Gaji 18 Juta di Jakarta Menjanjikan Stabilitas, Gaji 9 Juta di Jogja, Menjanjikan Ketenangan. Tapi kalau Gajimu Bisa di Atas UMR, sih

Hitungan Gaji 18 Juta di Jakarta atau 9 Juta di Jogja. Enak Mana? MOJOK.CO

Ilustrasi Hitungan Gaji 18 Juta di Jakarta atau 9 Juta di Jogja. Enak Mana? (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COGaji 18 juta di Jakarta bisa menjanjikan stabilitas. Sementara gaji 9 juta di Jogja, menjanjikan ketenangan. Kalau gajimu bisa di atas UMR, sih.

Sedang ramai di X tentang perdebatan gaji Rp18 juta di Jakarta atau Rp9 juta di Jogja. Perdebatan ini tentu memancing respons yang beragam dari netizen. Ada yang memilih Jakarta dan ada yang memilih Jogja. Ada pula yang menjawab dengan cuitan yang nyeleneh.

Menurut saya, komparasi antara kedua kota amat wajar. Jakarta dengan kemajuan, kompetitif, dan jaringan bagi peluang karier tentu jadi pertimbangan bagi beberapa orang. Di sisi lain, Jogja adalah kota yang lekat dengan stigma tempat yang tenang, sederhana, asri, dengan berbagai destinasi alam yang bagi sebagian orang, ampuh mengobati penat.

Tapi, bagi saya pribadi, untuk memilih mana yang lebih ideal, antara Rp18 juta di Jakarta atau Rp9 juta di Jogja, perlu untuk membedah terlebih dahulu beberapa hal. Salah satunya adalah total biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar. 

Asumsi umum yang seringkali dipakai itu begini. Rp18 juta di Jakarta itu terlihat menarik, tapi persoalannya, biaya hidup di sana juga tinggi. Sementara itu, Rp9 juta di Jogja itu bisa terlihat sedikit, tapi setimpal dengan biaya hidup yang katanya rendah padahal tidak. 

Pertanyaannya, apakah asumsi seperti itu selalu berlaku? Nah supaya perbandingannya jelas, saya akan coba membedah berdasarkan beberapa pertimbangan dan menghitung tiap pengeluarannya.

#1 Biaya hidup di Jogja dan Jakarta

Kita mulai dari biaya tinggal antara kedua kota tersebut. Kita anggap kalau skema biaya tinggalnya itu sewa, entah itu sewa kontrakan (rumah), apartemen, atau kos-kosan.

Di Jakarta, pengeluaran untuk biaya sewa untuk tipe layak dan nyaman itu berkisar Rp2 juta (kos-kosan) sampai Rp7 juta (Apartemen) per bulan. Dengan interval biaya segitu, seorang sudah bisa mendapat tipe tempat tinggal yang bisa diisi lebih dari 1 orang dengan tingkat keamanan yang cukup terjamin (misalnya di daerah Jaksel atau Jakpus).

Sementara itu, apabila di Jogja, berdasarkan informasi dari beberapa teman, tempat tinggal layak di sana dan berlokasi strategis biaya sewanya mulai dari Rp1 juta sampai Rp3 juta untuk kos-kosan. Untuk sewa rumah, di antara Rp1 juta sampai Rp5 juta per bulan.

#2 Biaya makan dan minum

Selanjutnya kita detailing perkara biaya makan dan minum. Biar agak valid dan nggak mengawang-awang, saya memakai data BPS per masing-masing kota. 

Menurut data BPS DKI, biaya makan dan minum per orang di Jakarta rata-rata Rp1,8 juta per bulan. Lah tapi itu kan rata-rata. Oke, saya jadikan angka itu sebagai batas bawah. Batas atasnya, kalau tipe orangnya beneran boros banget, maka kita buat jadi Rp3 juta per bulan.

Kemudian untuk di Jogja, data BPS menyebutkan pengeluaran rata-ratanya adalah sekitar Rp500 ribuan per bulan untuk 1 orang. Kembali lagi, rata-rata ini dibuat jadi batas bawah. Kalau pengeluarannya terhitung boros, kita besarkan jadi Rp1,5 juta per bulan.

Ingat, 2 pengeluaran di atas adalah benar-benar untuk makan dan minum saja. Pengeluaran lain tidak kita hitung, yah.

Baca halaman selanjutnya: 18 juta atau 9 juta yang bisa bikin nyaman?

#3 Biaya transportasi Jogja dan Jakarta

Pertimbangan lain yang perlu kita masukkan dalam perhitungan ini adalah perkara biaya transportasi. Jakarta, dengan integrasi transportasi publiknya, tentu membuat biayanya tidak terlalu bengkak. Kita asumsikan seorang pekerja yang mengombinasikan antara kendaraan pribadi dan transportasi umum untuk efisiensi waktu dan biaya. 

Misalnya, naik motor ke stasiun lalu melanjutkan dengan Transjakarta bisa menghabiskan sekitar Rp460an ribu per bulan. Rinciannya yaitu, bahan bakar Rp150 ribu, parkir Rp60 ribu, servis motor Rp100 ribu, dan tarif Transjakarta Rp154 ribu.

Adapun pengguna mobil yang parkir di stasiun dan naik KRL bisa mengeluarkan sekitar Rp1,6 juta per bulan. Ini sudah meliputi bensin Rp550 ribu, parkir Rp150 ribu, servis Rp500 ribu, dan tiket KRL Rp300 ribu.

Biaya ini tentu bisa bervariasi tergantung jarak, jenis kendaraan, dan intensitas pemakaian. Tapi, ini setidaknya sedikit memberi gambaran mengenai biaya transportasi di Jakarta.

Sementara itu, kalau di Jogja, Seseorang yang menggunakan motor untuk sebagian perjalanan lalu melanjutkan dengan Trans Jogja mungkin menghabiskan sekitar Rp400an ribu per bulan. Ini mencakup bensin sekitar Rp130 ribu, parkir Rp44 ribu, servis ringan Rp100 ribu, dan tarif Trans Jogja atau angkutan umum Rp154 ribu.

Sementara itu, pengguna mobil yang mengombinasikan dengan transportasi umum bisa mengeluarkan sekitar Rp900an ribu per bulan. Biayanya meliputi BBM sekitar Rp420.000, parkir Rp110.000, perawatan kendaraan Rp300.000, dan tiket Trans Jogja atau angkutan umum Rp154.000. Angka tentu bisa lebih rendah atau tinggi tergantung kebiasaan berkendara dan rute harian dari tiap individu.

#4 Biaya hiburan

Perkara biaya hiburan, entah itu jalan-jalan, nongkrong di kafe atau yang lainnya, tentu berdasarkan preferensi masing-masing individu. Di Jakarta sendiri, berdasarkan pengalaman pribadi dan kawan-kawan yang bercerita, estimasinya adalah berkisar Rp1 juta sampai Rp3 juta per bulan. 

Dana segitu sudah lebih dari cukup. Apalagi kalau kita memilih untuk menabung dan memakainnya untuk momen liburan panjang seperti Lebaran, Natal, dan akhir tahun.

Kalau di Jogja, biaya berdasarkan pemaparan teman saya yang mahasiswa magister dan pekerja. Uang untuk bersenang-senang mereka estimasikan antara Rp500 ribu sampai Rp1,5 juta per bulan. 

Menurut mereka, dana segitu sudah bisa untuk nongkrong dan jalan-jalan ke beberapa objek wisata di daerah Jogja tiap bulannya. Meski nggak fancy banget, tapi setidaknya bisa liburan.

#5 Biaya lainnya

Terakhir adalah biaya lainnya yang menurut BPS mencakup pengeluaran non-pangan. Misalnya seperti listrik, perawatan tempat tinggal, air, pendidikan dan lain-lain per bulan. 

Data dari BPS DKI menyebutkan kalau untuk di Jakarta, nominal pengeluaran rata-rata non pangan per orang adalah Rp1,7 juta per bulan. Kalau mau membuat batas aja, kita kalikan 2 menjadi Rp3,2 juta per bulan

Di sisi lain, kalau di Jogja, adalah rata-rata Rp1,3 juta per bulan untuk tiap orangnya. Apabila membuat batas atas, kita kalikan 2 menjadi Rp2.6 juta per bulan. Kedua hitungan di atas tentu sebagai gambaran umumnya.

Kita totalkan semua

Bila melihat hitung-hitungan di atas, total pengeluaran bulanan di Jakarta untuk hidup hemat berkisar Rp6,96 juta. Kamu juga bisa menabung dengan nominal mencapai Rp11 jutaan. 

Tapi lain cerita kalau gaya hidupnya glamor sehingga pengeluarannya bisa membengkak hingga Rp17,8 juta. Meski begitu, masih bisa menabung Rp200 ribu per bulan. 

Nah, kalau di Jogja, biaya hidup hemat sekitar Rp3,7 juta dan bisa menyisihkan uang Rp5,3 juta. Tapi, kalau kamu tipe yang boros dan inginnya hidup di rumah yang mewah, sering nongkrong, dan makanannya harus di tempat mahal, pengeluarannya bisa mencapai Rp11,5 juta. Pengeluarannya bisa jadi malah minus.

Jadi, mending Rp18 juta di Jakarta atau Rp9 juta di Jogja?

Secara nominal, gaji Rp18 juta di Jakarta tentu lebih unggul, terutama jika bisa hidup hemat. Tapi, jika gaya hidup cenderung konsumtif, pengeluaran di Jakarta bisa menghabiskan hampir seluruh gaji. 

Sementara di Jogja, meski gaji tampak kecil, gaya hidup sederhana akan sangat membantu untuk tetap punya sisa tabungan. Pilihan terbaik kembali ke preferensi hidup masing-masing.

Kalau masih jomblo dan fokus membangun karier, Jakarta bisa jadi pilihan tepat. Peluang dan jaringan di sana pasti lebih luas. Tapi, jika berkeluarga dan mampu mengelola gaji Rp9 juta dengan bijak, Jogja menawarkan kualitas hidup yang lebih seimbang.

Satu nasihat penting yang pernah saya dengar bunyinya begini: “Hidup bukan cuma tentang angka. Tapi, tentang ruang bernapas, waktu bersama, dan ketenangan hati. Dan semua itu bisa diperoleh dengan mengetahui kapasitas dan kemampuan diri.”

So, pada akhirnya, saya kembalikan semua ke gaya hidup masing-masing. Dan “keberuntungan” mendapatkan gaji di atas UMR di kota gudeg ini.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi Maramis

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 7 Siasat Kelas Menengah agar Bisa Bertahan di 2025 dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version