Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Palu di Kereta dan Senjata Teroris yang Makin Lama Makin Minimalis

Cepi Sabre oleh Cepi Sabre
3 Juli 2017
A A
esai lebaran eman dari teroris bersama superhero mojok

esai lebaran eman dari teroris bersama superhero mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dalam keadaan darurat, pecahkan kaca dengan alat yang tersedia ….

Begitu tulisan di kaca jendela kereta yang saya tumpangi dari Klaten untuk kembali ke Malang usai libur Lebaran kemarin. Tidak perlu waktu lama untuk menemukan alat yang dimaksud. Di atas jendela tadi, agak ke kiri sedikit, ada sebuah palu besi dengan tulisan “Alat Pemecah Kaca” di atasnya, di dalam sebuah … kotak kaca.

Terus gimana mecahin kaca tempat palunya, Pak Kereta?

Karena nggak menemukan benda lain yang dikasih tulisan “Alat Pemecah Kaca Tempat Alat Pemecah Kaca”, saya mulai curiga, jangan-jangan palu yang disediakan PT KAI tadi sebenarnya Mjolnir, palunya pewaris takhta Kesultanan Asgard yang sah, Thor. Walaupun bentuknya minimalis dan nggak kayak di film-film.

Karena Mjolnir itu cuma nurut sama Thor, jadi kemungkinan besar pangeran Asgard itu ada di dalam kereta yang sama dengan yang saya tumpangi. Kalau bukan sudah dikontrak PT KAI, kemungkinan besar beliau kebetulan satu arah dengan saya dan penumpang lain. Mungkin mau ke Kesamben atau Wlingi. Saya jadi lebih tenang.

Saya belum sempat memeriksa kereta-kereta lain, tapi kalau sidang pembaca Mojok yang terhormat kemarin juga mudik pakai kereta, coba diingat-ingat apakah di gerbong yang kalian tumpangi juga ada palu yang sama. Atau jangan-jangan yang disimpan di dalam kotak kaca itu adalah cemeti.

Kalau sampai ingatan kalian menampilkan gambar cemeti, berarti kemungkinan besar waktu mudik kalian satu kereta sama Wonder Woman. Dan karena kalian baru sadar sekarang, itu pun setelah saya ingatkan, sesungguhnya kalian adalah penggemar Gal Gadot yang merugi.

Walaupun nggak menemukan orang yang ciri-cirinya sama dengan Thor di film The Avengers (lha, palunya aja beda banget gitu …), saya tetap bisa tenang karena bersama saya, duduk di depan saya, ada seorang tentara. Gimana saya tahu beliau tentara? Ya karena beliau pakai seragam tentara.

Ini juga jadi pertanyaan buat saya, kenapa tentara yang mudik harus tetap memakai seragamnya padahal nggak lagi bertugas. Tapi saya tetap berpikir positif, mungkin beliau memang lagi bertugas. Mungkin bukan buat menjaga kereta, tapi diperintah sama kumendannya untuk menuju kesatuan lain.

Tapi pikiran itu malah bikin takut juga. Bayangkan kalau mendadak ada perang, terus tentara dari satu asrama ramai-ramai keluar dan nyegat angkot di depan kesatuannya untuk menuju medan perang. Apalagi ini kereta api, di musim mudik lebaran pula. Pesan tiketnya kan harus jauh-jauh hari. Seminggu atau mungkin malah sebulan sebelumnya.

Bisa-bisa perangnya sudah selesai, tentara kita baru sampai medan laga. Bisa-bisa rempah-rempah dari Malang sudah dipakai membumbui steak sapi Wellington medium rare di Amsterdam, tentara kita masih asik fesbukan di dalam kereta yang berhenti lama di Walikukun.

Atau jangan-jangan Pak Tentara di depan saya ini Thor yang saya cari-cari. Tapi ngapain Thor masuk TNI? Apa supaya jadi panglima dan digadang-gadang jadi calon presiden? Mau jadi raja di Asgard sekaligus presiden di Indonesia? Thor kok maruk gitu ….

Saya sebenarnya bisa saja nanya langsung sama Pak Tentara di depan saya itu, tapi nggak enak. Bukan nggak enak sama sepatu larsnya, tapi nggak enak sama ibu-ibu paruh baya di sebelahnya yang juga karena tuntutan profesinya harus pakai seragam ke mana-mana: suster. Bukan suster rumah sakit, tapi suster Katolik.

Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, saya jadi teringat jilbab, atau sekarang bahasa kerennya hijab. Kata temen saya, jilbab itu dipakai untuk menutupi aurat supaya nggak menggoda laki-laki, tapi ke sini-sini, saya lihat jilbab atau hijab itu malah tambah modis. Apa itu nggak malah menggoda?

Iklan

Tapi anggaplah ini pertanyaan dari orang yang nggak paham.

Soal suster tadi, kejadian berikutnya malah bikin saya kaget. Dari bangku di sebelahnya, di seberang gang, seorang ibu-ibu yang lain, yang pakai jilbab, nanya ke suster tadi, “Mengko ana sing njemput?” Nanti ada yang njemput? Dari bahasanya, saya yakin mereka bukan orang yang baru kenal di dalam kereta.

Di Blitar, suster dan ibu yang nanya tadi turun, dan anak perempuan ibu berjilbab tadi gantian nanya ke sang suster, “Tas Bude yang mana?” Jadi, ibunya pakai jilbab sementara budenya adalah seorang suster. Asli! Jadi nyesel saya banding-bandingin jilbab sama baju suster.

Tidak heran kalau Obama bela-belain mudik ke Yogya buat belajar unity in diversity. Mungkin karena beliau tahu, pelajaran kayak gitu nggak akan didapatnya lagi di negaranya yang sekarang dipimpin sama Paman Donald. Makanya, Bam, kalau kuliah, di BSI aja ….

Di dunia nyata, nggak seperti di media sosial, keberagaman bukan masalah. Celakanya, persoalan justru ada di orang-orang yang seagama. Di Blok M, misalnya, ada anggota Brimob yang ditikam setelah selesai sembahyang oleh teroris yang sembahyang bareng beliau. Sebelah-sebelahan pula.

Kata koran, nama pelakunya Mulyadi. Di Cikarang sempat dicari-cari dan ketemu empat Mulyadi. Kata koran yang saya baca, Mulyadi-Mulyadi itu, yang satu pekerjaannya jaga pemancingan, satu lagi dipenjara karena kasus narkoba, satu mengidap kelainan jiwa, dan satu lagi warga RT 10. Mulyadi yang mantan redaktur media daring nggak ada? Eh, udah nggak mantan lagi ding.

Tapi ini aneh juga, walaupun membahagiakan, senjata teroris makin lama makin minimalis. Dulu bom Amrozi dan kawan-kawannya sempat ada yang menyebut bom atom mini, terus turun jadi bom di dalam mobil box, terus turun lagi jadi bom panci. Mungkin karena panci presto mahal, turun lagi jadi pakai pistol. Sekarang malah turun lagi jadi pakai pisau doang.

Bukannya mau ngasih ide, tapi di tempat kerja saya, di proyek, banyak banget alat-alat yang bisa dipakai. Mulai dari batu bata sampai palu tukang. Baiklah, batu bata mungkin kurang mematikan, tapi palu tukang kalau dihantamkan ke kepala juga bahaya. Apalagi sekarang, kereta dan kendaraan umum lain di Indonesia dilengkapi dengan palu. Katanya sih buat mecahin jendela kalau ada kejadian darurat.

Mungkin penjahatnya belum kepikiran pakai palu untuk melakukan aksinya, karena mereka sama kayak saya: nggak tahu gimana cara mecahin kaca tempat palu itu disimpan. Di sinilah kita seharusnya berterima kasih karena PT KAI sudah memakai Mjolnir sebagai alat pemecah kaca mereka.

Bravo, Pak Kereta!

 

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: AmroziBom PanciklatenLebaranMalangMudikterorisThor
Cepi Sabre

Cepi Sabre

Artikel Terkait

Hadiah sepatu mahal merek Adidas untuk ibu dari gaji UMR Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Tak Tega Lihat Ibu Sakit-sakitan, Akhirnya Belikan Sepatu Mahal dari Hasil Gaji UMR Jogja agar Ibu Lekas Sembuh

19 November 2025
Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO
Liputan

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
Yamaha Mio 2011 bisa dipakai perjalanan dari Jogja-Klaten. MOJOK.CO
Catatan

Menantang Diri dari Jogja ke Klaten Memakai Yamaha Mio Butut Berusia 14 Tahun, Penuh Rintangan tapi Tetap Jadi Motor Kesayangan

24 Oktober 2025
Perajin payung hias di Paguyuban Ngudi Rahayu, Juwiring, Klaten. MOJOK.CO
Liputan

Para Pelukis Payung di Klaten, Hasilkan Jutaan Rupiah dari Desa Sendiri

21 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.