MOJOK.CO – Ada benarnya ketika ada orang mengingatkan bahwa doa untuk mayit dari seorang muslim tak akan pernah sampai ke akhirat.
“Sejujurnya saya agak sakit hati, Gus,” kata Mas Is ketika curhat ke Gus Mut.
“Kenapa sakit hati, Mas Is?” tanya Gus Mut.
“Baru selesai acara 1000 hari untuk bude saya, ada aja teman yang negur kalau doa saya nggak bakal sampai. Katanya doa untuk mayit itu nggak bakal sampai ke akhirat. Itu bid’ah,” kata Mas Is.
Gus Mut terkekeh mendengarnya.
“Kok Gus Mut malah ketawa sih,” kata Mas Is.
“Bu-bukan gitu, Mas Is. Yang dibilang temenmu itu ada benernya,” kata Gus Mut.
Mas Is terkejut.
“Hah? Serius, Gus? Doa untuk mayit di akhirat itu nggak bakal sampai?” tanya Mas Is.
“Ya iya dong. Doa untuk mayit di akhirat itu memang nggak bakal sampai,” kata Gus Mut yakin.
“Bukannya, seorang muslim itu minimal bisa menerima amalan dari orang yang masih hidup? Doa dari anak yang saleh, sedekah jariyahnya, sama amalan ilmunya yang bermanfaat selama di dunia. Itu kan hadis soheh, Gus?” kata Mas Is.
Gus Mut tersenyum.
“Gini, Mas Is. Sebelum sampean salah sangka. Sampean harus tahu apa arti alam akhirat dulu,” kata Gus Mut.
“Ya saya tahu, Gus, alam akhirat itu apa,” kata Mas Is.
“Memang apa?” tanya Gus Mut.
“Ya alam sesudah alam dunia kan?” kata Mas Is.
Gus Mut lagi-lagi terkekeh.
“Ya bukan dong,” kata Gus Mut.
“Lho? Kok bukan?” tanya Mas Is.
“Alam sesudah alam dunia itu masih ada alam barzah. Alam kubur. Alam antara alam dunia dengan alam akhirat. Alam perantara. Karena alam perantara, itu artinya masih ada manusia yang hidup, dan sudah ada manusia yang mati. Beda dengan alam akhirat,” kata Gus Mut.
Mas Is masih bingung. Mau ke arah mana ini penjelasan Gus Mut.
“Artinya, kalau Mas Is bilang alam akhirat, itu alam sesudah kiamat. Alam di mana tak ada satu pun makhluk yang hidup. Bahkan malaikat sekalipun. Semua yang di alam akhirat itu adalah makhluk yang sudah ‘pernah’ mati, Mas,” kata Gus Mut.
“Lalu?” tanya Mas Is.
“Lalu, karena semua makhluk sudah mati, ketika ada yang nyeletuk doa untuk mayit di alam akhirat tak bakal sampai itu ada benarnya. Ya iya dong, Mas Is. Hawong, tidak ada lagi satu makhluk pun yang masih hidup untuk bisa ngirim doa. Di akhirat, doa dan amalan sudah tidak berlaku sama seperti di dunia. Jangankan doa untuk orang lain, doa untuk diri sendiri saja sudah nggak bisa,” kata Gus Mut.
Tiba-tiba Mas Is tertawa. Tak ada lagi perasaan jengkel terhadap temannya, tapi justru perasaan kesal yang agak geli. Kesal karena merasa dikerjain.
“Lah terus, kalau begitu kan seharusnya nggak ada lagi perdebatan antara yang masih suka sama amalan doa untuk mayit dengan yang menolaknya dong, Gus?” tanya Mas Is, yang kali ini perasaannya lebih baik.
“Yang jadi perdebatan itu caranya. Bahwa orang yang menolak amalanmu itu nggak sepakat sama caranya—itu mungkin. Yang pakai 7 hari, 100 hari, atau 1000 hari. Tidak sepakat di bagian itu saja, kalau soal doa untuk mayit—bahkan yang Wahabi pun juga melakukannya, Mas Is,” kata Gus Mut.
“Hah? Serius, Gus? Gus Mut jangan sembarangan lho,” kata Mas Is.
Gus Mut terkekeh.
“Lho, aku ini serius. Kalau memang tak ada doa untuk mayit, salat jenazah itu nggak ada Mas Is. Lah wong isi bacaan dalam salat jenazah itu prinsipnya doa untuk mayit kok,” kata Gus Mut.
“Jadi, yang selama ini dibilang bid’ah-bid’ah itu apa dong, Gus?” tanya Mas Is.
“Ya caranya. Ada yang strict menganggap itu bagian dari amalan ibadah, ada yang menganggap doa untuk mayit bisa dikombinasi pakai banyak cara dan model. Yang satu melihat itu seperti amalan dalam rukun Islam yang harus ada tartib dan syarat sahnya, sedangkan satu melihatnya lebih cair karena melihat spektrum ibadah itu luas sekali. Sama-sama baik niatnya. Soal yang satu merasa lebih baik dari yang lain, lah itu baru yang jadi masalah. Selain itu sih, asalkan tidak saling memusuhi ya nggak masalah,” kata Gus Mut.
Mas Is kini gantian tersenyum.
“Jangankan sekadar doa untuk mayit, amalan untuk mayit itu banyak sekali cabang-cabangnya kok,” kata Gus Mut.
“Cabang-cabangnya? Maksudnya, Gus?” tanya Mas Is.
“Ya seperti kamu ngelunasi utang budemu, misal. Itu apa kalau bukan laku amalan untuk si mayit. Atau yang lain seperti misalnya budemu itu punya nadzar waktu hidupnya dan belum terlaksana, lalu kamu menggantinya.”
Mas Is manggut-manggut.
“Itu semua menandakan, semua muslim dari Islam aliran apapun percaya kalau doa untuk mayit itu ya sampai, karena si mayit masih di alam barzah, belum di alam akhirat,” kata Gus Mut.
Mas Is kini tersenyum, rasanya lega.
“Sampean memang ‘radiator’, Gus,” kata Mas Is.
“Kok radiator?” tanya Gus Mut.
“Mendinginkan mesin yang panas sukanya,” kata Mas Is yang disambut tawa Gus Mut.
*) Diolah dari penjelasan Gus Baha.
BACA JUGA Kok Ada Ayat Jangan Mati kecuali dalam Keadaan Muslim? Lah Kan Mati Bukan Kita yang Ngatur? atau kisah GUS MUT lainnya.
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Ahmad Khadafi