Memang Kenapa Kalau Prabowo Subianto Jadi Presiden Indonesia?

Memang Kenapa Kalau Prabowo Subianto Jadi Presiden? MOJOK.CO

Ilustrasi Memang Kenapa Kalau Prabowo Subianto Jadi Presiden? (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COMemang kenapa sih kalau Prabowo Subianto jadi Presiden Indonesia? Apa iya negara kita bakalan rusuh? Takut amat sih kelen semuwa ini~

Belakangan ini saya perhatikan, media kayak Mojok ini kok berat sebelah ya? Artikel-artikelnya banyak yang memojokkan Prabowo Subianto. Salah satunya artikel beberapa hari yang lalu, yang berjudul “Seperti Trump, Prabowo dan Sandiaga itu Tak Sebodoh yang Kamu Kira.”

Dalam tulisan tersebut katanya model kampanye Prabowo itu seperti Trump, dan katanya rakyat Amerika sekarang banyak yang menyesal karena Trump terpilih jadi presiden. Jadi, kita harus hati-hati jika tidak ingin kecolongan seperti mereka.

Di bawah tulisan itu, saya komen begini: “Memang kenapa kalau Prabowo jadi presiden? Serius nanya. Kok kayaknya Prabowo itu jelek banget. Padahal kan belum tentu….”

Beneran, memang kenapa sih kalau Prabowo menang?

Mari kita lihat sama-sama.

Joko Widodo lebih baik dari Prabowo Subianto. Ah, kata siapa?

Dalam sebuah meme yang dibagikan oleh halaman Nurhadi-Aldo, tampak jelas bahwa Prabowo menang telak dari Jokowi. Bahasa Inggris lancar, Bahasa Arab lancar, Bahasa Jerman lancar, Bahasa Prancis lancar, Bahasa Belanda lancar, biasa berpidato tanpa teks, IQ 139, sudah menerbitkan 5 buku, dan saat ini menjabat sebagai ketua umum Partai Gerindra.

Bandingkan dengan Jokowi. Bahasa Inggris gagap, Bahasa Arab nggak bisa, Bahasa Jerman nggak bisa, Bahasa Prancis nggak bisa, Bahasa Belanda nggak bisa, pidatonya hampir selalu menggunakan teks, IQ cuma 99, belum punya buku, dan terakhir, Jokowi itu cuma petugas partai. Dari situ saja kita sudah tahu kalau Prabowo lebih baik dari Jokowi.

Terus ada yang membantah, Prabowo itu tidak bisa membaca Al-Quran, jarang salat, bahkan pernah ikut perayaan Natal. Eh, kita ini sedang mencari presiden, bukan modin. Presiden itu tidak perlu pinter baca Al-Quran dan juga tidak harus rajin salat, yang penting dia bisa memimpin. Nah, Prabowo jelas bisa dan pasti lebih baik dari Jokowi.

Tapi kan para pendukungnya mengagung-agungkannya sebagai pemimpin umat islam, pilihan ulama? Masak pilihan ulama kayak gitu? Lah, yang bilang begitu kan pendukungnya, bukan Prabowo sendiri? Dan soal ikut merayakan Natal, justru itu menunjukkan bahwa sosok macam Prabowo Subianto itu benar-benar negarawan sejati yang menghargai keberagaman.

Kualitas ketum Gerindra

Kembali ke artikel perbandingan Prabowo dengan Trump, katanya rakyat Amerika banyak yang menyesal karena Trump terpilih jadi Presiden. Tanpa harus googling, saya berani yakin yang menyesal itu pasti bukan pemilih Trump.

Dan jumlahnya pasti nggak beda-beda jauh dari pemilih Trump. Artinya apa? Artinya ada banyak rakyat Amerika yang tidak menyesal dan mungkin malah seneng banget punya presiden seorang Trump.

Trump itu tegas dan berani, meskipun selalu menampilkan diri seperti orang bloon. Perang dagang dengan Cina, cuma Trump yang berani. Presiden-Presiden sebelumnya mana berani melakukannya?

Nah, Prabowo jelas punya kualitas yang mirip-mirip Trump. Ya tegasnya, ya beraninya, dan Prabowo juga terkadang menampilkan diri seperti (seperti lho ya?) orang bloon. Kayak saat bilang bahwa selang cuci darah di RSCM dipakai oleh 40 orang. Trump sekali, bukan?

Dan kalau nanti terpilih jadi presiden dan banyak rakyat yang menyesal, tanpa harus googling saya berani yakin, yang menyesal itu pasti bukan pemilih Prabowo. Dan jumlahnya, pasti tidak sebanyak pemilih Prabowo. Artinya apa? Artinya ada lebih banyak rakyat Indonesia yang tidak menyesal dan mungkin malah seneng banget punya presiden seorang Prabowo Subianto.

Kemampuan komunikasi yang mumpuni

Itu baru Prabowo-nya, belum wakilnya, Bang Sandiaga Salahuddin Uno.

Cakep, tajir, lulusan luar negeri, relijius, dan punya skil komunikasi politik yang ciamik. Emak-emak mana yang nggak meleleh sama yang model begini?

Bang Sandi ini kaya. Sangat kaya bahkan, sampai bisa membuat dua partai besar mau mundur teratur dari mengincar jabatan wapres. Lulusan Amerika, negerinya Tony Stark yang jenius itu. Relijius. Gelar santri sampai ulama berderet di belakang namanya.

Kalau kemarin ada yang bilang Bang Sandi cara wudunya aneh, itu mereka saja yang kurang piknik. Bang Sandi cuma mau memperlihatkan bahwa dia tahu mazhab-mazhab lain dalam ibadah. Dan itu adalah bukti keluasan ilmunya.

Ditambah lagi, skil komunikasi politiknya tiada duanya, dan ini penting bagi posisi wakil presiden. Misal, saat Bang Sandi ingin mengatakan bahwa ekonomi kita sedang morat-marit, dia cukup bilang “Tempe sekarang setipis kartu ATM” atau “Nasi ayam di Singapura lebih murah dari yang di Jakarta.”

Dan kita semua langsung tahu maksudnya. Keren sekali, kan?

Terus ada lagi yang mempermasalahkan, katanya model kampanye Prabowo-Sandi itu berbahaya. Bisa memecah belah bangsa. Ah, kata siapa?

Kalian saja yang paranoid. Itu cuma strategi politik, dan itu sah-sah saja. Tim pemenangan Prabowo-Sandi pasti sudah berhitung matang-matang. Mereka pasti tahu bahwa hoaks dan isu SARA merupakan senjata ampuh untuk mendulang suara.

Apalagi di Indonesia yang katanya memiliki tingkat literasi rendah ini. Mereka sudah menguji-cobanya di Pilkada Jakarta, dan hasilnya kalian bisa lihat sendiri. Jagoan mereka, Anies Baswedan, dengan mudah bisa mengandaskan Ahok yang saat itu seperti tidak bisa dikalahkan.

Dan lihatlah, apakah Indonesia bubar setelah itu? Jakarta jadi ambyar begitu? Enggak, kan? Bahkan Jakarta jadi lebih bahagia kotanya, lebih bahagia warganya. Kalau ada warga yang nggak bahagia, ya itu kan karena mereka nggak pilih Anies aja.

Jadi strategi kampanye Prabowo-Sandi itu sudah benar. Dan meskipun pahit, kalian harus mulai bersiap bahwa Prabowo mungkin saja bakal menang. Lagian, siapa saja presidennya, Indonesia itu dari dulu ya begini-begini saja.

Indonesia pernah dipimpin oleh Sukarno yang keren, Soeharto yang militer, Habibie yang ilmuwan, Gus Dur yang komedian, Megawati yang keibuan, SBY yang santun, dan Jokowi yang pekerja keras. Nyatanya hidup kita ya begini-begini saja.

Yang jomblo tetap jomblo, yang punya hutang juga tidak tiba-tiba lunas. Jadi kenapa kita tidak memberikan kesempatan kepada Prabowo? Bagi saya pribadi, Jokowi atau Prabowo atau Dian Sastro itu tidak ada bedanya. Lagian, Indonesia itu negara kaya.

Dan slogan Jokowi yang kerja kerja kerja! itu membuat hidup kita semua jadi spaneng. Kaya raya kok spaneng! Kaya itu ya nyantai dan leyeh-leyeh. Kayak Mbah Bambang Hartono yang ngabisin waktu luang jadi atlet bridge Asian Games 2018 dan dapat medali perunggu—misalnya.

Jadi, sudah saatnya kita memilih presiden yang membuat kita bisa bermalas-malasan tanpa harus merasa berdosa. Dan lagi-lagi, dalam hal ini Prabowo lebih unggul dari Jokowi.

Sudah saatnya Pak Prabowo!

Terus ada lagi yang bilang katanya Jokowi itu banyak prestasi, jadi harus didukung dua periode agar Indonesia bisa semakin baik lagi. Jokowi membangun jalan-jalan keren dari Sabang sampai Merauke, mengambil alih saham mayoritas Freeport, membagi-bagikan ribuan sertifikat tanah gratis, memberantas mafia migas, Jokowi begini dan begitu, dan entah apa lagi.

Ah, yang bilang bagus-bagus gitu sudah pasti pendukung Jokowi. Tapi nanti dulu. Memang apa manfaatnya bagi saya? Atau bagi kalian? Jalan-jalan yang bagus itu, kalian juga tidak setiap hari melaluinya, wong kalian mainnya ya cuma di situ-situ saja.

Freeport dan migas itu, apa manfaatnya bagi kalian? Setiap hari kalian bangun jam tiga pagi, sikut sana sikut sini demi sesuap nasi, lalu baru tidur lagi jam 11 malam. Apakah setelah Freeport diambil alih, kalian jadi bisa bangun jam delapan pagi dan tidur jam 8 malam?

Jadi sekali lagi, ijinkan saya bertanya pada kalian: Memang kenapa kalau Prabowo Subianto jadi Presiden? Apakah Indonesia akan kiamat? Tolong dijawab dengan sopan, supaya rakyat tahu.

Penulis: Masjudi

Editor: Yamadipati Seno

Catatan redaksi: Tulisan ini pernah tayang pada 12 Januari 2019. Ditayangkan ulang dengan sedikit penyesuaian.

BACA JUGA Meski Ada yang Ngenyek, Prabowo Mengaku Tidak Kapok Nyapres dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version