MOJOK.CO – Fatwa haram jatuh untuk sound horeg. Namun, masih saja ada yang keras kepala dan mau menang sendiri dengan menolak fatwa ini.
Sound horeg tidak pernah berhenti menjadi perdebatan. Terakhir, selain karena memicu kerusuhan di Malang, sound horeg kena fatwa haram.
Belum lama ini, kiai se-Jawa dan Madura memutuskan menjatuhkan fatwa haram kepada sound horeg. Keputusan ini diambil setelah melewati diskusi yang panjang di sebuah forum bernama Bahtsul Masa’il.
Ada beberapa pertimbangan yang menjadi latar belakang munculnya fatwa ini. Misalnya, suara yang muncul dari sound horeg begitu menggelegar sampai menggetarkan kaca rumah dan melongsorkan genteng. Selain itu, ia juga sering menampilkan tarian erotis di depan umum dan anak kecil.
Keresahan warga
Jauh sebelum fatwa haram jatuh, warga sudah mengaku resah dengan keberadaan sound horeg. Rini Solihah, warga Kecamatan Kaliwates, Jember, mengaku dirinya sangat terganggu.
“Kaca rumah bergetar, panci, wajan, alat dapur, dan benda yang di rumah, apalagi yang diletakkan di dinding, bergetar semua. Jadi takut kalau jatuh dan rusak,” kata Rini.
Saat itu, sound horeg menjadi salah satu “penampil” di perayaan 17-an. Meski menjadi acara memperingati hari kemerdekaan, Rini Solihah tetap tidak setuju. Sound horeg membuat masyarakat khawatir karena suaranya yang merusak.
Holifah, warga Sukorambi mengungkapkan keresahan yang sama. Sebetulnya, dia sempat berusaha untuk menikmati sound horeg. Tapi, menurutnya, seharusnya pakai volume yang standar.
Sound horeg membahayakan kesehatan
Sudah banyak yang membahas bahwa sound horeg itu berbahaya untuk kesehatan. Saya melihat dampaknya memang serius, khususnya untuk anak-anak.
Sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia mengajak anak-anaknya untuk melihat sebuah pertunjukan. Namun demikian, suara keras yang menggelegar bisa merusak pendengaran anak secara permanen.
dr. Bambang Indra, seorang dokter spesialis THT Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Jember, mengingatkan dampak serius suara keras bagi bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Dia mengatakan, “Anak-anak itu pada masa pertumbuhan, maka pendengarannya sangat masih peka. Kalau suara keras, maka rambut getar pada telinga bagian dalam itu akan terganggu,” ujarnya (Radar Jember, 11/7/2025).
Rambut-rambut getar itu berfungsi menangkap getaran suara dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak. Jika rusak atau bahkan rontok, kemampuan mendengar akan menurun drastis dan bersifat permanen. Apalagi, kekuatan suara yang dihasilkan sound horeg bisa melebihi seratus desibel.
Maka terang sudah dampak dari fenomena sound horeg yang merugikan banyak warga. Oleh sebab itu, para kiai yang yang “menanggung” tanggung jawab sosial dan moral para warga turun tangan. Dari sini fatwa haram itu lahir.
Menimbang fatwa haram sound horeg
Hari-hari ini, sound horeg menjadi acara rutin di banyak acara di Jawa Timur. Mari kita ingat lagi bahwa suara keras dan tarian erotis dari fenomena ini membuat sebagian warga resah dan terganggu. Meskipun memang, sebagian yang lain mengaku bisa menikmati kehadirannya.
Artinya, selain suara keras yang menghadirkan kekhawatiran, mengganggu kenyamanan, dan gangguan kesehatan, ia telah memberikan dampak sosial terhadap para warga. Dampak moral terhadap anak bangsa juga ada di sana.
Dengan demikian, para kiai dalam forum Bahtsul Masa’il menjatuhkan fatwa haram. Forum diskusi ini diadakan di Pondok Pesantren Besuk, Jawa Timur.
Fatwa haram tersebut menimbang beberapa fakta krusial yang melekat. Pertama, sound horeg adalah simbol perbuatan terlarang dalam agama (maksiat). Kedua, ia menarik orang lain untuk berjoget-joget yang diharamkan secara syariat. ketiga, bercampurnya laki-laki dan perempuan. Keempat, berpotensi terjadinya hal lain yang terlarang.
Walhasil, ada 2 pertimbangan dalam memfatwakan sound horeg sebagai fenomena yang tidak selaras dengan doktrin agama (haram). Pertama, suara keras yang melebihi batas normal. Ini berpotensi menjadi gangguan sosial dan kesehatan. Kedua, adalah melekatnya perbuatan-perbuatan yang dilarang secara teoritis dalam ajaran Agama Islam.
Fatwa haram sound horeg memasung kreativitas lokal dan ekonomi warga?
Untuk sebuah keputusan, adalah wajar jika terjadi pertentangan. Khususnya mereka yang menjadikan sound horeg sebagai komoditas bisnis.
Mereka bahkan menganggap fatwa haram ini memasung kreativitas budaya lokal. Padahal, budaya lokal adalah ekspresi kebudayaan yang sudah rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Itu kata mereka.
Di sisi lain, fatwa haram juga berpotensi mematikan perputaran ekonomi. Terutama bagi pelaku bisnis dan UMKM yang merasa untung selama acara.
Saiful, salah satu perintis dan pengusaha sound system di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, buka suara. Dia menilai fatwa haram terhadap sound horeg menghambat berkembangnya bangsa Indonesia. Sebab, bangsa lain sudah tidak memperkarakan halal-haram, namun sudah berpikir tentang teknologi maju (Info Malang 8/7/2025).
Dari sini kita melihat wajah asli masyarakat Indonesia, yang selalu merasa benar tanpa melihat sisi lain dari apa yang dilakukannya. Pernyataan ahli kesehatan tentang dampak sound horeg terhadap pendengaran, banyaknya kerugian materialistik, dan ancaman moral bagi anak bangsa cenderung mereka abaikan dengan dalih kemajuan.
Kalau saya boleh bertanya, benarkah fatwa haram itu menghambat kemajuan negara? Tidak adakah ekspresi budaya lokal yang lebih bernilai dan tidak memberikan kerugian? Dan, apakah benar tujuan fatwa itu untuk mematikan ekonomi warga bukan untuk merespons kegiatan yang mengancam moral anak bangsa?
Karakteristik psikologi masyarakat Jawa
Melihat fakta demikian, saya teringat penelitian yang dilakukan Petrus Henri Marie Travaglino yang meneliti perihal emosional orang Jawa. Travaglino menyimpulkan, bahwa kehidupan orang Jawa selalu menitikberatkan pada emosi, bukan rasionya. Tak heran jika fatwa haram ini dianggap sebagai penghambat kemajuan bangsa Indonesia.
Travaglino juga menyimpulkan bahwa orang Jawa sangat mudah disugesti. Karena identitas individu mereka secara inheren terkait dengan identitas kelompok, maka pengaruh massa terhadap mereka sangat kuat.
Sehingga, akan sangat menolak jika kebiasaan mereka merasa diganggu, meskipun kebiasaannya memiliki banyak dampak negatif. Travaglino mengibaratkan mereka seperti percikan api yang dilempar ke dalam tong dinamit (Hans Pols, 2025).
Dengan begitu, fatwa haram yang dianggap penghambat kemajuan warga setempat dan membandingkannya dengan negara lain yang tidak lagi disibukkan dengan persoalan halal-haram, adalah bukti “keras kepala” orang-orang Indonesia yang selalu ingin menang sendiri.
Penulis: Muhammad Asyrofudin.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Pengalaman Nonton Langsung Sound Horeg: Bikin Pusing, Mual, dan Telinga Berdengung Berhari-Hari dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.
