MOJOK.CO – Saat ini, sepak bola kampus kita memang tertinggal sangat jauh dari liga kampus Malaysia. Lantas, apakah Liga 3 memang bisa menjadi jawaban?
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa kampus telah menerjunkan tim sepak bola untuk berlaga di Liga 3. Di Yogyakarta misalnya, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menerjunkan skuat FC UNY, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan UAD FC, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan PS Hizbul Wathan UMY. Kontribusi kampus dalam mengelola ketiganya tidak main-main. Ketiga klub tersebut bisa memanfaatkan fasilitas yang ada di kampus, terutama lapangan sepak bola untuk berlatih dan bertanding.
Dalam hal akses latihan, bisa jadi ketiganya jauh lebih terfasilitasi daripada klub Liga 2 dan Liga 1 yang tidak memiliki lapangan latihan sendiri. Bisa ditebak, klub yang tidak memiliki lapangan akan menjadi musafir saat berlatih. Berpindah dari satu lapangan, ke lapangan lain untuk berlatih mengasah kemampuan dan kerja sama tim.
Wacana ketua umum PSS, Erick Thohir, yang disampaikan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada Jumat (8/9/2023) agar perguruan tinggi ikut serta berkontribusi dalam pengembangan sepak bola menjadi menarik untuk ditelaah dan dikembangkan. Terutama, gagasan Erick Thohir yang mendorong setiap perguruan tinggi memiliki klub sepak bola yang bertanding di Liga 3.
Selama ini klub-klub sepak bola berbasis kampus hanya memiliki satu keunggulan, yaitu lapangan. Itu saja kondisi lapangannya tidak semuanya layak. FC UNY beruntung memiliki lapangan yang layak. Sedangkan yang lain belum memiliki lapangan yang layak.
Melihat lapangan di Malaysia
Malaysia adalah negeri serumpun yang jauh meninggalkan kita dalam sepak bola berbasis kampus. Untuk melihat bagaimana kita jauh tertinggal dari Harimau Malaya, hal termudah adalah melihat fasilitas olahraga yang ada di kampus negeri jiran ini. Di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), kampus terkemuka Malaysia, terdapat 9 lapangan sepak bola. Bandingkan dengan kampus di Indonesia yang hanya memiliki satu lapangan.
Hanya memiliki satu lapangan sepak bola adalah sebuah tantangan bagi kampus. Jika kualitas rumput lapangan dinaikan sesuai standar internasional, maka lapangan sepak bola tidak bisa dipakai secara intens. Adalah fakta, pengguna lapangan sepak bola kampus bukan hanya klub sepakbola Liga 3. Ada unit kegiatan mahasiswa sepak bola, mahasiswa program studi dan fakultas yang mengadakan turnamen internal, dan tim dosen-karyawan. Lapangan UMY bahkan juga digunakan untuk latihan Sekolah Sepakbola (SSB) Hizbul Wathan UMY.
Dalam 1 hari, lapangan bisa digunakan sampai 2 kali, bahkan lebih. Bayangkan jika hanya ada 1 lapangan, kemudian lapangan ini ditingkatkan kualitas rumputnya. Maka, lapangan tidak bisa dipakai dengan intensitas yang tinggi, sedangkan kebutuhan untuk penggunaannya tinggi. Akibatnya, rasa kecewa justru akan muncul.
Solusi menambah jumlah lapangan juga dilematis bagi perguruan tinggi. Kebutuhan gedung kuliah, keterbatasan lahan, dan biaya pembebasan tanah yang tinggi menjadi penghalang. Maka, skema pembangunan fasilitas ilmu olah raga atau sport science oleh PSSI kepada kampus menjadi penting. Seharusnya kampus-kampus yang selama ini telah berkontribusi di Liga 3 menjadi prioritas bagi PSSI.
Kompetisi sepak bola kampus Malaysia contoh untuk Liga 3
Federasi Sepakbola Malaysia (FAM) memberikan kesempatan dan dukungan pada perguruan tinggi di Malaysia. Adanya kompetisi sepakbola antarkampus yang terafiliasi dengan federasi merupakan kolaborasi nyata yang seharusnya bisa ditiru. Tidak perlu malu untuk meniru apa yang telah dikembangkan oleh Malaysia dalam pengembangan perguruan tinggi. Mengingat dalam pemeringkatan perguruan tinggi, Malaysia telah jauh meninggalkan kita.
Sebagai bentuk nyata pembinaan sepak bola kampus untuk bersiap masuk ke kompetisi profesional, Kementrian Pendidikan Tinggi Malaysia mengadakan Liga Sepak Bola IPT sebagai kelayakan. Pada tahun akademik 2022/2023 yang baru lewat, liga ini diadakan pada 5 November 2022 hingga Maret 2023. Ada 3 divisi dalam Liga Sepak Bola IPT, di mana Divisi 1 terdiri dari 13 kampus, Divisi 2 ada 14 kampus, dan divisi 3 sebanyak 16. Untuk Divisi 1, digelar di seluruh Malaysia dengan format tandang-kandang. Divisi 2 dipusatkan di Universiti Malaysia Perlis (UniMAP) Perlis. Sementara itu, Divisi 3 di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) Johor.
Dengan adanya kompetisi sepak bola antarkampus yang terafiliasi dengan PSSI, kepastian status kompetisi menjadi kian benderang. Kampus yang belum siap terjun ke Liga 3, bisa bermain di kompetisi yang pesertanya semua adalah mahasiswa. Setelah siap, kampus bisa berpartisipasi ke Liga 3.
Tantangan bagi kampus di Indonesia
Terjun ke Liga 3 bukan persoalan yang mudah bagi tim yang berasal dari kampus. Mereka harus bersaing dengan tim amatir lain, yang masih bisa didukung oleh dana publik dari pemerintah, sehingga menjadi tantangan tersendiri. Belum lagi, biaya operasional yang tinggi, terutama saat pertandingan tandang.
Tantangan lain adalah ketersediaan pemain. Mengandalkan pemain dari mahasiswa saja akan menjadi persoalan. Mahasiswa dituntut untuk kuliah, demi kelulusan tepat waktu. Meninggalkan bangku kuliah untuk berlatih dan bertanding akan menjadi tantangan bagi mahasiswa.
Beruntung jika birokrasi kampus dan dosen pengampu mata kuliah memahami kondisi dan mengizinkan mahasiswa untuk berlatih dan bertanding. Bagi universitas yang memiliki program studi olahraga atau pendidikan olahraga, tantangan ini bisa diatasi dengan memberikan pilihan kepada mahasiswa untuk ikut berkompetisi di Liga 3.
Di tengah berbagai tantangan dan persoalan yang ada, faktanya, kampus di Indonesia yang selama ini belum mendapat dukungan dari federasi, tetap bisa berkiprah di Liga 3. Kampus-kampus inilah yang seharusnya didatangi oleh PSSI dan diberi dukungan nyata dalam penyempurnaan infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia.
Jika tidak segera dilakukan, Malaysia akan semakin jauh meninggalkan kita!
Penulis: Fajar Junaedi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Liga 2 Indonesia, Kompetisi Sepak Bola Paling Seru di Dunia dan analisis lainnya di rubrik ESAI.