Persamaan pengendara plat nomor AB dan K
Saya rasa kamu semua sudah tahu stereotipe yang menempel ke pengendara plat nomor B. Berikut beberapa di antaranya:
- Pokoknya berhenti sedekat mungkin dengan kendaraan di depan.
- Jangan sampai memberi kesempatan kendaraan lain masuk ke depan.
- Kalau bisa masuk ke jalur yang lebih lancar, pokoknya cepat langsung lakukan.
- Sebiasa mungkin menyalip kendaraan di depan. Tidak peduli lewat jalur mana.
- Nyalakan lampu dim kalau kendaraan di depanmu terlihat ragu-ragu.
- Lampu hijau baru satu detik? Klakson! Jangan pernah ragu.
Penjelasan di atas adalah hasil dari pengalaman nyata seorang pengguna Quora bernama Dwi Budi Handoyo. Saya, sih, setuju karena pernah melihat fenomena di atas secara langsung ketika sedang di Jakarta. Nah, lantas, bagaimana dengan stereotipe yang menempel ke pengendara plat nomor AB dan K? Lucunya, mereka punya persamaan yang khas.
Jadi, baik pengendara plat nomor AB dan K sama-sama “aneh”. Mereka suka sekali jalan di tengah dengan kecepatan pelan. Saya tidak tahu apakah mereka memahami peraturan di jalan raya atau tidak. Namun, untuk aturan sederhana, seperti jalan lebih laju di tengah dan pelan di sisi jalan, seharusnya sudah sama-sama memahami.
Makanya, banyak yang jadi kesal karena mereka ini membahayakan. Misalnya ketika mau mendahului, saya harus bergerak perlahan ke sisi tengah (kanan). Lantaran ada pengendara plat nomor AB atau K di sana, saya harus klakson. Nah, di sini terjadi keanehan lainnya.
Bukannya bergeser ke sisi kiri (sisi jalan), ketika mendengar klakson dari sisi kanan, mereka MALAH KUDU MENOLEH DULU. Apa, sih, faedahnya kamu harus noleh dulu ketika mendengar klakson di tengah jalan raya yang ditujukan untuk dirimu? Kamu pikir saya teman satu RT yang mau menyapa? Saya lagi memberi tanda supaya kamu minggir woi! Bukan lagi menjalin tali silaturahmi! Itulah kenapa pengendara plat nomor AB dan K dianggap aneh.
Keanehan lain yang saya rekam
Selama beberapa tahun saya sempat menempuh studi S1 di Malang. Sebuah rentang waktu yang cukup membuat saya lumayan fasih berbicara gaya Malang. Selama periode itu juga, saya kehilangan momen yang cukup panjang untuk merekam kebiasaan pengendara di jalanan Kota Jogja.
Dulu, mungkin sampai sekarang, banyak yang menganggap kalau warga Jogja, DIY secara umum, adalah kumpulan “orang sabar”. Kamu bisa menemukan sifat ini di semua lini kehidupan. Katanya, sih, begitu. Namun, selepas menempuh studi S1 di Malang lalu lanjut S2 di Jogja, saya menemukan perubahan yang, jujur saja, agak mengganggu dari pengendara plat nomor AB yang mirip plat K.
Jadi, 2 tahun belakangan ini, saya agak sering membatin kalau warga Jogja itu nggak kayak dulu lagi. Hal itu tercermin dari cara mereka berkendara dan merespons situasi yang terjadi di jalan raya. Salah satu buktinya adalah pengendara yang nggak sabaran ketika hendak keluar dari gang.
Wajarnya, pengendara plat nomor AB ini akan berhenti di mulut gang. Tengok kanan dan kiri, baru melaju ketika situasi sudah “aman”. Namun, banyak dari pengendara ini, terutama yang mau belok kiri, nggak berhenti. Mereka hanya memelankan kendaraan, lalu nyelonong begitu saja, padahal dari sisi kanan, ada kendaraan yang melaju.
Kebiasaan ini jelas membahayakan semua orang. Ada kalanya pengendara dari sisi kanan gang melaju di sisi jalan. Mereka nggak ngebut, paling jalan 30-40an kilometer per jam. Namun, kalau dari sisi dalam gang juga melaju, tumbukan yang terjadi ya lumayan juga bikin lecet, keseleo, patah tulang, motor rusak parah, bahkan sampai meninggal dunia.
Nggak lagi kumpulan orang sabar
Sifat tidak sabar juga terlihat ketika melihat ada pengendara atau pejalan kaki yang hendak menyeberang. Melihat pengendara atau pejalan kaki sudah menyeberang hampir setengah jalan, ada saja pengendara aneh betul. Bukannya memelankan kendaraan dan memberi kesempatan menyeberang, mereka malah memacu kendaraannya lebih laju.
Seakan-akan mereka yang menyeberang itu sebuah gerbang besar yang hendak tertutup. Kalau tertutup, kamu nggak akan bisa lewat lagi dan seekor monster seram akan memakanmu hidup-hidup. Jadi, mereka akan melaju lebih cepat, melakukan manuver ke kanan, lalu banting setir cepat ke kiri. Apa ya berhenti barang 10 detik itu akan mengurangi nyawamu?
Dua hal inilah yang membuat saya agak curiga bahwa pengendara plat nomor AB yang katanya mirip plat nomor K, sudah kehilangan sisi kesabaran. Kenapa hal itu sampai terjadi? Tentu saya tidak bisa menjawabnya di sini. Saya, dan mereka yang tertarik akan topik ini, tentu harus melakukan penelitian dulu.
Namun, satu hal yang pasti, plat nomor AB sudah layak masuk ke dalam daftar “pengendara yang meresahkan”. Bahkan sudah layak masuk sejak dulu. Akhir kata, saya hanya ingin menyampaikan bahwa hati-hatilah berkendara. Lha wong sudah hati-hati dan waspada saja masih bisa menjadi korban dari pengendara yang keluar gang sembarangan.
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Derita Plat Nomor B, AA, AD, H, dan K yang Dibenci Pengendara dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.