Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Betapa Entengnya Kita Dengan Label Munafik

Abdul Halim oleh Abdul Halim
26 Februari 2017
A A
munafik
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Adalah Muadz bin jabal, salah seorang sahabat terdekat Nabi yang tergolong sebagai assâbiqunal Awwalûn (golongan pertama masuk Islam). Ayahnya adalah Abu Abdirrahman. Ia dikenal dengan Imâmul Fuqahâ: Pemimpin para ahli agama. Nabi pernah menjulukinya dengan seorang yang paling paham soal halal & haram. Ia juga dijuluki dengan Kanzul Ulamâ (gudangnya ilmu/ memiliki wawasan sangat luas). Ada pesan yang terkenal dari Muadz bin Jabal, berikut pesannya: “Ilmu itu ialah mengenal dan beramal. Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberikan manfaat dengan ilmu itu sebelum kalian mengamalkannya lebih dulu…”

Alkisah, Mu’adz bin Jabal mengimami shalat isya’ di kampungnya. Kemudian di dalam shalatnya, ia membaca surat-surat yang panjang sekali. Salah seorang sahabat ada yang merasa kesal karena bacaan suratnya terlalu panjang. Akhirnya, sahabat yang tidak diketahui namanya itu berhenti menjadi makmum dan shalat sendirian. Setelah semuanya selesai, seorang sahabat yang lain menceritakan peristiwa itu kepada Muadz.

Mendengar peristiwa itu, Muadz langsung berkata, “Sesungguhnya ia adalah orang munafik!”

Sahabat yang dituduh munafik oleh Muadz tidak terima dan mengadu kepada Rasulullah dan menceritakan kejadian yang sebenarnya. Barulah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memanggil dan menegur Muadz dengan berkata cukup lantang.

“Apakah kamu ingin menjadi tukang fitnah Muadz?” tanya Rasulullah kepada Muadz.

“Tidak ya Rasul” Jawab Muadz.

“Jika engkau mengimami manusia, bacalah surat wassyamsyi wa dhuhahâ (surat al-Syams), dan surat sabbihisma Rabbikal a’la (surat al-A’lâ), wallaili idzâ yaghsyâ (surat al-Laîl). Sesungguhnya di belakangmu itu ada orang yang lemah, orang yang terburu-buru karena memiliki hajat”

Pembaca yang budiman, jika anda menemukan imam yang membaca bacaan shalatnya panjang sekali sampai ada jamaah yang komplain, maka tidak ada salahnya jika anda menjelaskan hadis ini kepada imam tersebut. Hadis ini menjelaskan bahwa dalam mengimami shalat, seorang imam tidak boleh egois dengan membaca surat yang panjang semisal surat al-Nisa’ atau surat al-Baqarah yang dibaca sampai selesai. Sang imam boleh jadi menikmati bacaannya karena paham dan merenungi maknanya sebagaimana yang dirasakan oleh sahabat Muadz. Namun, seorang imam yang bijak harus menyadari posisinya yang sedang mengimami orang yang beragam keperluannya. Ada makmum yang barangkali sakit perut karena ingin buang hajat, ada makmum yang barangkali sedang terburu-buru karena ada tugas atau kewajiban penting lainnya; begitu seterusnya.

Kisah Muadz ini memiliki banyak pelajaran, tetapi yang paling penting untuk disampaikan saat ini adalah tentang pelabelan sifat munafik, karena dalam masyarakat kita, sekarang banyak sekali ditemukan fenomena betapa mudahnya seseorang melabeli orang lain dengan kata-kata munafik hanya karena satu parameter tertentu, atau yang lebih buruk, karena perbedaan pemahaman terhadap agama. Padahal kalau mau berkaca pada kisah Muadz di atas, Nabi sangat tidak suka sikap mudah melabeli orang lain, sebab pelabelan negatif kepada orang lain hanya akan mendatangkan fitnah. Mungkin tersebab itulah, Buya Hamka tetap mau menshalati jenazah Bung Karno meski oleh sebagian orang dikatakan sebagai orang munafik sebab ia pernah menjebloskan Hamka ke penjara. Karena menurut Hamka, yang berhak melabeli munafik hanyalah Rasulullah yang mendapatkan petunjuk langsung dari Tuhan, sedangkan Buya merasa ia tidak diberi petunjuk oleh Allah kalau Bung Karno munafik.

Kisah lain, ada seorang yang bertanya kepada Syaikh Muhammad Al-Ghazali, seorang tokoh inteletual kontemporer asal Mesir, tentang hukumnya orang yang meninggalkan shalat. Dengan enteng beliau menjawab, “Hukumnya adalah kamu wajib mengajaknya ke masjid untuk shalat, jadilah orang yang mengajak jangan jadi orang yang suka menghakimi”. Ini artinya, para ulama dengan kedalaman ilmunya tidak pernah gampang melabeli orang lain dengan label negatif.

Sebelum melabeli orang lain munafik, coba kita tengok dulu ciri-ciri orang munafik yang diantaranya adalah suka bohong, tidak amanah, tidak menepati janji, malas-malasan shalat, pengen dialem orang lain, sedikit eling kepada Tuhan. Apakah ada di antara kita yang tidak pernah sedikitpun melakukan tindakan-tindakan ini? saya bantu jawab ya, ‘tidak ada’. Nah, kalo kalau begitu, sifat-sifat kemunafikan sedikit-banyak pasti ada di dalam diri kita meskipun kita harus berusaha menghilangkan sifat-sifat kurang baik ini.

Nah, Konsekuensinya, jika ada sifat kemunafikan dalam diri kita dan kemudian kita meneriaki orang lain dengan kata munafik, maka itu sama halnya dengan lirik lagu dangdut kesukaan saya yang dipopulerkan pedangdut kondang Nita Thalia yang berjudul ‘Maling’; Maling Kau Maling Jangan Teriak Maling; Bila Kau Maling Jangan Berisik; Maling Kau Maling Jangan Teriak Maling Melempar Batu Sembunyi Tangan.

Oalah, Maliiiing… maliiiing… munafiiiik… munafiiiiik…

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: buya hamkafeaturedmunafiknabi
Abdul Halim

Abdul Halim

Artikel Terkait

Suara TOA Masjid Harus Pelan, Suara TOA Masjid Harus Keras
Khotbah

Suara TOA Masjid Harus Pelan, Suara TOA Masjid Harus Keras

19 November 2021
Yang Luput dari Pertanyaan: Kalau Maulid Nabi Boleh, Kenapa Nabi Tak Melakukannya?
Esai

Yang Luput dari Pertanyaan: Kalau Maulid Nabi Boleh, Kenapa Nabi Tak Melakukannya?

19 Oktober 2021
AL MAKIN: REKTOR MUDA YANG SERING NGOBROL DENGAN PARA "NABI" - PutCast
Video

Al Makin: Rektor Muda yang Sering Ngobrol dengan Para “Nabi”

13 September 2021
Doa Anak Saleh Bukan Satu-satunya Tiket Masuk Surga, Rahmat Tuhan Itu Banyak
Khotbah

Doa Anak Saleh Bukan Satu-satunya Tiket Masuk Surga, Rahmat Tuhan Itu Banyak

27 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.