MOJOK.CO – Berkat FSTVLST, Synchronize Festival jadi lebih berkesan. Yah, walaupun tubuh sedang tidak fit karena dihajar polusi udara Jakarta.
Sudah sejak jauh hari saya menyusun rencana untuk menonton Synchronize Festival 2023 di Jakarta. Namun, karena keterbatasan waktu dan uang saku, saya memutuskan untuk menonton di hari kedua saja. Saya menilai line up yang tampil di hari kedua itu lebih bagus ketimbang dua hari lainnya. Dan, sudah pasti, saya menantikan FSTVLST naik panggung.
Menjelang keberangkatan ke Jakarta, saya sudah menyiapkan segala hal. Mulai dari tiket Synchronize, tiket kereta, dan penunjang lainnya. Hingga pada Jumat, 1 September 2023, setelah diantar teman ke Stasiun Lempuyangan, saya berangkat sendirian menggunakan Kereta Api Ekonomi Bengawan. Sungguh kereta api yang dari biaya sangat ekonomis karena hanya tiketnya cuma Rp74.000. Namun, jangan harap mendapatkan kenyamanan mengingat kursinya tegak dan para penumpang harus berhadapan. Tapi, demi FSTVLST, ya sudahlah.
Singkatnya, saya sampai di Stasiun Pasar Senen kira-kira pukul 06:00 WIB pagi. Cuaca yang aneh di Jakarta menyambut saya. Awalnya saya mengira langit sedang mendung, tapi ternyata polusi udara sungguh sangat memprihatinkan. Setelah puas menggerutu karena polusi, saya menuju Masjid Istiqlal untuk rehat dan menumpang mandi.
Menunggu FSTVLST, menikmati polusi udara di Jakarta
Mendekati pukul 12 siang, saya meluncur ke Gambir Expo Jakarta, tempat di mana Synchronize Festival digelar. Sembari menunggu open gate, saya lekas menyusun jadwal band mana saja yang akan saya tonton nanti. Ada 167 penampil dengan 8 panggung di sana. Jadi, saya harus bersiasat.
Ada lebih dari 10 penampil yang rencananya akan saya tonton pada hari Sabtu itu, salah satunya FSTVLST. Saya memiliki klaim bahwa band ini menjadi kelompok musik yang merepresentasikan Jogja. Musik Jogja itu, ya, FSTVLST. Lagu dari band ini pula yang kerap menemani hari-hari saya. Menjadi band yang cukup sering saya menontonnya tapi tidak pernah bosan.
Saya juga mengamini perkataan Iksan Skuter di sesi PutCast bersama Farid Stevy. Kurang lebih Iksan memberikan gambaran bahwa FSTVLST itu antara musik dan liriknya berdiri sendiri-sendiri dan masing-masing saling beriringan. Kalau saya menafsirkan musik FSTVLST bagus begitu juga liriknya. Tidak banyak band yang demikian. Karena biasanya, ada band yang liriknya bagus tapi musiknya biasanya saja, begitu pun sebaliknya. Silakan menonton PutCast mereka di sini:
Ketika Jakarta hampir menumbangkan saya
Awalnya saya memiliki ekspektasi bahwa Synchronize Festival 2023 akan menawarkan pengalaman yang fantastis. Bahkan lebih dari Synchronize Festival tahun lalu yang sempat saya saksikan dan menjadi festival pertama yang saya sambangi di Jakarta.
Hingga saat sore hari, tiba-tiba badan saya malah masuk angin. Demam. Pusing. Meriang. Saya merasakan seperti itu apakah karena meminum minuman yang seharusnya tidak saya minum? atau ada kaitannya dengan polusi udara yang membuat Jakarta menjadi kota dengan polusi terburuk? Entahlah, saya juga bingung.
Ingin rasakan saya segera pulang kembali ke Jogja karena udara di Jakarta yang tidak bersahabat. Tapi mau gimana lagi, jadwal pulang naik kereta masih Minggu pagi. Selain itu, saya sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak.
Berhubung badan nggak enak, saya segera mengambil obat dari dalam tas. Lalu saya mencoba untuk memulihkan badan sambil mencas hape. Di tempat ini pula saya bertemu orang baru. Dia mengenakan kaos band FSTVLST dan berangkat sendirian. Saya lupa namanya, tapi dia orang Surabaya yang bekerja di Tangerang Selatan.
Kami lalu mengobrol banyak hal. Salah satunya adalah mau nonton apa di Synchronize. Jangan ditanya lagi, karena kami mengenakan kaos FSTVLST tentu kami ingin melihat band itu. FSTVLST sendiri main pukul 23:15 di Forest Stage. Sebelum itu kami menonton .Feast. Demam dan meriang sudah lumayan sembuh tapi ternyata kepala saya malah pusing.
Begitu .Feast selesai, kami pun terpisah. Saya melihat hape untuk melihat mana band yang akan saya tonton. Di jadwal yang saya susun ada Koil yang juga main. Segera saya menuju ke panggung itu. Ternyata Koil sudah dipenuhi oleh penonton. Saya pun tidak memaksakan diri untuk berada di tengah-tengah mereka. Mending tenaganya buat nanti pas FSTVLST main.
FSTVLST: Band yang ditunggu untuk main di Jakarta
Saya duduk di samping area panggung itu. Ada orang baru lagi yang saya temui. Galang namanya. Dia adalah orang Cilacap yang bekerja di Cikarang dan sangat ingin menonton FSTVLST. Katanya, band ini sudah lama tidak manggung di Jakarta dan sekitarnya.
Pernah November tahun lalu FSTVLST mau main di acara MSKLG Tangerang. Galang pun sudah membeli tiket. Tapi sayang, nasib sial dialaminya. Event itu batal dan hingga kini uang belum refund.
Beruntungnya, Synchronize Festival 2023 mengundang FSTVLST. Jadi Galang bisa mengobati kerinduan dengan band Jogja itu. Dia bahkan sampai merelakan diri ditinggal kedua temannya karena harus balik duluan. Dia juga nggak masalah ketinggalan KRL ke Cikarang. Setelah selesai acara, dia akan “ngemper” sampai subuh. Sebuah dedikasi untuk band favoritnya.
Kami mengobrol banyak hal. Dia sempat membelikan saya siomai yang harganya sangat mahal, yakni Rp50.000. Hingga mendekati menit-menit FSTVLST mau main kami segera merapat ke depan panggung. Saya menitipkan tas di barikade depan panggung. Saya tidak mau saat FSTVLST main, tas itu masih saya cangklong. Lalu kami pun rebahan dan melihat bagaimana langit Jakarta diselimuti oleh polusi. Tidak ada bintang sama sekali.
Kesan emosional di lagu-lagu FSTVLST
Karena sudah ada aba-aba FSTVLST mau main, segera kami berdiri. Mereka membawakan “Orang-orang di Kerumunan” sebagai pembuka, lalu menyusul “Hari Terakhir Peradaban”. Saya dan penonton lainnya bernyanyi bersama. Sakit kepala yang saya rasakan seolah hilang. Kemudian disusul oleh “Satu Terbelah Satu” dan “Hayat”
Ada satu hal berbeda dari FSTVLST malam itu. Biasanya, mereka membawakan “Mati Muda” terakhir. Namun, kali ini, mereka membawakannya di tengah dan diiringi alunan piano. Tentu semua penonton tidak ada yang tidak bernyanyi. Setelah lagu itu, Farid Stevy turut mengenang Jon Kastella, personil Syarikat Idola Remaja yang beberapa hari lalu meninggal dunia.
Mereka juga membawakan lagu “Menantang Rasi Bintang”. Terus terang, lagu ini membuat saya ingin sekali meneteskan air mata. Lagu ini selalu memberikan kesan emosional kepada pendengarnya.
Bukan saya saja, melainkan saat “Menantang Rasi Bintang” dibawakan, seorang pria yang tidak jauh dari saya menangis sejadi-jadinya. Sampai dia ditenangkan dan dipeluk oleh seorang bapak-bapak di tengah kerumunan. Entah apa yang dia rasakan, yang pasti saya rasa beban yang dibawanya mungkin tidak sepele.
Nomor-nomor lain yang memberikan kesan emosional adalah “Gas”, “Hujan Mata Pisau”, dan lagu terakhir, “Tanah Indah Untuk yang Terabaikan”. Di lagu terakhir ini pedal drum yang digebuk oleh Danish Wisnu (Dacong) jebol. Tapi hal itu tidak menyulutkan semangat penonton. Farid Stevy dan kawan-kawannya tetap berhasil mengajak penonton untuk sing along.
Soal Dacong, orang ini beberapa jam sebelum FSTVLST main di Synchronize Festival 2023, turut mengiringi Majelis Lidah Berduri di Taman Ismail Marzuki. Keesokan harinya, Majelis Lidah Berduri juga manggung di Synchronize Festival 2023. Gacor sekali, Mas Dacong!
Dara Setara di Synchronize Festival
Di setiap lagu yang dibawakan oleh FSTVLST, tidak hanya kalangan pria saja yang melakukan crowd surfing. Para para perempuan juga melakukan hal serupa tanpa ada beban sama sekali. Para pria turut mengangkat perempuan yang melakukan crowd surfing.
Sejauh yang saya ingat, kebiasaan ini mulai muncul setelah Dara Setara menggelar konser di Libstud pada 13 Januari 2023. Konser tersebut memang khusus untuk perempuan saja. Lewat video di media sosial, saya bisa melihat para perempuan tidak sungkan melakukan crowd surfing. Luar biasa.
Farid Stevy memang selalu mengajarkan untuk para perempuan agar tidak takut melakukan crowd surfing. Selain itu, Farid juga menegaskan bahwa para pria harus melindungi para perempuan, tanpa terkecuali di Synchronize Festival 2023 Jakarta.
Sayang, saya tidak banyak mendokumentasi keseruan malam itu. Saya asyik bernyanyi, berjoget, hingga crowd surfing. Sayang juga FSTVLST tidak membawakan “Bulan Setan atau Malaikat”. Padahal saya ingin berteriak, “Ini cita-cita itu atau hanya buang-buang waktu”. Tapi tak masalah.
Setidaknya, berkat FSTVLST, Synchronize Festival 2023 jadi lebih berkesan bagi saya. Yah, walaupun tubuh sedang tidak fit karena dihajar polusi udara Jakarta.
Selesai acara, saya sempat melihat kalau Galang sukses mendapatkan set list lagu. Dia mengungkapkan perasaannya lewat sebuah unggahan. Terakhir, dia sempat mengabari saya, kalau band favorit kami ini main di Jogja, dia minta dikabari. Galang ingin sekali membubuhi set list itu dengan tanda tangan semua personil FSTVLST.
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Farid Stevy, Karya Seni, dan Tragedi dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.