Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Sudahlah, Jangan Bohong Saja Sudah Cukup untuk Belajar Islam

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
5 Oktober 2018
A A
no offense but bukan bermaksud bohong besar netizen ribut ad hominem kalimat negasi tubir media sosial mudah tersinggung basa-basi kalimat sopan

no offense but bukan bermaksud bohong besar netizen ribut ad hominem kalimat negasi tubir media sosial mudah tersinggung basa-basi kalimat sopan

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Jangan bohong,” kata Gus Mut kepada Mas Is.

Mas Is yang mendengarnya merasa sedikit heran.

Hari ini, kedatangan Mas Is ke kediaman Gus Mut sedang ingin belajar soal agama. Mas Is ingin sekali mendalami betul soal Islam, atau lebih tepatnya membiasakan diri agar bisa beribadah dengan rutin.

Meski beragama Islam, Mas Is sendiri jarang sekali salat, ngaji juga tidak bisa, tapi belakangan ada semangat yang entah datang dari mana sehingga bikin Mas Is ingin membiasakan diri jadi umat Islam yang saleh.

Dari banyak ulama dan kiai, Mas Is memilih Gus Mut untuk belajar agama. Alasannya sederhana sebetulnya, Gus Mut adalah salah satu sosok yang menurutnya paling asyik untuk diajak bicara mengenai agama.

Bisa saja Mas Is meminta diajar langsung oleh ayah Gus Mut, Kiai Kholil, tapi karena pertimbangan usia yang kelewat jauh, Mas Is lebih nyaman belajar dari Gus Mut yang hampir sebaya. Kalau bertanya juga tidak jadi canggung soalnya.

“Hah? Gitu doang, Gus?” tanya Mas Is tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Lah iya, cukup itu saja,” jawab Gus Mut.

“Tapi saya ini ingin belajar biar bagaimana jadi rutin salat. Walaupun saya ini Islam sejak kecil, ya Gus Mut sendiri tahu kan saya ini masih suka bolong-bolong salatnya. Masa iya mau minta petunjuk biar saya jadi rajin salat, syaratnya malah disuruh cuma nggak bohong saja, kan nggak nyambung, Gus?” tanya Mas Is.

Gus Mut sedikit tersenyum, lalu membenarkan posisi duduknya. “Iya namanya belajar itu kan yang ringan-ringan dulu. Kalau kamu sudah lulus soal itu, nanti kita belajar lagi di tahap selanjutnya. Gimana?”

Mas Is garuk-garuk kepala masih kebingungan. Lalu mengangguk setuju. “Mudah sekali,” kata Mas Is dalam hati lalu pamit pulang dengan banyak pertanyaan yang sebenarnya masih menggelayut.

Keesokan harinya, Gus Mut gantian mendatangi rumah Mas Is. Usai salat asar berjamaah di masjid Gus Mut sengaja memilih jalan memutar agar bisa mampir ke rumah Mas Is. Mas Is yang sedang memandikan koleksi burung kesayangannya sedikit terkejut melihat Gus Mut datang ke rumahnya.

“Assalamua’alaikum,” kata Gus Mut langsung nyelonong saja ke halaman rumah Mas Is.

“Wa’alaikumsalam,” jawab Mas Is.

Iklan

“Wah tumben ini, Gus. Tumben ini kok tiba-tiba mampir. Ada apa ya?” kata Mas Is sambil menyeka telapak tangannya yang kotor lalu bersalaman dengan Gus Mut.

“Nggak ada apa-apa, cuma mampir saja,” kata Gus Mut. “Lagi ngapain Is?” tanya Gus Mut.

“Oh, ini. Anu, Gus, lagi mandiin burung-burung koleksiku. Kenapa, Gus? Gus mau mainan burung juga kah?” tanya Mas Is yang disambut tawa Gus Mut.

“Nggak, cuma penasaran aja. Kamu mandiin burung-burungmu ini tadi sejak jam berapa memang?” tanya Gus Mut.

“Yah, sekitar satu jam lebih sih. Ya maklum, burung koleksi saya kan banyak Gus. Ini saja baru setengahnya,” kata Mas Is.

“Oh,” respons Gus Mut singkat.

Mas Is semakin bingung dengan maksud kedatangan beserta pertanyaan Gus Mut.

“Memang ada apa sih, Gus?” tanya Mas Is penasaran.

“Berarti tadi kamu nggak sempet salat asar di masjid dong tadi?” tanya Gus Mut.

Mas Is kaget diserang pertanyaan dadakan seperti itu. Tingkah Mas Is jadi sedikit gelagapan. “Oh, iya tadi saya lupa, Gus. Keasyikan main burung,” jawab Mas Is sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Tapi udah salat duhur kan?” tanya Gus Mut lagi.

“Oh, sudah, Gus. Pasti,” jawab Mas Is cepat-cepat.

“Salat di mana? Di rumah? Kok tadi di masjid waktu jamaah duhur kamu nggak kelihatan?” tanya Gus Mut lagi.

Mas Is semakin salah tingkah. “Iya, Gus, tadi salat di rumah kok,” jawab Mas Is.

“Jamaah apa sendiri?” tanya Gus Mut lagi.

“Jamaah dong,” jawab Mas Is.

“Yakin?” tanya Gus Mut menyelidik.

“Iya, Gus. Beneran. Sumpah deh, tadi aku salat duhur kok,” kata Mas Is sedikit ngotot.

“Nggak perlu bawa-bawa sumpah. Memang jamaah sama siapa kamu Is? Kan kamu sendirian di rumah?” tanya Gus Mut.

“Ee, ee, sama Fanshuri, Gus. Tadi kebetulan waktu duhur aku main ke rumah Fanshuri di samping itu. Jadi aku nggak sempet ke masjid,” kata Mas Is.

“Yakin?” tanya Gus Mut lagi yang terlihat jadi pertanyaan yang sangat menyiksa bagi Mas Is.

“Coba deh aku tanya sama Fanshuri, bener nggak kamu tadi jamaah sama dia,” kata Gus Mut.

“Oh, iya silakan saja tanya Fanshuri, Gus. Tapi kayaknya sekarang orangnya lagi nggak ada di rumah. Tadi bilang mau pergi ke luar kota sehabis jamaah duhur di rumahnya tadi,” kata Mas Is lagi.

Selesai Mas Is bicara, tanpa diduga dari jalan menuju masjid, Fanshuri lewat santai tanpa berdosa sama sekali. Mas Is sudah pucat pasi melihat tetangganya itu lewat depan rumahnya. “Aduh, Fanshuri goblok, malah lewat sini lagi,” batin Mas Is khawatir.

“Loh, itu Fanshuri,” Gus Mut kaget.

Mas Is semakin pucat pasi.

“Fan, mau ke mana?” teriak Gus Mut.

“Mau ke minimarket, Gus. Mau beli rokok sama kopi,” kata Fanshuri lewat begitu saja.

Keringat dingin mulai mengalir di dahi Mas Is. Gawat. Ini situasinya sangat gawat. Tapi anehnya, Gus Mut malah tidak menghampiri Fanshuri untuk bertanya soal kebenaran pengakuan Mas Is tadi. Gus Mut malah cuma berpesan ke Fanshuri, “Oh, aku titip rokok sekalian ya, Fan?”

Mas Is sedikit lega, meski kekhawatirannya tadi jelas sudah dibaca oleh Gus Mut.

“Tuh kan berat,” mendadak Gus Mut bicara ke Mas Is ketika Fanshuri sudah menjauh.

Mas Is semakin bingung.

“Tugas pertamamu untuk tidak berbohong itu tidak semudah yang kamu pikir kan?” tanya Gus Mut lagi.

Mas Is lalu garuk-garuk kepala lagi. “Iya, Gus, tadi aku udah bohong. Aku nggak jamaah sama Fanshuri kok tadi,” kata Mas Is penuh penyesalan.

“Tapi salat duhurnya tidak ketinggalan kan?” tanya Gus Mut.

Mas Is cuma menggeleng pelan. Rasanya semakin malu saja.

“Nah, itulah yang harusnya kamu dalami dulu Is sebelum belajar soal agama yang lebih jauh. Syarat yang aku kasih kemarin itu nggak semudah yang kamu kira lho, Is,” kata Gus Mut.

“Iya, Gus,” kata Mas Is semakin menyesal.

“Kebohongan itu hampir selalu menyulut kebohongan selanjutnya. Untuk menutupi bohong pertama kalau kamu nggak salat, kamu akhirnya jadi bohong lagi kalau jamaah. Kalau dilanjutin terus, pasti kamu akan bohong terus. Kamu beruntung, Allah kasih si Fanshuri tadi jalan di depan rumahmu tadi, jadi kamu nggak perlu bikin bohong lanjutan,” kata Gus Mut.

“Sudah, kamu belajar soal tidak perlu bohong dulu. Insya Allah kalau kamu jujur terus, kamu akan jadi rajin sembahyang dengan sendirinya. Kecuali kalau kamu malah jadi terbiasa berbohong, terbiasa berbuat dosa, nah sebelum itu terjadi, aku akan bikin itu jadi hal yang nggak enak buatmu,” tambah Gus Mut lagi.

Mas Is tidak berani berkata apa-apa. Kali ini bukan kepala yang digaruk Mas Is, tapi selangkangannya yang mulai gatal karena terlalu lama jongkok sebelum Gus Mut datang tadi.

“Ya sudahi dulu main burungnya. Sana, kamu salat dulu aja. Biar aku yang beresin kandang-kandang burungmu ini,” kata Gus Mut.

Mas Is mendadak tersadar, lalu selangkangannya jadi tidak gatal lagi.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2018 oleh

Tags: Agamaagama IslambohongburungIslamkebohongankiaiMasjidsalatsalat asarsalat duhurulama
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
Menemukan kedamaian batin dari rebahan karpet masjid MOJOK.CO
Catatan

Rebahan di Karpet Masjid: Sepele tapi Beri Kedamaian Batin dari Dunia yang Penuh Standar, Tuntutan, dan Mengasingkan

12 November 2025
Ilustrasi Pesantren Lirboyo diserang framing TransTV yang kelewatan - MOJOK.CO
Esai

Framing Busuk Trans7 ke Pesantren Lirboyo dengan Citra Perbudakan adalah Kebodohan yang Tidak Bisa Dimaafkan Begitu Saja

14 Oktober 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.