MOJOK.CO – Saya menolak dengan keras terhadap anggapan open BO Jogja itu mahal. Menurut saya, itu hasil pengamatan yang sesat dan terlalu dangkal.
Sebelum mulai, saya harus menyampaikan sesuatu. Jadi, untuk mengenang masa kejayaan grup Facebook dan WhatsApp beberapa tahun lalu, ada yang harus saya tegaskan. Untuk tulisan ini, saya tidak mau menyebut “wanita-wanita freelance” sebagai PSK, tapi WP atau Wanita Panggilan. Kami, para “pelaku dan pelanggan”, menggunakan istilah ini di dalam grup-grup legendaris tadi.
Antara 2018 hingga 2022, bagi saya, durasi menggunakan MiChat sudah seperti saat menggunakan Tokopedia, Zalora, atau Gojek. Kalau mau belanja, buka-buka Tokopedia atau Zalora. Untuk memuaskan nafsu makan, tinggal buka Gojek. Nah, kalau urusan maksiat, MiChat menjadi aplikasi yang berguna, di mana saja.
Untuk tulisan ini, MiChat menjadi “alat” untuk menjelaskan bahwa open BO Jogja itu sebetulnya nggak mahal amat. Hasil penelitian atau pengamatan yang menyatakan BO di Jogja mahal itu belum komplet dan menurut saya terlalu dangkal.
Baca halaman selanjutnya: Peta open BO Jogja yang perlu kamu ketahui.
Kondisi dunia open BO Jogja yang kamu harus tahu dulu
Mari kita langsung jalan-jalan ke bagian selatan Jogja saja, di sekitar Prawirotaman, Jogokaryan, atau Jalan Parangtritis. Saran saya, duduklah di sebuah coffee shop atau burjo di sekitar situ, lalu membuka MiChat. Kamu akan dengan mudah melihat profil akun perempuan dengan status seperti berikut ini.
Ada yang menulis status Open, Ready, Rasa Pacar, No Kiss and Jilmek, BBW, Cash Inc, Stay, OP, Kerja Sendiri, Deal-OTW, dan lain sebagainya. Saya tidak perlu menjelaskan makna istilah di atas satu per satu, kan. Nah, kalau kalian pengguna MiChat dan memahami skena open BO Jogja, akun dengan status di atas adalah yang Anda cari.
Supaya Anda memahami skena open BO Jogja, para WP itu sangat mengenal daerah selatan sebagai tujuan “expo”. Maksudnya, mereka sedang menjelajahi kota ke kota dan Jogja salah satu tujuannya.
Nah, dari pengalaman pribadi, saya pernah bertanya ke salah satu dari mereka terkait daerah selatan Jogja. Mayoritas dari mereka menjawab bahwa daerah selatan gudangnya wisatawan. Oleh sebab itu, daerah selatan menurut mereka itu cukup menjanjikan pundi-pundi uang.
Berdasarkan pengamatan, para “pengguna setia” MiChat mukim di daerah tengah. Mulai dari batas Tugu Jogja hingga bagian utara. Selain itu, rata-rata pelanggan tetap open BO Jogja yang konsisten menggunakan jasa WP adalah mahasiswa berkecukupan. Mayoritas mereka kuliah di sekitaran Seturan, Babarsari, Pogung, dan Jalan Kaliurang. Sementara itu, pekerja kelas menengah juga sebagian besar bermukim di beberapa lokasi tadi.
Oleh sebab itu, berdasarkan pengalaman open BO Jogja, saya pernah menyarankan ke salah seorang WP untuk bergeser sedikit ke utara. Dia mengeluh sepinya tamu. Selain karena pelanggan militan, jangkauan radar MiChat belum sedetail Line atau Tan-Tan. Jadi perlu effort untuk me-refresh hingga beberapa kali supaya bertemu “jodoh”. Misalnya laki-lakinya berada di Jalan Magelang kilometer 12, sementara si perempuan ada di sekitar Jogja Expo Center.
Masalah harga mahal dan murah
Kasus open BO Jogja dianggap mahal ini sudah terjadi sejak zaman WeChat dan BeeTalk. Namanya pekerja “independen”. Sebenarnya mereka bebas mau melakukan apa saja dengan jasa yang akan mereka berikan. Tahukah Anda bahwa kamar hotel bintang 3 atau 4 di akhir pekan, memesan GoFood, dana transportasi, perawatan tubuh, hingga cemilan Chitato itu butuh modal. Apalagi sebagian yang expo di Jogja adalah WP yang sekaligus ingin liburan.
Ada alasan lain juga yang kadang membuat WP memasang tarif mahal, dan hal ini pernah saya tanyakan langsung. Mereka sebenarnya enggan melayani laki-laki lebih dari 3 sampai 4 orang dalam sehari. Itu melelahkan untuk fisik dan psikis.
Bayangkan saja kalian bertemu dan telanjang dengan 4 sampai 5 orang berbeda dalam sehari. Masalah bau badan, keringat, bau mulut, sampai harus berkali-kali mengatur mood agar terlihat ramah dan menggoda supaya nggak dapat bintang satu itu berat banget. Belum lagi kalau WP bertemu pelanggan yang menyebalkan. Sudah pasti melelahkan.
Setiap habis satu sesi mereka harus bersih-bersih, menggunakan parfum, dandan ulang, merapikan tempat tidur sendiri, dan hal lain yang bisa mendukung mood mereka menerima tamu lagi. Ini semua demi kenyamanan tamu berikutnya.
Beda konsep, beda keadaan
Beda soal kalau di lokalisasi atau SPA plus, ada cleaning service atau pemilik rumah yang bertugas merapikan ruangan. Mereka dibayar dari bagi hasil pendapatan PSK tadi. Si PSK bisa fokus merapikan dandanan sembari mengambil nafas, istirahat untuk menerima tamu selanjutnya.
Jangan salah juga, membandingkan harga open BO Jogja freelance dengan lokalisasi itu nggak tepat. Dari soal kamarnya saja sudah berbeda. Kalau di lokalisasi, paling banter kamarnya semewah hotel melati atau kos harian yang temboknya tidak bersih. Sementara itu, kalau freelance kebanyakan mencari hotel yang bagus dengan harga terjangkau karena mereka beraktivitas juga di kamar itu selama berhari-hari.
Itu hanya sedikit persoalan dari risiko pekerjaan WP yang freelance. Makanya bagi saya jadi wajar kalau ada yang memasang tarif “yang katanya mahal”. Mungkin mereka bukan tipe yang mementingkan kuantitas, tapi lebih ke kualitas dan kenyamanan untuk mereka sendiri dan pelanggannya. Walau saya akui, ada saja 1 atau 2 WP bertarif mahal yang pelayanannya serampangan. Ini pernah saya alami di Jogja dan Malang. Tapi ya, namanya pengalaman, pasti ada yang tidak menyenangkan.
Baca halaman selanjutnya: Open BO Jogja mahal? Itu temuan yang nggak berdasarkan kebenaran!
Apakah semua kasus harga open BO Jogja bertarif mahal?
Jawabannya jelas tidak! Khusus untuk MiChat dan WAG, sampai saya menulis ini, harga rata-ratanya masih ada di angka Rp500 sampai Rp800 ribu untuk short time, baik yang freelance atau SPA khusus. Tarif tersebut masih bisa berkurang dengan nego sewajarnya. Bahkan ada yang menyanggupi untuk bercinta sampai 2 kali dengan harga segitu. Apalagi di hari-hari yang sepi pelanggan. Para pelanggan open BO Jogja itu tidak “sebagus” kota-kota seperti jakarta atau Surabaya. Tidak setiap radius 5 kilometer ada laki-laki hidung belang, punya uang, niat, dan siap bertempur kapan saja.
Apalagi pesaing WP freelance di sini sedikit. Jadi mungkin dalam semalam, di hari-hari biasa, hanya ada 20 sampai 30an akun yang bisa kalian temukan di MiChat. Mereka punya segmen pasar masing-masing dan pelanggannya pun tidak semuanya militan. Hanya 3 dari 10 orang saja yang rutin menjelajahi kamar-kamar hotel berisi WP minimal 3 sampai 4 hari sekali. Jadi kemungkinan mendapat harga mahal bisa dibilang 50-50. Tidak semua wanita open BO Jogja itu bertarif mahal. Main-mainlah ke Seturan, Gejayan, Babarsari, dan Janti.
Risiko penularan penyakit
Persoalan ini akan selalu jadi bahan pembicaraan sejak prostitusi lahir hingga hari ini. Sejauh pengalaman saya di skena open BO Jogja, hanya 4 sampai 5 kali saya mendapat tawaran untuk tidak menggunakan kondom atas nama pelayanan lebih atau rasa suka. Bahkan belasan kali juga saya bertemu WP yang menolak untuk ciuman. Saya maklum saja kalau ada kejadian begitu. Toh sebelum berangkat menuju lokasi saya sudah mendiskusikan syarat dan ketentuan.
Apakah mereka semua sembrono? Tidak. Banyak dari mereka yang “taat peraturan” sekaligus takut kalau melakukan sesuatu dengan risiko penyakit menular. Misalnya tidak memakai kondom atau berpindah tiba-tiba dari bergesekan kelamin lalu pindah ke blow job. Tidak sembarangan juga, Bung.
Saya 3 kali bertemu wanita yang mewajibkan mandi dulu sebelum bercinta; 2 kali di Jogja dan 1 kali di Surabaya. Itu tentu bukan penangkal penyakit, tapi 3 orang wanita itu senang bercinta dalam kondisi bersih dan wangi. Salah satu dari mereka sempat berkata kalau sprei kamar terasa bersih dan tidak berbau, maka dia akan menikmati istirahat yang cukup untuk keesokan harinya siap menerima tamu lagi. Bahkan dia rajin meminta cleaning service membersihkan kamar hotelnya setiap hari.
Saat sedang punya hubungan dengan wanita misalnya, saya nyaris tidak pernah “berciuman klomoh” dengan wanita yang open BO. Entah apa yang memicu sehingga ada anggapan berciuman mesra dengan wanita lain akan mengurangi risiko penyakit, rasa bersalah, dan tentu perasaan suka saat bercinta. Klise.
Buat saya, dengan tidak melakukan hal-hal tadi memang rasanya sedikit berbeda. Saya seakan-akan tidak punya beban moral, baik itu dianggap selingkuh atau berbuat salah dengan hubungan yang sedang saya jalin. Ah, begitulah, namanya laki-laki brengsek.
Open BO Jogja dan sekitarnya
Pernah berpetualang dengan MiChat ke mana saja selama di Jogja? Pernah di kos dengan bangunan 90-an di Jalan AM Sangaji? Hotel kuning bintang 3 di Gejayan atau dekat UIN? Apartemen sekitar Seturan atau timur Fly Over Janti? Jalan Magelang-Malioboro yang banyak bohongnya? Kos eksklusif yang banyak cabangnya? Atau tempat tidak terduga seperti sekitar Jalan Kapten Haryadi, di sekitar mall lapangan Denggung, Jalan Kaliurang KM 8 di pinggir kali, Jalan Kaliurang dekat toko roti sampai hotel gelap di dekat Ambarrukmo?.
Tentu tidak hanya di situ saja, masih banyak titik-titik bergumul yang tersembunyi di sekitar tempat Anda menetap di Jogja saat ini. Ras-rasanya, open BO Jogja itu merata di semua tempat. Saya sempat cukup dikagetkan dengan banyaknya pilihan lokasi tanpa harus jauh-jauh ke Jogja bagian selatan.
Sebagai informasi, saya sementara tinggal di Jogja bagian utara. Batas terjauh saya kalau ingin menjelajah hanya sampai di Seturan-Jalan Solo (Platinum.dsk)-Pingit. Kalau lebih jauh dari itu dan sedang tidak mood, mending tidur, deh.
Saya sempat berdiskusi dengan seorang teman tentang pemetaan lokasi-lokasi open BO Jogja dan sekitarnya. Kami mencoba memetakan daerah mana yang paling banyak pelaku Open BO. Hasilnya, sampai hari ini, masih dikuasai oleh Jogja bagian utara. Soal di mana titik jelasnya, silakan cari sendiri, nanti tulisan ini malah jadi kunci pencarian buat yang ingin razia. Halah, razia tok nggak ada pembinaan yang proper dan malah diskriminatif ngapain?
Mereka sebenarnya orang-orang baik
Tidak semua perempuan di skena open BO Jogja itu adalah orang-orang jahat. Memang, banyak yang memanfaatkan dunia open BO sebagai lahan penipuan.
Bagi kami yang sudah sering menggunakan Michat, bertemu WP yang ketus dan saklek sebenarnya hal biasa. Ulah dari orang-orang yang brengsek memanfaatkan nafsu membabi buta laki-laki itu yang akhirnya membuat pelaku open BO Jogja dan pelanggan sering salah paham. Yang satu berhati-hati dengan pelanggan, yang satunya takut kena tipu.
Lalu, darimana saya tahu wanita-wanita yang muncul di MiChat itu sebenarnya baik? Tentu dari berpetualang saya akhirnya tahu bahwa mereka juga wanita biasa. Ada yang ibu rumah tangga, karyawan di siang hari, istri seorang buruh, orang berkecukupan yang mengejar sensasi, mantan pemandu karaoke, hingga jebolan panti pijat terkenal. Ada yang pendidikannya cukup, pengetahuannya sedikit, memiliki luka masa lalu, dan lain sebagainya.
Mereka selalu berusaha berperilaku dengan baik. Oleh sebab itu, nggak ada salahnya mereka mengharapkan para tamu juga berperilaku baik. Bagi mereka, ukuran “perilaku baik” itu, salah satunya, memberi tips.
Keinginan mereka sederhana, yaitu bisa melayani tamu sebaik mungkin, bertemu tamu yang sopan, bisa menabung, tidak kena penyakit, tidak kena grebek sampai dipersekusi, dan tentu akan ada waktunya berhenti dari skena open BO Jogja.
Soal kapan dan bagaimana, banyak dari mereka yang memasrahkan itu kepada Tuhan. Oleh sebab itu, saya tidak setuju skena open BO Jogja dianggap mahal.
Penulis: Khoirul Fajri Siregar
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Menelusuri Geliat Open BO Jogja yang Katanya Termahal, Harganya Berkali Lipat UMP DIY
dan kisah menarik lainnya di rubrik ESAI.