Jangan-Jangan, Kehadiran NYIA Bakal Bikin Fashion Saya Nggak “Bodo Amat” Kayak Dulu? - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Jangan-Jangan, Kehadiran NYIA Bakal Bikin Fashion Saya Nggak “Bodo Amat” Kayak Dulu?

Nurhidayah oleh Nurhidayah
10 Mei 2019
0
A A
Jangan-Jangan, Kehadiran NYIA Bakal Bikin Fashion Saya Nggak “Bodo Amat” Kayak Dulu?
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Saya takut kehadiran NYIA, bisa bikin Yogya versi pedesaan berubah jadi Yogya versi perkotaan. Terutama soal fashion yang nggak bisa lagi “bodo amat”.

Ada satu hal yang begitu saya sukai sebagai orang desa daripada kota. Masalah fashion! Saat pertama kali kuliah di daerah perkotaan, saya mengalami sebuah gegar budaya (Masyaallah istilahnya!) gara-gara perkara fashion ini. Bisa dibilang, zaman-zaman berkuliah adalah zaman di mana saya mulai dituntut harus modis.

Tapi dasar saya memang males ngurusin dandanan, akhirnya saya berakhir sebagai mahasiswa berpenampilan minimalis ke mana-mana. Ke kampus cuma kemeja dan jeans. Ke kondangan pun tak ada bedanya. Dress? Semacam makhluk apa ya makhluk bernama dress itu?

Tapi biar pun secara umum cuek, ada kalanya saya juga merasa tertekan. Yah, gimana dong? Teman-teman saya kebanyakan kinclong sedangkan saya redup bak black hole. Makanya, momen di mana saya balik kampung adalah momen yang membebaskan.

Biasanya, saat pulang ke rumah, saya diberi tugas khusus sebagai ojek alias tukang antar jemput ibu ke pasar. Beda saat hangout di tempat tongkrongan warga kota. Saat hangout di pasar ini, saya merasakan sebuah kebebasan hakiki.

Sebabnya, penduduk desa tempat saya tinggal juga punya kecuekan luar biasa soal gaya berpakaian seperti saya. Ada ibu-ibu pakai baju kembang-kembang, rok polkadot, dan kerudung garis-garis dicampur jadi satu. Sehingga, tampilannya terlihat lebih ramai dari pasar yang dikunjunginya. Ada mbak-mbak pakai hijab tapi lengan bajunya pendek dengan warna nggak ada nyambung-nyambungnya sama sekali.

Baca Juga:

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

22 Maret 2023
Angklung tidak boleh tampil karena Pemda DIY tengah mengajukan kawasan sumbu filosofi sebagai Warisan Tak Benda ke UNESCO. MOJOK.CO

Pemkot Larang Angklung di Malioboro, Alasannya Bukan Alat Musik Asli Jogja

21 Maret 2023

Dan yang paling cetar adalah… bapak-bapak yang tampilannya tampaknya normal-normal saja. Namun ketika berbalik, ealah ternyata celananya bolong! Terlihatlah sebagian area pantat si bapak yang coklat nan eksotik itu. Saat mampir ke warung makan, tak jarang juga hadir para petani yang nyeker (tak beralas kaki sama sekali). Semua bodo amat dan nggak ada yang memandang hal ini dengan aneh.

Untuk terlihat modis di desa saya, gampang sekali resepnya. Cukup pakai baju yang warnanya tidak nabrak dan polanya cocok saja, sudah bisa terlihat modis, kok. Tak perlulah bicara merek dan model yang sedang trendy. Oh ya, tentu saja jangan lupa pakai sandal dan tak berlubang, ya. Itu sudah masuk dalam kategori modis. Bagaimana, sederhana dan mudah, bukan?

Nah, kebebasan dalam berpakaian seperti yang saya sebut di atas, adalah hal yang membuat saya jauh lebih suka hidup di desa daripada di kota. Apalagi kalau udah ngomong fashion, mau nggak mau pasti berbanding lurus dengan duit. Mahal euy biaya biar bisa kelihatan modis. Belum lagi kalau ditambah perawatan plus harga makeup. Tahu sendiri kan, UMR Yogya (tempat saya tinggal) itu salah satu yang terkecil di Indonesia? Eh.

Tapi belakangan ini, rasa tenang saya setelah sekian lama tiba-tiba berubah menjadi rasa was-was. Apalagi setelah membaca NYIA benar-benar mulai beroperasi beberapa hari yang lalu dengan salah satu maskapai telah mendarat perdana di sana. NYIA yang lokasinya di Temon Kulonprogo Yogyakarta itu membuat saya khawatir kalau kotaisasi akan makin masif di Yogya.

Selama ini, tinggal di bagian selatan Yogyakarta, saya sebetulnya selalu merasa “jauh” dari Yogyakarta versi kota (baca: beberapa area Sleman dan kota madya Yogyakarta). Meski kata orang, Sleman dan kota Yogya jauh lebih kaya dan modern dengan mall besar, minimarket modern, sampai berbagai bioskopnya. Tapi, saya tetep nggak pengin tuh, tempat saya hidup berubah jadi kayak kedua wilayah itu. Biarlah privilese disebut sebagai orang kota dinikmati warga kota dan Sleman saja.

Eits, meski begitu bukan berarti saya anti kemajuan. Kalau boleh jujur, alasan saya anti kotaisasi adalah karena saya tidak percaya bahwa kita siap mengelola sebuah kota. Membangun sih barangkali tak susah-susah amat, ya. Lha, tapi mengelola? Jangan salah, di balik kemegahan perumahan, minimarket, mall, dan lain sebagainya, datang juga berbagai masalah. Misalnya saja soal kemacetan dan problem sosial lainnya.

Meng-kotaisasi desa artinya juga mengubah budaya masyarakat pertanian dengan budaya kaum urban. Kesantaian masyarakat desa, tidak terlalu terobsesinya mereka dengan agama seperti kaum urban, dan sejenisnya akan menguap seiring profesi petani tersingkir. Ini juga termasuk ketika kita bicara soal gaya hidup seperti gaya berpakaian yang membuat orang seperti saya bakal merana.

Makanya sebelum membangun kota, kita perlu berpikir matang soal tata kelolanya dan antisipasinya. Toh, sudah ada contoh macet, budaya yang cenderung tidak sehat, dan hal lainnya ketika sebuah kota dibangun. Kok ya, kita terus saja mengubah wajah desa yang teduh menjadi kota? Apalagi dengan keuntungan yang tak seberapa, karena sering yang menikmati profit di kota hanya segelintir orang saja.

Oleh karena itulah, setelah beberapa hari ini membaca berita soal bandara baru di Kulonprogo yang dikenal dengan NYIA dan udah resmi beroperasi itu. Mau tak mau saya takut arus kotaisasi akan terjadi semakin cepat dan intens. Memang sih, NYIA tidak terletak di daerah tempat saya tinggal. Tapi kan, tetap saja saya takut.

Mengendarai motor di daerah saya saja rasanya sudah sering miris. Perumahan dibangun di mana-mana. Sawah mulai habis. Minimarket dimonopoli. Banyak lah. Saya kok sangat optimis (optimis tapi sedih) area NYIA dan jalan di sekitarnya yang dulunya hijau itu akan berubah menjadi perumahan, hotel, dan sejenisnya.

Mungkin, keluhan dan kekhawatiran saya ini terlalu sepele. Apalagi dibanding dengan berbagai isu lainnya yang besar-besar itu. Mungkin juga malah tak pantas disebut “isu relevan” ketika saya bicara banyak soal kebebasan fashion. Buktinya, ketika bicara soal NYIA, kebanyakan orang yang saya temui senang-senang saja.

“Yogya bakal punya bandara baru, lho!” Kebanyakan orang yang saya temui sih sangat gembira menyambut beroperasinya NYIA si bandara baru ini. Sementara itu, di sudut ruangan ini, saya hanya bisa menunjukkan sad react layaknya anak emo. Lantaran khawatir dengan kotaisasi yang makin menerkam Yogyakarta dari segala penjuru.

Terakhir diperbarui pada 13 Mei 2019 oleh

Tags: bandaraDesafashionJogjakotaNYIA
Nurhidayah

Nurhidayah

Mahasiswa Pascasarjana, tinggal di Bantul.

Artikel Terkait

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya
Movi

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

22 Maret 2023
Angklung tidak boleh tampil karena Pemda DIY tengah mengajukan kawasan sumbu filosofi sebagai Warisan Tak Benda ke UNESCO. MOJOK.CO
Kilas

Pemkot Larang Angklung di Malioboro, Alasannya Bukan Alat Musik Asli Jogja

21 Maret 2023
Miftahur Rizaq: Perupa Muda yang Hidupnya Diselamatkan Rokok
Movi

Miftahur Rizaq: Perupa Muda yang Hidupnya Diselamatkan Rokok

20 Maret 2023
Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka MOJOK.CO
Esai

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka

15 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Andai Puasa Ramadan itu Nggak Wajib

Andai Puasa Ramadan itu Nggak Wajib

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka MOJOK.CO

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka

15 Maret 2023
Jangan-Jangan, Kehadiran NYIA Bakal Bikin Fashion Saya Nggak “Bodo Amat” Kayak Dulu?

Jangan-Jangan, Kehadiran NYIA Bakal Bikin Fashion Saya Nggak “Bodo Amat” Kayak Dulu?

10 Mei 2019
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023
Samsung Galaxy A Series Android Terbaik MOJOK.CO

Samsung Galaxy A Series: Seri Terbaik untuk Kelas Midrange Android

21 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023
jurusan kedokteran mojok.co

Selektivitas 7 Jurusan Kedokteran Terbaik di Indonesia 

16 Maret 2023

Terbaru

manfaat puasa mojok.co

Pakar UGM: Berpuasa Baik untuk Kesehatan Mental

23 Maret 2023
rohana kudus pahlawan perempuan

Rohana Kudus: Bermula dari ‘Homeschooling’, Jadi Gemar Bikin Sekolah, Lanjut Jadi Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia

23 Maret 2023
Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah. MOJOK.CO

Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah 

23 Maret 2023
universitas brawijaya mojok.co

15 Jurusan yang Sepi Peminat di Universitas Brawijaya, Tingkat Ketetatannya Rendah!

23 Maret 2023
surat pelaku mutilasi mojok.co

Isi Lengkap Surat Pelaku Mutilasi di Sleman Sebelum Tertangkap

23 Maret 2023
massa mengambang jelang pemilu

Jelang Pemilu, Apa itu Massa Mengambang yang Jadi Rebutan Parpol?

22 Maret 2023
Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

Wage Rudolf: Rasisme Jogja dan Kumandang Indonesia Raya

22 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In