Melihat Indomaret di Jogja Sebagai Tempat Tumpahnya Stres Kaum Urban yang Menderita karena Tekanan Hidup

Indomaret Jogja, Saksi Tumpahnya Stres Kaum Urban MOJOK.CO

Ilustrasi Indomaret Jogja, Saksi Tumpahnya Stres Kaum Urban. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COIndomaret Jogja, sudah berubah menjadi “alat” untuk sejenak lari dari kehidupan. Demi melupakan stres yang terus datang dari kanan dan kiri.

Beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah artikel di Mojok yang sukses membuat saya merenung. Judulnya: “Menyaksikan Penderitaan dan Perjuangan Orang Kecil di Bandung dari Bawah Neon Putih-Biru-Merah Indomaret Pasteur”. Fenomena itu akhirnya bisa saya lihat sendiri di Jogja.

Saya melihatnya di perjalanan pulang dan pergi dari kos ke kantor. Kebetulan, kos dan kantor saya yang baru ini cukup jauh jaraknya. Saya kos di daerah Condongcatur, sementara kantor ada di dekat Rumah Sakit Wirosaban. Artinya, saya menembus Sleman untuk bekerja di Kota Jogja.

Saya tidak menghitung jumlahnya. Antara kos dan kantor, ada banyak Indomaret. Dari yang reguler, sampai Point di dekat UNY. Ada juga yang Fresh di dekat Stadion Kridosono. Dan, seperti yang saya amati, Indomaret Jogja tak lagi sebatas retail. Seperti yang terjadi di Pasteur Bandung, ia bisa menjadi gambaran detak jantung kaum urban.

Indomaret Jogja memang sudah lama menjadi ruang publik

Fenomena Indomaret sebagai semacam melting pot untuk orang-orang yang mencari jeda dari kesibukan hidup bukan kebetulan belaka. Ini merupakan manifestasi dari pergeseran fungsi retail modern. Toko-toko kecil bertransformasi menjadi lebih dari sekadar tempat transaksi. Mereka kini menjadi ruang publik yang esensial dalam kehidupan urban kontemporer.

Jelas, Indomaret tidak hanya ada di Jogja. Ada lebih dari 21 ribu gerai di 32 provinsi. Ini menjadikannya sebagai gerai ritel dengan jangkauan terluas dan paling accessible. Penjualan Indomaret pada semester pertama 2025 bahkan mencapai Rp57,39 triliun. Sebuah angka yang menunjukkan dampak ekonomi signifikan.

Pada 2023, convenience store di Indonesia mencapai valuasi Rp45 triliun. Angka ini diprediksi melonjak sampai Rp70 triliun pada 2029. Ini adalah fenomena atau tren struktural jangka panjang. Jadi, ia bukan sekadar moda sesaat. Koreksi ya kalau saya salah. 

Minimarket ini tersedia hanya dalam jarak beberapa ratus meter dari hampir setiap lokasi di kota-kota besar. Ketersediaan yang luas ini berarti orang bisa dengan mudah “mengambil jeda” tanpa perlu merencanakan perjalanan jauh. Mereka dapat keluar dari rutinitas sebentar. Mau dari kantor, rumah, atau sekolah, tanpa usaha yang signifikan.

Baca juga: Tempat yang lelah melepas penat dan menenangkan diri.

Indomaret Jogja sebagai third place

Indomaret Jogja, dan gerai lainnya, merupakan contoh dari konsep yang disebut third place dalam sosiologi. Maksudnya, ia adalah ruang di luar rumah (first place) dan tempat kerja (second place). 

Studi ilmiah menunjukkan bahwa minimnya ruang ketiga gratis atau terjangkau di perkotaan telah menciptakan kebutuhan psikologis yang kuat. Indomaret dan convenience store lainnya berhasil mengisi kekosongan ini dengan menyediakan tempat yang ramah, aman, dan terjangkau bagi masyarakat urban.

Penelitian juga menunjukkan bahwa convenience stores, termasuk Indomaret Jogja, telah berkembang menjadi institusi komunitas yang esensial dalam kehidupan perkotaan. Mereka bukan hanya sumber produk komersial, tetapi juga menjadi pusat rekreasi, tempat pertemuan sosial, dan bahkan aktivitas lingkungan yang memupuk hubungan dan kohesi sosial.

Riset menunjukkan bahwa perintis “toko kelontong modern” ini menawarkan lebih dari sekadar belanja. Mereka juga menyediakan lingkungan yang memungkinkan orang untuk berinteraksi satu sama lain, menyelesaikan beberapa pekerjaan, atau menghabiskan waktu sendiri yang semakin berharga di zaman ini.

Produk terjangkau bagi masyarakat urban

Soal harga, biasanya, akan memantik perdebatan yang menarik. Apakah harga-harga di Indomaret Jogja itu terlampau mahal? Ingat, kita bisa menemukan banyak kampanye untuk belanja di warung tradisional terdekat alih-alih ke minimarket. Namun, nyatanya, bagi kaum urban Jogja, dengan gaji serba mepet, Indomaret masih jadi jujugan.

Menurut saya, karena saya juga “kaum urban pelaku” di sana, harga untuk benda-benda pelepas stres sekaligus pembunuh waktu, masih sangat terjangkau. Salah satunya produk minuman. Mulai dari kopi, minuman berenergi, sampai vitamin.

Misalnya, Indomaret Jogja menyediakan kopi botolan siap minum dengan harga di bawah Rp6.000. Ada Golda Coffee (Rp3.500-Rp4.000), Kopi ABC Susu (Rp3.900-Rp4.900), dan Tora Coffee (Rp4.900-5.200).

Saya berani bertaruh. Kopi botolan, meski sering dianggap bukan “kopi nyata”, masih cukup menyenangkan jadi teman me time. Masyarakat urban bisa membeli minuman favorit mereka tanpa beban finansial yang berat. Ini memungkinkan mereka untuk berlama-lama di lokasi tanpa merasa bersalah atas pembelian minimal. 

Selain kopi, ada juga vitamin dalam bentuk minuman. Yang paling sohor, tentu saja YOU C1000. Untuk botol kaca, harganya sekitar Rp6.000 saja. Ini memberikan alternatif sesuatu yang lebih “sehat” ketika menghabiskan waktu di sudut-sudut Indomaret Jogja.

Bagi masyarakat urban Jogja dengan gaji “hampir selalu mepet”, mereka butuh kanalisasi stres. Masih banyak yang enggan ketemu ahlinya karena masalah biaya. Makanya, mereka lari ke titik-titik ramah, baik harga maupun lokasi. Semata untuk menarik napas sejenak dari tekanan hidup.

Respons terhadap stres urban dan kebutuhan psikologis

Kenapa orang berlama-lama ketika berbelanja di Indomaret Jogja atau gerai lain pada umumnya? Penelitian perilaku konsumen menunjukkan bahwa faktor psikologis, sosial, dan budaya memiliki pengaruh signifikan.

Bahkan kalau saya mengamati selama 6 bulan ini, ada beberapa faktor lain yang bermain. Misalnya, faktor lingkungan (suasana, pencahayaan, tempat parkir) dan stimulus belanja (promosi, product display). Dua hal ini secara signifikan mempengaruhi keputusan impulsif untuk membeli dan tinggal di lokasi.

Indomaret menyediakan pelarian dari kesibukannya urban life. Dalam konteks kota yang ramai, macet, kesepian, dan stressful seperti Jogja, Indomaret menawarkan ruang yang terkontrol, sejuk, dan aman. Ini adalah sebuah taste of urban comfort di tengah chaos

Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas hangout di convenience store adalah bentuk signification dari ruang komersial. Pengunjung mengubah makna ruang dari tempat transaksi menjadi tempat interaksi sosial melalui aktivitas mereka.

Atau mungkin, Indomaret Jogja, sudah berubah menjadi “alat” untuk sejenak lari dari kehidupan. Hanya dengan duduk di kursi besi barang 10 menit, meneguk kopi murahan, dan memandang langit yang makin mendung, beban hidup bisa agak berkurang. 

Minimal di dalam kepala kaum urban yang gagal mengekspresikan stres. Lalu menderita sendiri, kesepian, dan disepelekan. Apakah kamu merasakan kegelisahan zaman ini?

Penulis: Deby Hermawan

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Indomaret Yudonegaran Jogja Cabang Paling “Sultan”, Berada di Kompleks Tempat Tinggal Keluarga Kerajaan dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version