Bukan Separator, Sumber Kecelakaan di Ringroad Jogja Adalah Jalanan Gelap, Aspal Rusak, dan Titik Putar Balik. Polda DIY Jangan Salah Sasaran

Ringroad Jogja Gelap dan Aspalnya Rusak, Separator Disalahin! MOJOK.CO

Ilustrasi Ringroad Jogja Gelap dan Aspalnya Rusak, Separator Disalahin! (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSebelum membongkar separator Ringroad Jogja, ada banyak masalah yang lebih penting untuk diselesaikan. Dua di antaranya adalah jalanan gelap dan aspal bergelombang.

Wacana meniadakan separator di Ringroad Jogja jelas menimbulkan polemik. Alih-alih mendukungnya sebagai solusi, banyak keresahan yang muncul dari wacana ini. Namun, pembongkaran pemisah jalan ini benar-benar diseriusi oleh Polda DIY. Dengan dalih menjadi sumber kecelakaan, separator yang memisahkan jalur lambat dan cepat menjadi tumbalnya.

Tapi, apakah meniadakan separator jalan adalah solusi? Saya pikir wacana ini malah akan menjadi sumber bencana baru. Seperti membuka jalur yang (idealnya) aman menjadi arena pertaruhan hidup dan mati.

Separator Ringroad Jogja sumber kecelakaan?

Wacana ini lahir dari analisis yang dilakukan Polda DIY. Menurut mereka, separator yang memisahkan jalur lambat dan cepat di Ringroad Jogja adalah sumber kecelakaan. Mereka menyoroti bahwa pengendara yang berpindah dari jalur lambat ke jalur cepat dan sebaliknya menjadi penyebab.

Pengendara roda 4 sulit untuk melakukan pengereman ketika ada sepeda motor yang pindah jalur untuk berbelok di u-turn. Akibatnya, kendaraan roda 4 tidak punya cukup waktu untuk mengurangi kecepatan kendaraan.

Dengan menghilangkan separator, maka kendaraan yang ingin masuk ke area u-turn akan lebih leluasa. Mereka juga bisa bergeser ke sisi kanan jalan dari jarak yang lebih jauh. Idenya, perpindahan kendaraan ke sisi kanan ini tidak lagi mengejutkan kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Analisis ini sudah dibeberkan pihak Polda DIY sejak 2023. Bahkan sudah mengumpulkan seluruh instansi yang tergabung dalam forum lalu lintas. Akhirnya, keputusan untuk menghilangkan separator di Ringroad Jogja makin diseriusi tahun ini. Dan bisa jadi, dalam waktu dekat, separator tersebut akan dibongkar.

Sayang sekali, Polda DIY tidak merilis jumlah kecelakaan terakhir berdasarkan penyebabnya. Namun dengan merilis data sekalipun, keputusan menghilangkan separator di Ringroad Jogja tetap jadi pertanyaan. Apakah dengan menghilangkan separator, angka kecelakaan di Ringroad akan menurun?

Ruas jalan paling buas

Mari kita membayangkan situasinya. Dengan menghilangkan separator Ringroad Jogja, maka satu jalur akan selebar 12 meter dengan 3 lajur. Di dalam jalan selebar ini, berbagai kendaraan akan campur aduk beradu cepat. Ada sepeda motor, sepeda, mobil, bus, truk, sampai odong-odong yang melintas jalur ini tanpa pemisah.

Hanya membayangkan ini saja, kita sudah bisa membayangkan betapa ruwetnya Ringroad Jogja di masa mendatang. Apalagi jalan lingkar ini memang jadi jalur andalan kendaraan besar dengan kecepatan tinggi. Jadi Anda bisa membayangkan rasanya mengendarai Supra batok getar disalip oleh Bus Mira tanpa ada separator?

Kendaraan besar akan lebih mudah memakan ruas jalan. Terutama saat saling salip dalam kecepatan tinggi. Kendaraan roda 2 bisa leluasa pindah jalur di antara kendaraan roda 4. Jalur selebar 12 meter ini akan seperti mangkuk sup yang berisi berbagai jenis kendaraan yang tidak tertata. Saling salip, memacu mesin, dan berebut jalur dalam satu kekacauan yang sempurna.

Baca halaman selanjutnya: Tidak mengatasi masalah dan menimbulkan kekhawatiran baru.

Pemuda galau makin terancam nyawanya

Siapa yang paling dirugikan dengan peniadaan separator Ringroad Jogja? Tentu pengendara motor dan kendaraan lambat lainnya. Dari pegiat gowes sampai pemuda galau yang melakukan “ibadah muter Ringroad”.

Selama ini, kendaraan lambat (baca: roda 2) punya jalur sendiri di sisi paling kiri. Mereka jadi tidak harus bersinggungan dengan kendaraan kecepatan tinggi. Ketika separator ini ditiadakan, makan potensi kecelakaan samping akan makin tinggi. Terutama saat waktu-waktu padat dan banyak kendaraan besar saling salip.

Selain itu, kendaraan besar akan makin mudah memakan ruas jalan. Apalagi ketika mereka saling salip. Kendaraan kecil terutama roda 2 akan makin terdesak di area tepi kiri. Maka bisa dibayangkan hak berkendara dengan nyaman dan aman makin terenggut dari pengendara motor.

Belum lagi potensi pengendara ugal-ugalan. Tanpa separator, kendaraan roda 2 bisa lebih leluasa untuk belak-belok di antara kendaraan besar tanpa peduli blind spot. Lha wong dengan separator saja masih ada pengendara motor yang nekat zig-zag di jalur cepat. Tanpa kejelasan pemisahan jalur, bisa dibayangkan betapa ngerinya Ringroad Jogja.

Ringroad Jogja, yang sudah menjadi saksi ratusan kecelakaan, akan menjadi arena pertaruhan hidup dan mati. Pemuda galau yang sedang menangis memutari Ringroad akan terancam keselamatannya oleh kendaraan besar yang melaju cepat. Baru terbayang wajah mantan sebentar, tiba-tiba ada bus patas melaju cepat dengan jarak tidak sampai 1 meter. Bayangan wajah tadi bisa jadi sirna seiring tubuh yang terbanting entah oleh angin atau terserempet bagasi.

Jika u-turn sumber masalah, kenapa separator yang jadi korban?

Menilik kajian dari Polda DIY, sebenarnya u-turn yang menjadi sorotan utama. Tapi, kecelakaan saat menuju area u-turn tidak hanya perkara jarak bukaan separator yang pendek. Bahkan di jalan tanpa separator, pergeseran kendaraan sering jadi sumber kecelakaan.

Bagaimana jika lokasi u-turn digeser di area perlambatan kendaraan? Misal di sekitar lampu merah. Sehingga, kendaraan sudah melambat lebih dahulu saat melintasi area u-turn? Saya tahu, solusi ini juga bisa menimbulkan polemik. Terutama di ruas panjang seperti Ringroad Barat dan Timur. Namun masih lebih aman daripada meniadakan separator sama sekali.

Atau, misalnya dengan menempatkan rambu peringatan serta polisi lalu lintas sebelum memasuki area u-turn? Sehingga, kendaraan cepat sudah punya cukup waktu untuk melambat sebelum bertemu dengan kendaraan lain yang pindah jalur. Penempatan polisi di area ini dan bukaan separator juga bisa jadi solusi.

Namun, tidak ada solusi paling efektif (dan normatif) selain edukasi pada pengendara. Sehingga mereka lebih siaga setiap mendekati atau memasuki area u-turn. Tentu ketika semua pengendara patuh pada aturan lalu-lintas, kecelakaan macam apa saja bisa ditekan. Solutif sih, tapi sulit. 

Saya pikir, masih banyak solusi lain untuk mengurangi angka kecelakaan selain menghilangkan separator Ringroad Jogja. Bahkan ada lebih banyak masalah yang sebenarnya ikut menyumbang kecelakaan di jalan nasional ini.

Punya segudang masalah dan bukan separator

Tanpa mempermasalahkan separator, Ringroad Jogja sudah punya banyak masalah. Pertama dan paling sering disorot adalah masalah penerangan jalan. Meskipun jadi jalur tempat kendaraan cepat berpacu, penerangan di beberapa ruas sangat minim. Banyak kecelakaan terjadi karena pengendara yang tidak melihat objek lain di depannya.

Jalan bergelombang juga jadi masalah. Sebagai jalur padat, Ringroad Jogja tidak lebih mulus daripada jalan kampung. Beberapa kecelakaan juga terjadi karena pecah ban atau oleng saat melintas lubang jalan. Belum lagi dengan keberadaan manhole dan area pembuangan air yang serampangan di jalur lambat.

Isu jembatan penyeberangan jalan juga jadi sorotan. Jalur ini memang memisahkan banyak area permukiman. Banyak pejalan kaki harus mengadu nasib setiap menyeberang. Dan sekali lagi, banyak kecelakaan yang terjadi karena pejalan kaki tertabrak saat menyeberang.

Sebelum bicara membongkar separator Ringroad Jogja, saya pikir masalah di atas bisa diselesaikan dahulu. Kita akan melihat apakah kecelakaan di sana akan berkurang atau tidak. Namun, jika kecelakaan masih tinggi, mungkin solusi meniadakan separator bisa dipilih. 

Namun, sebelum membongkar separator, tolong selesaikan masalah yang jelas lebih realistis dahulu. Dua di antaranya adalah pembatasan kendaraan dan transportasi publik yang menjangkau hingga ke desa, bahkan dusun. Bukankah itu lebih masuk akal?

Penulis: Prabu Yudianto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Ringroad Jogja, Jalan yang Amat Tidak Ramah untuk Pengendara Sepeda Motor dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version