Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Humor Gelap Tentara vs Sipil yang Menghantui Indonesia

Anwar Kurniawan oleh Anwar Kurniawan
17 Maret 2025
A A
Pemerintah Tolak Uji Formil UU TNI, Bukti Suara Rakyat Tak Dianggap dan Cuma Fasilitasi Kepentingan Kekuasaan.MOJOK.CO

Ilustrasi - Tolak UU TNI (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tentara vs sipil akan selalu menjadi humor gelap, yang menyelimuti Indonesia. Hilal akan kegelapan itu sudah di depan mata kita semua.

Medio 2024, di sebuah museum militer milik Kemenhan-nya Belanda, saya bercakap-cakap dengan seorang veteran tentara KNIL. Saya memanggilnya Papayan, sebagaimana dia mengenalkan dirinya. 

Papayan cerita banyak tentang pengalamannya selama bertugas di Indonesia ketika Perang Dunia ke-II memasuki masa senja. Salah satu yang bikin percakapan kami makin hangat saat itu adalah obrolan tentang rokok kretek. 

Saya lalu menyodorkan sebungkus refill kepadanya. Dia bilang aroma cengkehnya bikin nostalgia. Di detik-detik ketika dia memantik api, seseorang datang menginterupsi.

“It will kill you!” ujar Paul, sang direktur museum tempat Papayan dan rekan sebaraknya menghabiskan usia lanjut.  

“Nope! I’ll kill it first, instead,” tukas papayan sambil mematikan rokonya. 

Kami lalu saling melempar tawa. Ngakak. 

Sejurus kemudian, Paul berkata dengan tatapan sedikit tajam kepada saya. “You shouldn’t trust him. He’s military!”

Mendengar hal itu sensasi adrenaline rush saya langsung tersulut. Saya coba meneroka. Jelas itu adalah ungkapan keakraban dengan sentuhan humor. Tapi, kalau memang humor, buat saya itu kelewat gelap. Tapi, Papayan ternyata jauh lebih rileks dari yang saya bayangkan, walaupun dia juga tak kalah gelap lemparan jokes-nya.   

“Don’t listen to what he said. I hate him. He’s a civilian!” kata Papayan kepada saya sebelum menjatuhkan lirikannya kepada Paul. 

Kami lalu kembali saling melempar tawa. Kali ini dengan sedikit kegetiran. Setidaknya itu yang saya rasakan.

Tentara vs sipil

Sejujurnya saya tidak terlalu memahami konteks 2 menir Belanda tulen itu bisa membuat candaan spontan se-dark itu. Namun, relasi tentara dan sipil dalam konteks kehidupan bernegara memang penuh dengan intrik dan konflik berkepanjangan.  

Sejarah mencatat bahwa hubungan antara warga sipil dan tentara selalu menjadi medan tarik-ulur kepentingan. Baik dalam konteks pemerintahan demokratis maupun otoriter. Relasi ini tidak hanya berkutat pada aspek keamanan dan pertahanan, tetapi juga merangsek ke dalam persoalan politik, ekonomi, hingga sosial-budaya.

Kamu bisa menemukan salah satu tamsil klasik dari ketegangan sipil-tentara dalam sejarah Romawi Kuno. Misalnya, sebuah legenda jenderal kawakan, Julius Caesar, yang menyeberangi Sungai Rubicon pada tahun 49 SM dengan pasukan bersenjata lengkap. 

Iklan

Tindakan berani itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum. Saat itu, Kota Roma mengadatkan bebas dari kepentingan militer. Apalagi dengan intervensi jenderal dan berkompi-kompi pasukannya. Tak butuh waktu lama, Caesar dituding telah menantang otoritas Senat Romawi dan akhirnya memicu perang saudara. 

Dalam konteks politik modern, hubungan sipil-tentara di pusat peradaban kapitalis, Amerika Serikat, juga mengalami pasang surut. Selepas Perang Dunia II, Presiden Dwight D. Eisenhower memperingatkan tentang “kiamat sugra” yang dipicu oleh “kompleks industri-militer”. 

Dia mewajangkan alerta ini dalam sebuah pidato perpisahan tahun 1961. Saat itu, dia mewanti-wanti pengaruh tentara terhadap kebijakan ekonomi dan politik dapat mengikis supremasi sipil dalam sistem demokrasi.

Dinamika tentara vs sipil di Indonesia

Di Indonesia, hubungan sipil-tentara memiliki dinamika sejarahnya sendiri. Khususya dalam kaitannya dengan pembentukan negara dan perjalanan politik bangsa. 

Pada era Orde Lama, militer lebih bermain peran sebagai penumpas pemberontakan dan menjaga stabilitas negara pasca-kemerdekaan. Hanya, hasrat militer untuk mendominasi panggung politik pun makin mencuat. Utamanya selepas peristiwa G30S/PKI 1965. Fase ini kemudian mengantarkan Soeharto ke tampuk kekuasaan. 

Rezim Orde Baru, pada gilirannya, menempatkan tentara di hampir semua aspek kehidupan bernegara melalui ideologi Dwi Fungsi ABRI. Dari sini, tentara akhirnya punya peran ganda. Mereka bukan saja alat pertahanan negara, tetapi juga dimungkinkan oleh sistem untuk menjadi semacam kekuatan sosial-politik baru.

Memang, gelombang reformasi 1998 sempat menjadi titik balik penting dalam hubungan sipil-tentara di Indonesia. Setelah Gus Dur jadi Presiden ke-4 RI, TNI secara resmi hengkang dari politik praktis dan mengakhiri masa-masa kegemilangan Dwi Fungsi ABRI.

Walau begitu, telah banyak studi yang menunjukkan bahwa pengaruh tentara tetap kuat dalam aspek-aspek strategis pemerintahan. Keterlibatan mereka dalam sektor ekonomi, seperti pengelolaan lahan dan bisnis, hingga “kiprahnya” dalam kebijakan keamanan dalam negeri, masih menjadi bahan perdebatan, riset, juga rasan-rasan, hingga kini.

Bisa menjadi aktor politik utama

Apapun itu, yang mesti berpagi-pagi perlu disadari adalah kita bahkan bisa dengan gamblang menyaksikan bagaimana militer, tanpa senjata apinya, juga bisa menjadi aktor politik utama dalam konteks kehidupan bernegara. Ia mungkin bisa produktif (setidaknya buat militer itu sendiri), walaupun banyak sekali dampak destruktifnya bagi kepentingan publik. 

Myanmar, saya rasa, menjadi contoh paling dekat terkait hal ini. Kudeta militer circa 2021 itu menegaskan bahwa supremasi sipil atas tentara belum sepenuhnya kokoh di banyak negara, terutama yang memiliki sejarah panjang pemerintahan otoriter.

Di titik ini, saya kemudian menginsafi bahwa humor gelap yang dilemparkan Paul dan Papayan dalam percakapan kami di museum militer Belanda tahun lalu agaknya bukan sekadar candaan belaka. Ia kini menemukan relevansinya, terutama dalam mencerminkan realitas ketegangan historis antara sipil dan tentara yang telah terjadi selama berabad-abad. 

Ya, di balik humor gelap Arnhem waktu itu terpantul semacam skeptisisme terhadap tentara dan sebuah sentimen terhadap sipil yang diwarisi dari sisa-sisa ketidakpercayaan sejarah panjang hubungan keduanya. Dalam skala yang lebih besar, ketegangan ini kemungkinan akan terus berlanjut dalam berbagai bentuk di berbagai negara.

Utamanya di Indonesia. Apalagi dengan menyingsingnya hilal yang sudah melampaui ufuk kembalinya Orba yang serba militeristik itu. 

Penulis: Anwar Kurniawan

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA TNI Sudah Multifungsi Kok Malah Mau Dwifungsi? Dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 17 Maret 2025 oleh

Tags: kembali ke barakmiliterorbaOrde Baruruu tniSoehartoTentaraTNItolak ruu tni
Anwar Kurniawan

Anwar Kurniawan

Pernah nyantri, tapi nggak pinter ngaji. Atlet ketik under pleasure.

Artikel Terkait

Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional MOJOK.CO
Ragam

Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional. Sejarawan: Pragmatis dan Keliru

11 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.