Zara, Posting Video Pribadi Emang Hak Kamu, tapi Hak Itu Nggak Bebas Konsekuensi

Zara, Posting Video Pribadi Emang Hak Kamu, tapi Hak Itu Nggak Bebas Konsekuensi perempuan edgy kalis mardiasih mojok.co

MOJOK.COZara, saya yakin kamu tahu, kita tinggal di tempat yang masih menganggap seksualitas sebagai urusan publik.

Ekspresi seksual itu sesuatu yang bersifat privat ataukah publik? Bagaimana memandang ekspresi seksual yang awalnya privat, direkam lalu dipublikasikan secara sadar oleh pelaku dan pemilik ekspresi seksual, sehingga berkembang menjadi konten seksual?

Video viral selebritas Adhisty Zara berciuman dengan Niko Al Hakim yang jadi trending Twitter bisa dibahas dari banyak sisi, sebanyak pendapat warganet yang melimpah di lini masa. Ciuman, sebuah ekspresi seksual yang biasa, dalam kasus ini jadi tidak biasa, setidaknya karena beberapa hal.

Pertama, tabu seksualitas. Tahun 2021, di Indonesia, perkara seksualitas masih bukan urusan pribadi. Seksualitas manusia Indonesia adalah gairah yang diatur norma masyarakat, dirumahtanggakan, dan dipantau negara. Untuk dapat menyalurkan perilaku seksual, manusia Indonesia heteroseksual mesti mengikrarkan akad hidup bersama dengan saling bertanggung jawab dalam ikatan rumah tangga.

Ekspresi seksual di luar penetrasi alat kelamin jantan ke alat kelamin betina, seperti berpelukan, berciuman, atau duduk mesra berdua-duaan di luar hubungan pernikahan, memang tidak mendapat hukuman secara formal. Namun, perilaku semacam itu juga tidak pernah dianggap patut secara moral.

Bahkan, pasangan yang sudah menikah di Indonesia juga tidak terbiasa mengekspresikan seksualitasnya di muka umum. PDA atau public display of affection (menunjukkan kemesraan di tempat umum) masih jadi perilaku memalukan yang dianggap “bukan budaya kita”. Kita tidak bisa membayangkan pemandangan muda-mudi berciuman sambil berpelukan mesra di sekitar Tugu Jogja sebagaimana manusia seluruh dunia mendambakan ciuman di bawah menara Eiffel. Meski akibatnya, kita jadi familier dengan fakta muda-mudi kasak-kusuk di semak-semak untuk mengamankan gairah yang dihukumi setara perbuatan kriminal ini. 

Kedua, tentang platformnya, platform digital. Di Indonesia, ekspresi seksual ternyata juga dipantau oleh Kominfo lewat UU ITE. Kasus foto Worthy of Love unggahan aktris Tara Basro yang menghilang dari akun media sosialnya adalah bukti overthinking-nya Negara terhadap seksualitas perempuan. Meski tak menampakkan payudara dan kemaluan, juga diunggah dalam rangka mengampanyekan cinta diri sendiri, Kominfo menafsirkan foto Mbak Tara pada Maret 2020 lalu sebagai konten pornografi karena mengandung ketelanjangan.

Ekspresi seksual yang secara esensial bersifat organik, dipersepsi bernuansa erotis oleh publik, dan ditafsir sebagai pornografi oleh negara, kini terekam dalam bentuk dokumen digital. 

Paradoksnya, dalam platform digital, seseorang merasa lebih bebas mengekspresikan seksualitasnya. Sepertinya ini karena konsekuensi perilaku itu tidak akan dialami secara langsung. Pasangan yang berciuman di Instagram, misalnya, tidak bisa digrebek warga, paling-paling hanya mendapat sorak-sorai dalam bentuk komentar.

Konten intim digital tidak bebas konsekuensi

Dalam struktur relasi gender yang timpang, kekerasan berbasis gender online (KBGO) meningkat karena persepsi “ekspresi seksual tak bisa dihukum langsung”.

Misalnya, laki-laki merasa memaksa perempuan membuat konten intim tidak berisiko karena “toh cuma foto atau video”.

Perempuan menyepakati untuk membuat konten intim, baik secara sadar maupun di bawah tekanan, juga dengan persepsi “toh cuma foto atau video”.

Maksud dari “toh cuma foto atau video” adalah bahwa bertukar foto atau video telanjang dianggap minim konsekuensi dibandingkan perilaku seks secara langsung yang mengakibatkan kehamilan atau penyakit menular seksual.

Kenyataannya, konten intim digital tidak bebas konsekuensi. Dalam banyak kasus, konten intim digital adalah alat untuk memanipulasi atau pintu kepada kekerasan seksual berikutnya.

Misalnya, ada suami pelaku KDRT yang mengancam menyebar konten intim istrinya sendiri jika sang istri melaporkan kasus KDRT yang ia alami. Ada seorang santriwati yang diperkosa oleh ustaznya sendiri selama bertahun-tahun karena si ustaz mengancam akan menyebarkan foto telanjang si santriwati yang juga ia ambil tanpa persetujuan. Ada kasus-kasus tersebarnya konten intim artis sebagai alat ancaman untuk merusak reputasi si artis.

Ketika netizen mempertanyakan, apakah sebaiknya Zara mendokumentasikan atau tidak mendokumentasikan ekspresi seksualnya, dan apakah sebaiknya Zara menyebarkan atau tidak menyebarkan kontennya, jawabannya: pilihan apa pun yang diambil adalah hak pribadi Zara.

Namun, penting bagi siapa saja, tak hanya Zara, untuk memahami cara menjaga keamanan tubuh digital.

“Skandal” dua kali video Zara terekspose ke publik meruntuhkan ekspektasi publik kepada sebagai duta “sexual health“. Suka tidak suka, film Dua Garis Biru yang ia bintangi adalah produk film idealis untuk edukasi kesehatan reproduksi remaja.

Film yang ditulis dan disutradarai oleh Gina S. Noer itu mendapat banyak pujian. Layar tidak hanya dibuka di bioskop komersial, tapi juga dipromosikan dengan gencar oleh pemerintah dan organisasi yang peduli pada isu kehamilan tak direncanakan (KTD). Angle cerita Dua Garis Biru adalah perihal risiko demi risiko dari KTD yang tak hanya merusak masa depan remaja minor, tapi juga menjadi problem keluarga dan problem sosial di masyarakat.

Jadilah, Zara secara tak langsung dianggap mengerti dan memahami kesehatan reproduksi remaja. Imajinasi publik terhadap Zara adalah aktris muda produktif dengan segudang bakat dan penuh prestasi. Membangun personal image memang sesuatu yang tidak mudah. Itulah sebabnya, brand ambassador selalu mahal harganya.

Kini, Zara yang tampil ke depan publik beberapa kali dengan ekspresi seksual yang berisiko tentu lumayan mengecewakan. Ini sudah seperti warga tak hafal Pancasila lalu diangkat jadi duta Pancasila. Atau, koruptor yang diangkat jadi duta anti-korupsi. Kontraproduktif. Bikin kampanye selama ini bukan hanya tidak berhasil, lebih dari itu, bisa tercederai nilai-nilai yang ingin disampaikannya.

Kamu bisa baca kolom Kelas-Kalis lainnya di sini. Rutin diisi oleh Kalis Mardiasih, tayang saban hari Minggu.

Exit mobile version