Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Generasi Sandwich Nggak Butuh Dukungan, Kami Butuh Uang, Uang yang Banyak

Laporan Kompas tentang generasi sandwich yang harus menghidupi keluarga membuat saya ingat rumah.

Arman Dhani oleh Arman Dhani
25 November 2021
A A
Generasi Sandwich Nggak Butuh Dukungan, Kami Butuh Uang, Uang yang Banyak MOJOK.CO

Generasi Sandwich Nggak Butuh Dukungan, Kami Butuh Uang, Uang yang Banyak MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sebagain besar dari kami, generasi sandwich, nggak butuh dukungan moral. Kami cuma butuh uang. Uang yang banyak.

Sebagai pria dewasa 35 tahun yang sesekali masih menanggung hidup orang tua, dua keponakan, satu adik, dan kadang kerabat lain, hidup kadang bisa menyebalkan. Kamu tak punya kesempatan menikmati gajimu sendiri. Menyesal bukan karena kehabisan, tapi karena tak bisa membantu lebih banyak.

Saya percaya pada hal-hal baik. Menyenangkan orang tua dengan mengirimkan uang, membelikan keponakan makanan yang dia sukai, memberikan uang buat adik untuk jajan di Shopee, adalah beberapa di antaranya.

Ini mungkin absurd. Semua hal baik tadi adalah konsumerisme, tapi hei, saat ini sebagian besar dari kita percaya healing terbaik adalah belanja. Sebagai orang yang punya uang, saya ingin memberikan kesempatan itu pada orang lain.

Memang sangat berbeda dengan generasi sandwich di laporan Kompas yang merasa terpaksa. Saya nggak mau menggunakan nada murung, apalagi terpaksa, untuk menghidupi orang tua.

Sekarang ini, keputusan untuk memprioritaskan diri sendiri sering dianggap sebagai tindakan mulia. Sebaliknya, membantu orang lain bisa dipandang usaha celaka. Saya juga percaya ini, kok. Namun, setelah mengalami kesepian, kegagalan, kehilangan pekerjaan, ternyata ada kebaikan dari memberi.

Tahun lalu, saya tiga kali kehilangan pekerjaan. Kondisi saya sebagai generasi sandwich makin bikin pusing. Uang tabungan habis. Sementara itu, kebutuhan terus mengejar. Kehidupan beberapa orang bergantung kepada saya.

Saya memutuskan pindah dari Jakarta ke Jogja untuk mendapat kehidupan yang lebih layak. Di tengah proses itu, saya menerima banyak kebaikan dari orang lain.

Kebaikan-kebaikan yang saya terima tahun lalu membuka mata saya. Bahkan mengajari saya bahwa uang itu penting, membawa kegembiraan, dan yang paling jitu, membuatmu bisa membantu orang lain.

Jika kamu berharap tulisan ini bernada sarkas, ada baiknya kamu berhenti membaca, lalu lanjut bekerja. Bagi generasi sandwich, saya benar-benar meyakini bahwa punya banyak uang itu penting. Tentu dengan cara yang baik, tidak mencuri nilai tambah atau hasil korupsi. Uang halal yang kamu peroleh dengan kerja keras. Jika punya banyak, kamu bisa membawa kebahagiaan bagi dirimu dan orang lain.

Belakangan, hal yang saya sesali mungkin uang yang saya miliki tidak banyak. Saya tidak bisa membantu seperti dulu lagi. Di Jakarta dulu, saya punya gaji besar. Tapi ya tiap bulan tetap merasa kurang. Foya-foya, merasa akan mati muda, tak peduli pada diri sendiri jadi penyebabnya.

“Lha itu salah kamu sendiri nggak punya perencanaan finansial.”

Betul. Punya pemahaman dan pengetahuan soal perencanaan finansial itu penting. Apalagi untuk generasi sandwich yang terjepit dua atau lebih kebutuhan.

Sayangnya, seperti yang terlihat saat ini dari bagaimana saya membiayai orang tua, dua keponakan, satu adik, dan kadang kerabat lain, kami tak pernah diajari tentang itu. Mungkin beberapa dari kita bisa memutus mata rantai kemiskinan dengan perencanaan finansial, tapi yang lain tidak. Kami dikejar kebutuhan, hari ini harus kerja apa supaya besok bisa makan apa.

Iklan

“Lalu ini soal uang dong?”

Benar. Saat saya punya banyak uang, mampu membiayai orang tua, dua keponakan, satu adik, dan kadang kerabat lain, saya bisa fokus pada perencanaan finansial. Uang berlebih tadi bisa dipakai untuk investasi di reksadana, emas, atau kripto. Atau mungkin beli tanah dan jika beruntung sukuk ritel. Tapi kan tidak, saat ini uang habis untuk biaya hidup, kirim uang ke rumah, dan jika bernasib mujur bisa bayar uang konseling ke psikolog.

“Uang terus dari tadi?”

Lha iya. Saat pandemi, punya uang itu menyelamatkan nyawa. Dulu, kita harus bayar Rp1 juta sekali PCR, harus beli vitamin, dan makan sehat. Generasi sandwich yang punya uang memiliki kemungkinan selamat melewati pandemi lebih tinggi daripada yang tidak. Saat itu, beberapa dari kita nggak punya kerja, nggak punya tabungan dan relasi, hidup sendiri di perantauan. Maka, saat punya uang, fokus kita hanya pada usaha bertahan hidup.

Saat ini, cara kita memperlakukan uang, kesehatan, waktu luang, dan apa yang kita anggap kebutuhan dasar bisa sangat berbeda antara satu sama lain. Ada yang merasa punya Rp1 miliar bisa bahagia, ada pula yang merasa tak punya utang sudah sangat membahagiakan. Sebagai generasi sandwich yang mesti menanggung banyak orang, punya uang itu setidaknya menyelesaikan separuh masalah.

Generasi saya kerap harus bertahan sendirian. Kami mesti memilih, memprioritaskan diri atau orang lain. Sesederhana misalnya, jika saya lulus kuliah lalu melanjutkan sekolah, berarti harus rela melihat orang tua menderita karena tak punya pemasukan. Langsung bekerja setelah kuliah berarti harus mengorbankan mimpi untuk bisa meraih pendidikan lebih tinggi.

Tentu ada satu dua yang mujur dan bernasib gemilang mendapatkan beasiswa, menemukan kerja paruh waktu sembari kuliah, menghidupi keluarga, sanak famili, sembari menggapai mimpi. Tapi berapa banyak yang bisa mencapai ini? Kerap hidup jadi seperti lotere, beberapa harus bernasib ringsek agar yang lain bisa mujur.

“Jadi punya uang bisa bikin kita bahagia?”

Ya tidak selalu. Bagi saya, punya uang banyak itu menyelamatkan. Misalnya, jika sakit, kamu bisa mengakses layanan kesehatan bermutu dan dokter terbaik. Jika sedih dan cemas, kamu bisa menemui psikolog/psikiater terbaik. Jika bosan dan ingin menghibur diri, kamu bisa pergi liburan ke tempat paling indah.

Punya uang memberimu pilihan. Terkadang, punya pilihan dalam hidup itu adalah kemewahan tersendiri. Makanya, generasi sandwich nggak butuh dukungan moral. Kami butuh uang. Uang yang banyak.

Meski demikian, meski punya banyak uang, kecemasan dan depresi itu universal. Orang paling kaya bisa saja ingin mengakhiri hidup karena depresi dan punya uang nggak nyelesain rasa kosong di dada.

BACA JUGA Repotnya Jadi Generasi Sandwich, Nggak Ngutangi Salah, Nagih Utang Juga Salah! Dan ulasan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 25 November 2021 oleh

Tags: depresigenerasi sandwichkesehatan mentalMenabung
Arman Dhani

Arman Dhani

Arman Dhani masih berusaha jadi penulis. Saat ini bisa ditemui di IG @armndhani dan Twitter @arman_dhani. Sesekali, racauan, juga kegelisahannya, bisa ditemukan di https://medium.com/@arman-dhani

Artikel Terkait

Program PIJAR sebagai upaya Pemerintah Kota Semarang atasi persoalan gangguan kesehatan mental remaja MOJOK.CO
Kilas

PIJAR: Gerakan agar Para Remaja di Semarang Tak Merasa Sendirian, Biar Tak Alami Gangguan Kesehatan Mental

15 Oktober 2025
Desintha Dwi Asriani: Peran Domestik Perempuan yang Diremehkan dan Tak Diakui
Video

Desintha Dwi Asriani: Peran Domestik Perempuan yang Diremehkan dan Tak Diakui

26 Agustus 2025
Para pembicara di “Sarasehan” dengan tajuk Generasi Emas: Mengenal Akar Kenakalan Remaja dan Solusinya yang diadakan oleh Al Kahfi Cabang Surabaya 3. MOJOK.CO
Kilas

Miris Melihat Remaja Terjerumus dalam Jurang “Kegelapan”, Yayasan Al Kahfi Ajak Ratusan Pelajar SMA Surabaya Menemukan Jati Diri

13 Agustus 2025
Nestapa Perintis bukan bocil pewaris dari Keluarga Broken Home: Saat Sudah Besar dan Bisa Bangun Bisnis Sendiri, Masih Harus Jadi Generasi Sandwich. MOJOK.CO
Ragam

Nestapa Perintis dari Keluarga Broken Home: Jatuh Bangun Bikin Usaha dan Masih Harus Menanggung Keluarga

31 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.