeyan bisa tanyakan itu sama Mbakyu Adele atau Kangmas Bruno Mars yang lagunya sudah ada versi koplonya. Atau jangan-jangan lagu Bapak terlalu bagus untuk dibuat versi koplonya?