MOJOK.CO – Jujur saja, saya sangsi sama janji mencetak penghafal Alquran secara kilat yang belakangan sering digaung-gaungkan beberapa daurah tahfiz. Yang bener aja, Bos!
Menjelang bulan Ramadan tahun ini, lini masa saya dipenuhi brosur tentang daurah tahfiz. Jadi, ini semacam pelatihan kilat untuk menghafal Alquran. Di antara brosur yang saya baca, ada yang menyatakan bahwa daurah ini bakal membuatmu bisa menghafal Alquran satu hari satu juz, atau yang biasa diistilahkan dengan One Day One Juz.
Itu artinya, dalam satu bulan, mereka sudah bisa khatam menghafal seluruh Alquran. Di brosur yang lain, ada juga yang agak longgar programnya: dalam 30 hari, menghafal 15 juz.
Ketika membaca brosur ini, sontak kerut di dahi saya jadi bertumpuk-tumpuk. Ini sangat tidak masuk akal bagi saya! Lah gimana coba: selama perjalanan saya menghafal Alquran (cie, penghafal Alquran, nih yee, ahli surga, dong! Hehe), saya tidak yakin bahwa saya bakalan mampu menghafal satu hari satu juz. Paling banyak, dalam sehari saya hanya bisa menghafal 3-5 halaman—itu pun kalau tak diselingi oleh pekerjaan lain selain makan, mandi, salat dan buang air.
Hafalan yang demikian saja hanya tahan selama dua hari. Hari ketiga dan keempat biasanya sudah mulai kendor; saya cuma bisa menambah satu halaman atau bahkan tidak menambah sama sekali. Kenapa?
Ya karena mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja setiap hari ternyata juga bikin jenuh. Setelah itu, hafalan lama malah akan ditinggalkan karena sudah capek mengejar hafalan baru.
Tapi, saya juga nggak mau ber-suuzon pada mereka yang menyelenggarakan daurah tadi. Mungkin saja, ilmu saya memang kelewat cetek atau mungkin mereka punya metode yang tidak saya ketahui sehingga bisa membuat peserta daurah menghafal Alquran dalam waktu singkat. Plus, hafalannya lebih kokoh dan tajwidnya bagus, pula!
Karena itu, saya mencoba mengklarifikasi pada salah satu alumnus daurah tahun lalu, sebut saja namanya Rani. Ia bercerita bahwa ia kecewa karena apa yang tertulis di brosur tidak sesuai dengan kenyataan.
Loh, kok bisa???
Awalnya, Rani tertarik untuk ikut karena di brosurnya tertulis bahwa daurah ini akan membuatnya bisa menghafal satu hari satu juz. Untuk itu, ia harus membayar Rp1.250.000 per sepuluh hari. Kalau mau ikut 30 hari, berarti ia harus membayar Rp3.750.000. We-o-we banget nggak tuh???
Bayangkan, deh, kalau yang mendaftar sepuluh orang saja; dalam sebulan, mereka bisa mengumpulkan 37 juta rupiah lebih! Bayangkan lagi kalau seandainya yang mendaftar 20, 50, atau bahkan 100 orang. Waduh, mereka jelas bisa ongkang-ongkang kaki selama beberapa tahun tanpa bekerja. Luar biasa!
Eh, kok malah ngitungin duit, ya? Ini soal ladang amal, loh, Ukhti, bukan ladang bisnis. Astagfirullah!
Baiklah, baiklah, mari kita kembali ke duit topik.
Jadi, ceritanya si Rani tadi ingin mendaftar selama satu bulan. Namun, setelah mencicipi daurah itu selama beberapa hari, ia langsung kecewa berat. Yang tadinya dijanjikan bisa hafal satu juz satu hari, eh cuma dapat beberapa halaman saja. Tepat seperti apa yang saya pikirkan!
Yah, sebagian orang yang otaknya encer banget dengan IQ 200 ke atas tentu bisa menghafal Alquran dengan metode One Day One Juz ini. Tapi, berapa banyak, sih, orang yang punya kemampuan begitu? Tidak banyak, bahkan langka.
Ingat, tiap orang punya kemampuan yang berbeda-beda. Mungkin ada yang cuma bisanya satu hari satu halaman, ada juga yang bisa satu hari satu ayat, atau bahkan satu hari satu kalimat saja. Apalagi bagi yang pertama kali memulai menghafal; wah, bisa mati kebosanan ia menghafal! Alih-alih menghafal, ia mungkin jadi trauma menghafal Alquran. Jadi, sungguh, hafalan One Day One Juz itu hanya khayalan belaka.
Biar nggak bertambah-tambah suuzon saya, saya tanyakan pula bagaimana metodenya. Jawaban Rani sungguh mengejutkan: mereka cuma memakai sistem setoran. Iya, sistem setoran yang biasa kita lakukan itu!!!!11!!
Jadi, setelah dihafal (proses menghafalnya juga dilakukan sendiri, tanpa dibimbing), ayat-ayat hafalan tadi langsung disetorkan pada pembina. Setelah itu? Tidak ada yang lain. Mau hafalan itu tinggal di hati terdalam otak atau nggak, pembinanya tidak peduli. Asal sudah setor, dianggap sudah hafal.
Akhirnya, setelah daurah selesai, semua ayat yang dihafal pun hilang ditelan bumi, dibawa desauan angin. Yang tertinggal di kepala mungkin hanyalah surat Al Fatihah dan ayat-ayat pendek yang sudah dihafal waktu masih kecil dulu.
Ckck. Kalau sudah begini, untuk apa ikut daurah? Mending ikut ngaji sama anak TPA kalau gitu. Sayang, kan, duitnya jadi terbuang sia-sia?
Loh, loh, kok larinya ke duit lagi? Ingat, Ukhti, ini ladang amal, Ukh, ladang amal~
Hmm, apakah memang tidak mungkin program menghafal Alquran One Day One Juz itu dilakukan? O, tentu mungkin saja, Kakak, tapi…
…tapi ya hanya bagi mereka yang memang sudah hafal 30 juz, bukan untuk pemula. HAHAHA.
Jadi, gini loh: mereka-mereka yang sudah hafal 30 juz bakal datang ke sana untuk memantapkan hafalan dan memperbaiki tajwid. Tapi, untuk orang-orang yang baru akan menghafal dari awal, uh, sungguh saya tidak yakin—kecuali memang ada metode khusus. Tapi, selama yang saya ketahui, belum ada metode yang memungkinkan hal seperti itu, tuh. Percaya, deh.
Lagi pula, saya meyakini, secanggih apapun metodenya, hafalan yang kokoh hanya akan bergantung pada seberapa sering ia mengulang (muroja’ah) hafalannya. Kalaupun ada metode yang memungkinkan menghafal One Day One Juz, itu hanya sampai di hafalan saja. Soal kemantapan hafalan? Ia tetap butuh waktu yang panjang dan konsistensi.
Tapi, yah, nggak rugi juga dong ikut daurah; kan dapat pahala?
Loh, loh, loh, kenapa sekarang nyerempet-nyerempet ke pahala segala? Bukannya tadi tujuannya untuk menghafal Alquran? Kalau cuma soal pahala, kamu bisa, loh, baca sendiri di rumah, hafalkan, lalu minta seseorang mendengarkan. Sama saja, kan? Hehe.
Saya sih bukannya mau menjelek-jelekkan daurah, tapi cuma mau mengajak sampeyan-sampeyan sekalian berpikir. Jangan cuma karena ingin mendapat gelar sebagai penghafal Alquran, lalu kita jadi mudah terjebak rayuan-rayuan buaya darat program instan. Ingat, menghafal Alquran itu bukan hanya sekadar menghafal, tapi juga melibatkan banyak hal: bagaimana tajwidnya, muroja’ah-nya dan, yang lebih penting, sudah sejauh mana kita mempelajari isinya hingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, loh!
Sudahlah, jangan sampai kita hanya terjebak pada hal-hal yang superfisial (menghafal), tapi lupa pada perkara substansial (mengkaji tafsirnya). Padahal, bukankah muara dari membaca Alquran itu adalah pada berpikir, bukan menghafal?
Lagian, kenapa sih kamu pengin buru-buru banget jadi penghafal Alquran? Memangnya sebegitu pentingnya mendapat predikat “penghafal Alquran”?
Nih, saya tanya lagi: bukankah Alquran itu diturunkan secara berangsur-angsur? Nah, salah satu hikmahnya ya itu tadi: supaya mudah dicerna, dibaca, dihafal, dan dipahami. Hikmah yang lainnya adalah bahwa untuk memahami pun kita semua butuh proses, nggak bisa diburu-buru. Secara umum, pasti ada proses mengkaji, menganalisa, dan menghayati sehingga Alquran benar-benar merasuk ke seluruh sendi kehidupan kita. Tsssaaaaah!
Untuk yang mau bikin program tahfiz, saran saya sih cuma satu: promosinya nggak perlu bombastis-bombastis amat begitu, lah. Cukup sebutkan daurah tahfiz saja, tanpa embel-embel One Day One Juz dan kalimat-kalimat melangit lainnya.
Tapi, kalau sampeyan tetap mau bikin target, ya, yang masuk akal dikitlah. Misalnya, dalam 30 hari bisa lancar satu atau dua juz saja.
Eh, maaf, tapi kalau dibuat masuk akal begini, takutnya nggak ada yang daftar, ya? Yah, memang begini inilah susahnya zaman sekarang. Makin nggak masuk akal, malah makin pada percaya. Ckck.