Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Salmafina yang Pindah Agama, Kok Media yang Heboh?

Wisnu Prasetya Utomo oleh Wisnu Prasetya Utomo
16 Juli 2019
A A
Salmafina yang Pindah Agama MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Salmafina yang pindah agama memang jadi hajat besar media. Hingga banyak yang kemudian abai soal etika jurnalismenya.

Kalau kamu ingin tahu betapa anjloknya kualitas jurnalisme di Indonesia saat ini, coba simak berita-berita semingguan ini tentang Salmafina yang pindah agama. Kamu akan membaca berita-berita yang bikin dahi mengernyit. Dari mulai Salmafina yang disebut suara.com (((terciduk))) beribadah di gereja, sampai Salmafina yang disebut detik.com (((bersembunyi))) karena menolak diwawancara wartawan terkait kabar ia pindah agama.

Tidak hanya soal kabar Salmafina beribadah, segala macam kehidupan pribadinya juga dibuka. Dari cerita ia ingin bunuh diri sampai ia mengganti bio Instagram-nya yang mengutip ayat.

Pertanyaannya, kenapa orang pindah agama jadi hajat besar bagi media?

Menurut saya, ini terjadi karena persilangan dua hal. Pertama, agama dianggap sebagai salah satu bagian yang penting bagi masyarakat Indonesia. Survey yang dibikin PEW Research Center menyebutkan bahwa 93% penduduk Indonesia menganggap bahwa agama sangat penting bagi mereka. Jumlahnya sedikit lebih rendah dari Ethiopia yang mencapai 98%, tapi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Turki yang tingkat kepercayaan terhadap agama di angka 68%.

Karena tingkat kepercayaan yang demikian tinggi, setiap berita tentang agama—apalagi pindah agama—akan membuatnya memiliki news worthy. Pasti akan banyak yang tertarik untuk membaca berita-berita tentang agama. Apalagi di Indonesia, isu agama ini juga sedang menghangat, atau bahkan sudah mendidih 2-3 tahun belakangan. Kamu semua belum cukup tua kan untuk mengingat demo berjilid-jilid yang menghasilkan alumni itu?

Nah yang kedua, tren jurnalisme kuning di media. Ini yang menjadi dasar untuk menjelaskan berita-berita clickbait dan ramah SEO itu. Jurnalisme kuning itu kira-kira praktik yang menjadikan hal-hal sensasional sebagai panglima. Semakin personal dan sensasional sebuah isu, semakin layak tayanglah dia. Kata teman saya: Mashoook!

Dalam pemberitaan Salmafina pindah agama, praktik ini sudah demikian terlihat dengan jelas. Coba lihat berita di Detik yang berjudul “Kabar Salmafina Pindah Agama Turut Dibicarakan Gereja Tiberias Indonesia”. Kalau kamu hanya punya waktu untuk membaca judul ini, tentu beranggapan bahwa berita ini tentang gereja yang memberikan pertanyaan terkait Salmafina.

Tapi tapi tapi, salah. Sebagaimana banyak dilakukan media online saat ini, judul sama sekali tidak menggambarkan isinya. Itu berita ternyata berasal dari pertanyaan wartawan Detik kepada staf gereja ((yang tidak mau disebut namanya)) dan hanya menjawab, “Oh yang berita tadi pagi itu. Gereja mana emangnya? Nggak disebut ya?” Jadi dengan kutipan sekalimat itu jadilah judul “Turut Dibicarakan Gereja Tiberias”.

Oh iya, salah kalau kamu menganggap bahwa model jurnalisme kuning ini hanya dipraktikkan oleh media-media yang memang sudah terkenal sensasional seperti Detik atau Tribun. Media seperti Tempo.co pun tak mau ketinggalan. Dalam berita mengenai Salmafina ini, kamu akan menemukan berita-berita tentang celana dalam dan potret seksi Salmafina. Serius.

Praktik jurnalisme kuning memang menggejala di media Indonesia karena ia sudah terbukti ampuh dalam mendatangkan klik, yang dalam dunia media online berarti pemasukan. Dan tentu saja, beberapa media akan protes atau menolak kalau disebut melakukan praktik ini. Malu-malu tapi tetap dilakukan karena menguntungkan.

Nah, kembali dalam kasus berita-berita agama tadi, meski banyak media sama-sama menganggap berita pindah agama sebagai isu yang penting diberitakan, tapi cara memberitakannya akan jauh berbeda antara artis-artis yang pindah dari Islam ke agama lain dibanding sebaliknya.

Saya iseng menggoogling “Salmafina pindah agama” dan “Deddy Corbuzier pindah agama”. Hasilnya? (((Mencengangkan))). Untuk Salmafina, kamu akan menemukan 3.520.000 hasil pencarian, sementara Deddy Corbuzier hanya 395.000. Bedanya hampir sepuluh kali lipat.

Tentu hasil pencarian itu bisa berarti banyak hal. Dan kuantitas memang tidak selalu mencerminkan kualitas. Tapi yang segera terlihat kalau didalami lebih jauh mengenai berita-berita di dalamnya, berita-berita mengenai Deddy Corbuzier – dan secara umum mengenai mereka yang pindah ke agama Islam—akan terasa lebih adem. Kamu akan dengan mudah menemui frase seperti “mendapatkan hidayah”, “perjalanan spiritual”, dan lainnya. Bahkan, “peresmian” Deddy Corbuzier pindah agama yaitu dengan mengucapkan kalimat syahadat diliput banyak media.

Iklan

Tapi bagaimana bila sebaliknya? Kasus Salmafina ini menunjukkannya. Salmafina, remaja berusia 19 tahun, tidak digambarkan “mendapatkan hidayah” tapi yang dikulik adalah berita perceraiannya, drama keluarganya, dia yang masih labil, dan hal-hal yang negatif lainnya. Nada pemberitaan sejenis ini bisa ditemukan dalam berita pindah agama yang lain. Beberapa tahun lalu misalnya menimpa Lukman Sardi yang pindah agama.

Mengapa ada standar ganda?

Rasanya tidak perlu dijelaskan tapi singkatnya, media-media ini memang butuh berita pindah agama sebagai konten yang seksi. Tapi, tetap ada batasnya. Apakah batasnya privasi? Oh, tentu saja bukan. Batasnya sederhana, media-media ini tidak akan berani menulis hal-hal yang sifatnya sensasional, apalagi kontroversial yang melibatkan agama mayoritas, dalam hal ini di Indonesia adalah Islam. Apa mau didemo berjilid-jilid?

Saya sendiri beranggapan bahwa urusan agama adalah urusan privat. Beberapa media akan menyebut bahwa selama yang pindah agama adalah tokoh publik, maka ia tidak bisa dibilang privat lagi. Oke, di titik itu saya setuju, tapi apakah perlu memberitakannya dengan cara yang sensasional dan mengabaikan etika jurnalisme?

Ini pertanyaan retoris yang akan dianggap angin lalu karena prinsip jurnalisme kuning sudah berhasil diterapkan. Semakin dibicarakan, semakin kontroversial, semakin laris, semakin menguntungkan. Kita akan melihat berita Salmafina-salmafina berikutnya di tahun-tahun mendatang.

Terakhir diperbarui pada 16 Juli 2019 oleh

Tags: deddy corbuzierjurnalisme kuningMediapindah agamasalmafina
Wisnu Prasetya Utomo

Wisnu Prasetya Utomo

Peneliti media, Dosen FISIPOL UGM, tinggal di Sleman. Plus masih jomblo, katanya.

Artikel Terkait

Waduh! 3 Konglomerat Media Ini Ikut Pemilu 2024, Yuk Intip Harta Kekayaannya MOJOK.CO
Kotak Suara

3 Konglomerat Media Ini Ikut Pemilu 2024, Yuk Intip Harta Kekayaannya

5 Oktober 2023
Seorang Kakek 73 Tahun di Solo yang Setia Jualan Kliping Sumber Ilmu Pengetahuan. MOJOK.CO
Sosok

Seorang Kakek 73 Tahun di Solo yang Setia Jualan Kliping Sumber Ilmu Pengetahuan

23 Mei 2023
Kisah Loper Koran, Terus Bertahan Demi Sesuap Nasi Meski Sepi Pembeli. MOJOK.CO
Geliat Warga

Kisah Loper Koran, Terus Bertahan Demi Sesuap Nasi Meski Sepi Pembeli

6 Maret 2023
letkol tituler mojok.co
Politik

Sosiolog UGM Minta Penjelasan Prabowo Soal Letkol Tituler Deddy Corbuzier

15 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.