Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Nia Ramadhani dan Citra Perempuan Nggak Bisa Ngapa-ngapain dalam Media

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
11 Februari 2020
A A
Nia Ramadhani dan Citra Perempuan Nggak Bisa Ngapa-ngapain dalam Media
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Media belakangan menggambarkan perempuan lewat Nia Ramadhani: kaya dan cantik, tapi di sisi lain dicitrakan nggak bisa ngapa-ngapain.

Pagi tadi, saya menggoreng ikan sampai gosong seperti arang. Sayang sekali, saya bukan Nia Ramadhani ya gengs, yang bisa pakai frekuensi publik sebebas sultan untuk bikin viral hal-hal yang luar biasa

Beberapa hari setelah video Nia Ramadhani nggak bisa mengupas salak viral, acara “Ngopi Dara” Trans TV menyiarkan judul Nia Ramadhani nggak bisa mengupas buah. Saya pikir, buah yang tidak bisa dikupas Mbak Nia adalah buah tebu atau buah kelapa. Kalau untuk mengupas dua buah itu memang perlu keahlian khusus megang sabit sih. Tapi ternyata, Nia Ramadhani ngupas manga aja nggak bisa.

Baik. Bisa dimaklumi. Blio beralasan, sejak kecil kalau mau makan, mamanya selalu menyediakan buah potong ke hadapannya sehingga tinggal makan saja.

Dalam episode Nia pertama kali pergi ke pasar, berikut adalah transkrip verbatim yang bisa saya dengar:

Jedar                : Nia, emang kamu bisa masak?

Nia                   : Ya bisalah. Aku mau masak tahu yang dicocol-cocol itu. Itu tahunya digoreng, terus dicocol-cocolin itu. Pakai apa ya?

Jedar                : Cabe?

Nia                   : Iya cabe.

Kemudian mereka berinteraksi dengan pedagang di pasar.

Nia                   : Saya mau masak tahu dicocol cabe itu. Cabenya yang mana?

Nia                   : Terus pake apa lagi, Bu, bikin cocolannya?

Nia                   : Aduh itu kok duit ditaruh di atas cabe?

Nia                   : Ini cabe apa sih? Oh, bikin lebih pedes.

Iklan

Nia                   : Gimana sih masak tahu dicocol? Oh, tinggal cebur-ceburin doang (sambil kipas-kipas kepanasan).

Lalu, media digital keesokan harinya membuat konten berita spektakuler yang datanya diperoleh dengan berkeringat dari observasi mendalam lewat tayangan Youtube.

NIA RAMADHANI PERTAMA PERGI KE PASAR

NIA RAMADHANI HERAN BELANJA DI PASAR MURAH BANGET

NIA RAMADHANI NYEMPLUNGIN TAHU KECIPRATAN MINYAK

Bajilak, cocol dengkulmu.

Selain episode itu, episode soal disabilitas Nia Ramadhani dalam melakukan hal-hal yang seharusnya dapat dikerjakan oleh normal masih terus berlanjut.

Seperti: Nia tidak bisa menggoreng telur, Nia kesasar di rumahnya sendiri, Nia tidak bisa membuka pintu kamarnya, Nia tidak bisa melipat pakaian, Nia heboh kecipratan minyak, Nia tidak pernah naik KRL, dan segambreng kekonyolan lainnya untuk ditertawakan masyarakat kismin bersama-sama.

Dengan kata lain, perempuan di media digambarkan level Nia Ramadhani: perempuan super kaya dengan privilege kecantikan dan materi, tapi di sisi lain nggak bisa ngapa-ngapain.

Padahal, perempuan dengan power sebesar Nia sudah mestinya dapat berbuat banyak hal, bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk memberikan energi kebaikan kepada perempuan lainnya.

Saya yakin, orang-orang kaya yang normal lebih terekspos kepada banyak akses: akses pendidikan, akses ekonomi, akses politik, akses sosial alias pergaulan, bahkan akses hiburan. Sehingga, mereka sudah pasti lebih menguasai berbagai keahlian dan punya banyak pengalaman.

Sayangnya, media nggak mau itu terjadi. Media, dengan pandangan yang amat kuno dalam membentuk citra perempuan, mengharuskan perempuan memilih: cantik manja bego, atau miskin berjuang ditindas.

Padahal Mbak Najwa Shihab kan sudah bilang, kenapa perempuan harus selalu memilih? Seolah-oleh ia tidak bisa mendapat semuanya. Ya berpengetahuan, ya berdaya.

Saya kok yakin, dalam kesehariannya, Nia Ramadhani kayaknya nggak selemah itu sampai nggak tahu penampakan cabe sama bawang.

Sebetulnya, pandangan kuno soal perempuan itu pun sudah jauh berubah lho. Iklan kosmetik hari ini nggak cuma ngomongin soal warna kulit aja—misalnya, tapi bagaimana menampilkan perempuan beragam profesi yang memakai kosmetik yang paling nyaman untuk dirinya dalam rangka menjaga penampilan hariannya.

Itu bukti kalau sebuah stigma yang sudah mengakar ratusan tahun soal mitos kecantikan perempuan bisa berubah kalau industri yang menyuplai dan melegitimasi kuasa pengetahuan soal perempuan—dalam hal ini media—mampu menyediakan informasi yang baik.

Tapi kan salah masyarakat yang menonton itu? Definitely.

Masyarakat kita bisa jadi juga mengimani oposisi biner yang sudah jadi imaji penggambaran berabad-abad begitu: cantik manja nggak pernah ngapa-ngapain atau miskin bekerja keras ditindas. Perempuan kelas bawah menerima itu sebagai gambaran yang benar-benar nyata, bahwa maklum orang kaya tidak bisa ngapa-ngapain.

Well, perempuan di media kini tidak hanya perempuan cantik yang jahat atau perempuan miskin bertakwa pakai jilbab yang dianiaya suami kaya yang selingkuh lalu hanya bisa berdoa hingga suaminya mendapat azab. Kita sudah sampai pada level perempuan cantik dan super kaya, tapi harus bodoh.

Barangkali agar bisa ditertawakan bersama, agar kita bisa sejenak lupa persoalan komunitas perempuan yang sesungguhnya: perempuan dan kemiskinan, kawin anak, stunting dan gizi buruk, lingkaran setan kekerasan, beban ganda dan lain-lain.

Oh iya, kita kan sudah sangat terbiasa dengan tayangan kemiskinan di layar kaca yang jadi komoditas. Kini saatnya tayangan kekonyolan orang kaya dong yang jadi komoditas.

Terima kasih, Kak Nia Ramadhani.

Oh iya terakhir, mau kasih tahu aja ke Mbak Nia. Anu, Presiden sekarang udah bukan Pak SBY lagi lho, Mbak. Ya kali aja Mbak Nia nggak tahu yeee kan.

BACA JUGA Nia Ramadhani Hidupnya Enak, tapi Apa Seenak Itu? atau tulisan KALIS MARDIASIH lainnya.

Terakhir diperbarui pada 11 Februari 2020 oleh

Tags: citra perempuanMediaNia Ramadhani
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

Waduh! 3 Konglomerat Media Ini Ikut Pemilu 2024, Yuk Intip Harta Kekayaannya MOJOK.CO
Kotak Suara

3 Konglomerat Media Ini Ikut Pemilu 2024, Yuk Intip Harta Kekayaannya

5 Oktober 2023
Seorang Kakek 73 Tahun di Solo yang Setia Jualan Kliping Sumber Ilmu Pengetahuan. MOJOK.CO
Sosok

Seorang Kakek 73 Tahun di Solo yang Setia Jualan Kliping Sumber Ilmu Pengetahuan

23 Mei 2023
Kisah Loper Koran, Terus Bertahan Demi Sesuap Nasi Meski Sepi Pembeli. MOJOK.CO
Geliat Warga

Kisah Loper Koran, Terus Bertahan Demi Sesuap Nasi Meski Sepi Pembeli

6 Maret 2023
Wisnu Prasetya: Netralitas Media Cuma Ilusi Belaka!
Video

Wisnu Prasetya: Netralitas Media Cuma Ilusi Belaka!

9 Mei 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.