MOJOK.CO – MBG bukan lagi sebuah program. Ia adalah sistem racun yang merusak siswa dan orang tua. Siswa keracunan, orang tua dibungkam.
MBG sudah jadi perbincangan panas bahkan sejak sebelum direalisasikan. Saya paham, masyarakat bukannya tidak mau optimis atau tidak mendukung program pemerintah. Tapi, ibaratnya bagaimana pohon bisa tumbuh dengan baik kalau akarnya saja tidak kuat. Paham, kan?
Saya sebagai masyarakat awam ikut bertanya-tanya. Sebetulnya, bagaimana sih sistem pengadaan MBG ini. Sampai akhirnya rasa penasaran saya agak terjawab.
Di salah satu sekolah berdasarkan informasi yang saya peroleh dari seorang kenalan di sana menjelaskan bahwa, MBG ini dikelola langsung oleh warga sekitar yang mau modal di awal. Lalu, pemerintah tinggal membayar di akhir sesuai kesepakatan.
Mendengar informasi itu saya jadi tidak heran kalau banyak MBG yang disajikan sembarangan dan terkesan yang penting ada. Bahkan penyedia MBG juga tidak jelas, apakah benar-benar ada pendampingan dari ahli gizi langsung? Jika memang ada standar yang jelas, seharusnya kasus keracunan MBG tidak menghantui siswa dan orang tua.
MBG mulai melenceng, bukannya memperbaiki gizi justru meracuni
Sejak awal dijalankan, MBG sudah banyak menuai kritik dari masyarakat. Berkat media sosial, masyarakat jadi tahu kenyataan banyaknya kasus menu MBG yang jauh dari kata “bergizi”.
Misalnya, beberapa waktu lalu saya melihat konten dari akun Instagram @folkjog yang menunjukkan seorang siswa memamerkan buah semangka MBG yang setipis tisu. Memang ya, kalau urusan potong-memotong begini Indonesia jagonya.
Urusan kelayakan makanan bahkan belum menemui titik terang. Dan sekarang, masyarakat dihadapkan dengan banyaknya berita soal siswa keracunan. Saya bahkan tidak sampai hati melihat ada siswa yang sampai kejang-kejang karena keracunan.
MBG seharusnya menjadi salah satu program untuk memperbaiki gizi gizi buruk dan stunting di Indonesia. Tetapi, sayangnya kenyataan berkata lain. MBG justru semakin melenceng. Alih-alih memperbaiki gizi justru meracuni dan menghantui siswa serta orang tua.
MBG harus segera dihentikan, mau menunggu berapa banyak korban lagi?
Saya merasa sudah cukup mengkonsumsi berita mengenaskan soal MBG sejak awal diterapkan hingga sekarang. Hari ini (19/09/2025), saya memutuskan untuk ikut bersuara.
Jemaah Mojok sekalian, melansir CNN Indonesia (18/09/2025) muncul pemberitaan yang berjudul “Deret kasus siswa diduga keracunan MBG dalam seminggu terakhir”. Dari judul ini saja sudah jelas bisa dinilai bahwa MBG bukan program yang layak dan perlu dihentikan secepatnya. Bukannya berita kompilasi manfaat justru kompilasi penderitaan yang muncul.
Bahkan hanya selang beberapa jam setelah berita itu tayang, muncul kasus baru keracunan di Banggai sebanyak 250 siswa. Kemudian, pagi ini dari berita Kompas, saya semakin merasa berhak untuk marah ketika membaca kasus keracunan yang terus terjadi selama 8 bulan ini sudah memakan korban sebanyak 5.360 siswa.
Sudahlah Bapak Prabowo, mau menunggu berapa banyak korban lagi? Apa sebenarnya tujuan MBG yang mati-matian Anda perjuangkan ini? Sudah tidak ada alasan lagi untuk mengorbankan siswa dalam program pemerintah yang belum siap.
Tidak usah memaksa lagi baiknya segera hentikan saja!
Sederhananya orang akan berpikir untuk berhenti dan putar balik ketika menemui jalan buntu. Tetapi, pemerintah rasanya lebih memilih untuk memaksa membuka jalan baru sekalipun itu tidak mungkin. Begitulah program MBG, sudah jelas-jelas menuai banyak kritikan tapi masih coba dipertahankan.
Melihat kasus yang terjadi selama 8 bulan ini, pemerintah hanya sibuk evaluasi, evaluasi, dan evaluasi. Apa hasilnya mengevaluasi secara berkala dan gontok-gontokkan di gedung padahal titik terang saja tidak ditemukan dari program ini.
Kalau masih ngeyel juga, coba deh dengarkan saran dari rakyatmu ini. Banyak orang juga masih peduli dengan program MBG dan memberikan solusi yang menurut saya akan lebih mudah menyelesaikan persoalan kerancuan ini.
Saya menyimak video reels yang diunggah oleh akun @felix.zulhenri.phd seorang ilmuwan di bidang ilmu pangan dan bioteknologi. Dia memberikan saran untuk anggaran 1,2 triliun per hari itu diberikan langsung saja kepada dapur sekolah. Dengan begitu, makanan yang diterima siswa masih segar dan minim terkontaminasi bakteri yang bisa berpotensi mengakibatkan siswa keracunan.
Saran yang diberikan sangat masuk akal. Bahkan pengalaman saya ketika SMA dan harus asrama, belum pernah ada yang namanya keracunan makanan dari dapur sekolah. Tetapi, sayangnya pemerintah agaknya gengsi untuk mendengarkan suara rakyat biasa macam kita.
Bukti MBG malah menjadi ladang baru korupsi
Seperti film sinetron yang biasa kita tonton, kewaspadaan tentang akhir cerita MBG ini sudah bisa ditebak arahnya. Ya, betul sekali. Apalagi kalau bukan desas-desus berita korupsi yang rasanya sudah diyakini masyarakat akan terjadi. Dan yang benar saja. Belum lama ini keluar berita menghebohkan yang membuat masyarakat Indonesia bisa bilang, “Tuh kan”.
Ketika saya menelusuri media sosial X, ada postingan dengan caption picture “Terbongkar! 5.000 dapur fiktif di program makanan bergizi gratis”. Sebelum tersulut emosi, saya ambil nafas dulu dan mencari kebenaran berita tersebut.
— Info Jateng (@Jateng_Twit) September 19, 2025
Ternyata ini benar. Saya menyimak secara seksama berita yang disampaikan oleh TV One. Di sana dijelaskan oleh Nurhadi, bahwa ada dugaan 5.000 dapur fiktif MBG yang terdaftar, tapi tidak ada bentuk fisiknya. Hal ini jadi bukti bahwa pendanaan yang tidak sedikit menjadikannya rentan menjadi ladang korupsi baru.
Mau sampai kapan cerita lama terulang kembali?
Sangat disayangkan, anggaran yang menggerogoti hampir setengah dana pendidikan itu hanya berujung meracuni siswa. Daripada 1,2 triliun per hari hangus untuk meracuni siswa lewat MBG lebih baik difokuskan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Saya pikir pemerintah juga sadar bahwa masih banyak persoalan pendidikan yang lebih penting untuk dipertimbangkan. Mulai dari kesejahteraan guru, sarana dan prasarana pendidikan, belum lagi persoalan literasi, perkembangan teknologi, dan masih banyak lagi.
Saya akan coba menyoroti hal paling mendasar yang lebih dibutuhkan oleh siswa ketimbang MBG. Pertama, soal prasarana pendidikan berupa bangunan sekolah yang layak.
Berdasarkan data yang disajikan oleh Muslimah News, setidaknya data dari BPS tahun 2023/2024 masih ada SD sebanyak 48,71% mengalami rusak ringan atau sedang dan 10,52% rusak berat. Ini bukan angka yang sedikit dan sangat memprihatinkan. Setidaknya dengan anggaran 1,2 triliun itu per hari itu bisa memperbaiki satu sekolah juga setiap harinya.
Kedua, soal pengembangan literasi. Ini jadi tuduhan yang dibebankan kepada masyarakat Indonesia. Pemerintah malah sibuk menyudutkan masyarakat soal kemampuan literasi yang jauh dari rata-rata.
Padahal, kenyataannya ketersediaan buku dan bahan bacaan yang tidak memadai jadi masalah utamanya. Masih banyak sekolah yang tidak memiliki bahan bacaan yang layak, apalagi perpustakaan.
Saya siap menjadi saksi terkait persoalan ini. Sewaktu SD, sekolah saya tidak memiliki perpustakaan yang layak. Bukunya habis dimakan rayap hingga akhirnya perpustakaan dibongkar dan dijadikan ruang kelas.
Hasilnya, kami tidak memiliki perpustakaan. Saya jadi kembali membayangkan mimpi seorang anak SD yang ingin punya perpustakaan di sekolahnya. Ini cukup menggerus hati saya.
Ternyata, sampai 2019, data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan, dari 148.673 SD yang ada di Indonesia, hanya 66,14% yang memiliki perpustakaan. Setidaknya, dengan fokus menyediakan fasilitas bahan bacaan yang layak pemerintah akan berhasil meracuni mereka dengan jendela dunia bukan makanan yang berujung sia-sia.
Menilik menu MBG yang kian meresahkan dan tidak manusiawi
Menu MBG yang disajikan kepada siswa semakin meresahkan dan tidak manusiawi. Banyak menu yang jauh dari kata layak untuk disebut “bergizi” apalagi manusiawi. Masyarakat bisa memantau ini berkat banyaknya ulasan menu MBG melalui media sosial seperti X.
Sayangnya, dari sekian banyaknya laporan yang menghiasi FYP saya, yang sering muncul adalah menu MBG yang jauh dari kata layak apalagi bergizi. Saya coba cantumkan menu yang meresahkan bahkan tidak manusiawi dari beberapa akun media sosial di X.
Dari akun @cosmiclovae menunjukkan MBG dari sekolah adiknya. Saya jadi salah fokus melihat pisang mentah di kotak MBG ini. Apakah ini cukup layak dan manusiawi untuk siswa?
adek gue ngepap menu MBG hari ini 🗿 makanan rumah sakit lebih mending inimah pic.twitter.com/2PHLaPLOyL
— sobri (@cosmiclovae) September 17, 2025
Cuitan dari akun @raverara_ yang mempertanyakan gizi dari menu MBG di sekolah ibunya. Saya pikir masyarakat juga bisa menilai betapa tidak niatnya MBG satu ini.
Kukira menu² MBG yg ngasihinnya kayak setengah ikhlas yg sering seliweran di medsos tuh hoax. Ternyata bener ya. Ini tadi difotoin di sekolah ibuku. Kalo cuman kayak gini menu untuk siswa SMK kira² gizinya disebelah mana ya? pic.twitter.com/IDqHqt624M
— Raraaa (@raverara_) September 19, 2025
Foto MBG berikutnya dari akun @daniellsinaga_. Saya sepakat sih dengan pertanyaan, “Menu MBG apa kayak gini?”. Ini mah lebih cocok untuk suguhan musyawarah.
Menu MBG apa kayak gini? 😭 pic.twitter.com/YjMrNclf9I
— Daniel (@daniellsinaga_) September 17, 2025
Dari akun @Darryl_Wezy yang mengumpulkan beberapa foto MBG yang tidak manusiawi. Salah satunya, di kotak MBG itu saya penasaran aja sih kenapa telurnya harus setengah begitu. Kayaknya nasi bungkus infaq hari Jumat lebih manusiawi dari ini.
Lucu kali ya kalo para chef, penggiat kuliner, & orang2 yg hobi masak tiba2 bikin kreasi menu konten satir ke pemerintah soal MBG.
Inget ya guys, mulai Januari 2026 anggaran MBG itu 1.2 triliun per hari buat 82.9 juta anak di seluruh Indonesia.
Udah kualitasnya kyk gini pula… pic.twitter.com/i0bwXPmdvi
— Darryl Wezy 🇵🇸 (@Darryl_Wezy) September 17, 2025
Terakhir, postingan dari akun @arsyytek memperlihatkan menu MBG yang lebih tepat disebut camilan.
DAMN?! MENU MBG BEGINI? SEHATNYA DIMANA PLIS? pic.twitter.com/KRDZjiiZyo
— Chim (@arsyytek) September 17, 2025
Itu hanya beberapa foto menu MBG dari sekian banyaknya yang beredar di media sosial. Apakah memang seperti ini yang dimaksud Makanan Bergizi Gratis? Bahkan beberapa menunya manusiawi saja tidak sama sekali. Pemerintah harus segera sadar soal banyaknya kritik MBG yang memang jauh dari harapan kita semua.
Keracunan minta dirahasiakan
Buntut dari MBG yang tidak manusiawi bahkan sampai meracuni siswa ini menambah daftar trauma masyarakat Indonesia kepada pemerintahnya. Dan kali ini, trauma itu lahir dalam pusaran pendidikan terutama siswa.
Trauma itu bertambah ketika beredar sebuah kabar yang bikin muak. Di beberapa daerah, orang tua siswa diminta tanda tangan surat pernyataan. Orang tua harus merahasiakan kasus keracunan yang terjadi. Ini jelas pembungkaman. Sesuatu yang salah, kok malah disembunyikan.
Beredar surat perjanjian Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sleman yang menimbulkan kontroversi. Surat berkop Badan Gizi Nasional itu berisi kerja sama antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai pihak pertama dengan penerima manfaat MBG sebagai pihak kedua. Dari tujuh poin… pic.twitter.com/zsd0A14gKy
— Merapi Uncover (@merapi_uncover) September 21, 2025
Kejadian ini semakin menunjukkan kalau MBG bukan lagi sebuah program. Ia adalah sistem racun yang merusak siswa dan orang tua. Siswa keracunan, orang tua diminta bungkam dan berbohong. Menyedihkan sekali.
Penulis: Karisma Nur Fitria
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA MBG Jadi “Skandal Besar”, tapi Pemerintah Seolah Lepas Tangan: Kudu Dihentikan Sementara dan Dievaluasi Total dan catatan kebenaran lainnya di rubrik ESAI.
