Menanti Polisi Tidur versi Gus Dur Ikut Bersuara soal Prosedur

Polisi tidur adalah polisi unik. Secara fungsi, bisa masuk jajaran Korps Lalu Lintas Kepolisian, namun citranya agak beda sama teman-temannya yang bangun.

Menanti Polisi Tidur versi Gus Dur Ikut Bersuara soal Prosedur Brigadir Sony yang Dipukul Kapolres Nunukan Minta Maaf kepada Pelaku mojok.co

MOJOK.CODari tiga polisi jujur versi Gus Dur, masih ada satu yang layak dikomentari panjang lebar karena kadang menyebalkan, yakni polisi tidur.

Ada anekdot terkenal dari almarhum K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menyentil perilaku institusi kepolisian, yakni polisi baik itu cuma tiga. Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi, dan polisi tidur.

Saat Gus Dur melontarkan guyonan tersebut pada 2008, negara sedang mengalami sengkarut kasus besar korupsi BLBI dan Bank Century yang belum tuntas hingga kini.

Anekdot polisi tidur ini muncul ketika Muhammad AS Hikam, penulis buku Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (2013) sowan ke kediaman Gus Dur. Keduanya berbincang soal dinamika penegakan hukum yang sedang digerumuti praktik korupsi.

Di tengah-tengah perbincangan, Gus Dur yang terkenal nakal tapi banyak akal itu menyelipkan sebuah guyonan yang direfleksikan dari perilaku institusi penegak hukum berseragam sejak Orde Baru.

“Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonan-nya kan hanya ada tiga polisi yang jujur: Pak Hoegeng, patung polisi, dan polisi tidur…,” kata Gus Dur saat itu.

Nah, dari tiga polisi yang disebut Gus Dur itu, saya pikir masih ada satu polisi yang masih menyebalkan dan layak dikomentari meski ia masuk kategori jujur, yakni polisi tidur.

Meski kerja polisi tidur cuma tidur (ya iya laaah, menurut ngana?), tapi tak bisa diabaikan bahwa polisi ini tetaplah pranata umum sipil yang amat penting dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.

Polisi tidur adalah polisi yang paling unik. Secara fungsi, polisi ini bisa masuk jajaran Korps Lalu Lintas Kepolisian. Namun, struktur kepangkatan dan garis komandonya barangkali berada di bawah prajurit pertahanan sipil alias Hansip yang merupakan ujung tombak Hankamrata di lingkungan masyarakat terkecil.

Sudah jadi kesepakatan umum bahwa Korps Lalu Lintas merupakan polisi yang paling menyebalkan. Korps ini dikenal sebagai aparat yang gemar mencari-cari kesalahan pengendara. Berkas berkendara komplit, helm SNI, spion sempurna sepasang, lampu nyala, eh ya tetap ditilang… karena tutup pentil hilang satu—misalnya.

Saking sebalnya, ada mural paling terkenal bergambar polisi lalu lintas memegang pilok dan menulis “Damai itu indah Rp20.000”.

Tentu saja Kepolisian terus berbenah dan memperbaiki layanan institusi agar semakin dipercaya publik. Misalnya saja dengan menerapkan sistem tilang elektronik berbasis kamera CCTV untuk meminimalisir pungli. Pembukaan gerai-gerai Samsat untuk memudahkan pengurusan dokumen kendaraan.

Namun, betapa hebatnya reformasi birokrasi di kepolisian tetap saja tidak menghilangkan praktik nakal dari polisi jujur versi Gus Dur ini. Fisiknya ada dan jumlahnya terus berlipat ganda seiring meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Bila dulu satu kompleks atau gang hanya tiga, sekarang satu gang bisa ada satu regu polisi.

Mending kalau kerjanya individu, tak jarang polisi tidur bertugas secara kelompok beranggotakan tiga sampai lima petugas. Saking luasnya wilayah kerja mereka, bisa saja satu RW ada satu pleton polisi.

Keberadaan polisi beregu ini terpaksa membuat pengendara mengalami grunjalan berkali-kali. Misuh berkali-kali. Seolah-olah kejutan pertama kurang melegakan lalu ditambahi kejutan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Walaupun niatnya baik untuk menindak pengendara ugal-ugalan, tapi tak jarang pula keberadaan polisi tidur malah jadi sumber penderitaan.

Asal Anda tahu, polisi yang sempat dipuji Gus Dur ini adalah musuh utama penggemar Scoopy, Mio dan Beat. Sesantai-santainya gas diputar tetaplah gesrek jua. Baku hantam tak bisa dielakkan sehingga kadang perlu memakan korban onderdil.

Kalau tragedi sudah terjadi korban hanya bisa pasrah. Sebab, sampai sekarang tak ada lembaga peradilan yang bisa menghakimi polisi tidur. Mau mengadu ke Propam pun hanya akan ditertawakan.

Sudah begitu, kalaupun mau ada pencopotan jabatan atau sanksi untuk polisi tidur, baru bisa dilakukan bila jumlah korban yang berjatuhan makin menakutkan. Itu juga bergantung pada kebijakan otoritas setempat, Pak RT misalnya.

Seyogyanya, cukuplah satu gang dua atau tiga saja. Agar kerja polisi tidur efektif, lengkapilah dengan perangkat visual bertuliskan “Awas Ngebut, Kepala Benjut” atau “Gas Digeber, Siap-Siap Tulang Rusuk Geser”.

Bacalah panduan dari Kementerian Perhubungan supaya perekrutan (baca: desain) dan penugasan (penerapan) polisi tidur tidak sembarangan.

Hal semacam ini penting karena polisi tidur yang ramah kendaraan akan menambah tingkat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, ya setidaknya pada karakter (((POLISI))) itu sendiri.

Apalagi saat ini kepolisian sedang mengalami krisis kepercayaan dengan maraknya tagar #PercumaLaporPolisi dan kasus #Smackdown mahasiswa. Polisi jujur versi Gus Dur ini, meskipun mereka nonkesatuan, namun mereka bisa membalikkan keadaan, menumbuhkan kembali kepercayaan publik.

Saya pikir polisi tidur layak membela rekan-rekannya yang pada bangun itu. Sudah saatnya polisi tidur ikut bersuara, tidak hanya lewat aksi-aksi nyata tapi juga lewat postingan dan tagar-tagaran di media sosial.

Ya karena, kita tahu, betapapun menyebalkannya polisi tidur, ia tak pernah melakukan pelanggaran HAM, tak pernah menembakkan gas air mata, tak punya kendaraan taktis semacam water cannon, tak mentung apalagi membanting—kalau menyebabkan orang terbanting iya.

Polisi tidur juga tak pernah salah tangkap, tak pernah keliru menindak pelanggar, tak pernah menyalahgunakan jabatan, dan tak pernah sekalipun nyerang akun pribadi netizen yang banding-bandingin kinerja kepolisian sama satpam BCA.

Cuma satu saja masalah laten polisi tidur: tak pernah mau minta maaf kalau misalnya jadi penyebab kecelakaan.

Oleh sebab itu, dari semua jenis matra tagar di media sosial, sebenarnya hanya polisi tidurlah yang paling memungkinkan menggemakan tagar #PolriSesuaiProsedur. Sebab walaupun mereka tidak sempurna-sempurna amat, tapi setidaknya kesalahan yang dilakukan korps polisi ini memang betul-betul dilakukan oleh oknum, bukan mayoritas.

Meski ya sebaiknya bukan #PolriSesuaiProsedur sih tagar yang diviralkan, tapi #PolisiTidurSesuaiProsedur.

BACA JUGA 3 Alasan Polisi Tidur Dihapuskan Saja dari Muka Bumi atau tulisan Suandri Ansah lainnya.

Exit mobile version