ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Drama Squid Game versi Indonesia: Ambil Uang Dulu, Main Kemudian

Kalau Squid Game digelar di Indonesia, mungkin bakal banyak yang mau daftar jadi pesertanya. Terutama kalau lagi Pilkada, eh, tanggal tua.

Haris Firmansyah oleh Haris Firmansyah
28 September 2021
0
A A
squid game mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sebelum Squid Game viral, Indonesia pernah punya acara Mikrofon Pelunas Hutang. Sebuah acara yang kini ada variannya di dunia nyata.

Squid Game sempat menduduki posisi pertama di Indonesia sebagai serial Netflix yang paling banyak ditonton. Serial asal Korea Selatan ini mengusung tema survival game, tetapi game yang dimainkan adalah permainan tradisional anak-anak di negeri gingseng sana. Salah satunya permainan cumi alias squid game itu sendiri.

Permainan cumi yang dimainkan anak-anak di Korsel terkenal sebagai permainan anak yang brutal. Setiap pemain dibebaskan melakukan segala cara untuk mempertahankan teritori dan menginvasi daerah lawan.

Saling dorong dan adu sikut mah hal biasa. Bahkan boleh saja melempar pasir ke wajah lawan sampai kelilipan. Kemungkinan permainan ini berakhir ketika pemainnya pada sibuk gelut sampai lupa dengan permainannya. Berbeda dengan permainan tradisional Indonesia yang penanda berakhirnya adalah beduk Magrib dan suara emak nyuruh mandi.

Konsep cerita Squid Game bukanlah barang baru. Sebelumnya ada The Hunger Games dan Battle Royale yang isinya adalah pertumpahan darah untuk menentukan sang pemenang tunggal.

Kalau yang sama-sama memakai permainan anak-anak sebagai benang merah ceritanya adalah film Ready or Not. Bercerita tentang pengantin baru yang dipaksa main petak umpet di rumah mertua, tapi sambil diburu pakai senapan dan panah. Nah, ini baru namanya menantu diburu mertua. Harfiah.

Kompetisi di serial Squid Game terasa seperti Benteng Takeshi. Bedanya, di sini yang kalah langsung ditembak mati oleh panitianya. Nggak cukup cuma dikatai, “Bodoh sekali dia, Yang Mulia.” Apabila berhasil keluar sebagai pemenang, bisa bawa pulang uang segede celengan bagong raksasa.

Umumnya, peserta yang direkrut untuk permainan hidup-mati ini adalah orang-orang yang mengalami kesulitan finansial dalam kehidupan nyata. Seperti tokoh utamanya yang merupakan buronan rentenir. Sang protagonis ini terlilit utang karena mabok judi.

Dipilihnya permainan anak untuk dimainkan orang dewasa adalah bentuk ironi. Bahwa, ketika menyangkut masalah uang, teman sepermainan saat kecil pun tak segan untuk saling bunuh. Membuat kenangan indah masa-masa belum kenal uang, menjadi sangat berharga.

Di Indonesia pernah ada kontes untuk mereka yang terlilit oleh utang dan berniat untuk melunasinya, yaitu Mikrofon Pelunas Hutang. Namun, tak sedikit yang kritik acara realitas tersebut karena menjual kesedihan sekaligus komodifikasi kemiskinan. Sebab hadiahnya sedikit sekali, padahal sponsor untuk penyelenggaranya sangat melimpah.

Wajar saja, Mikrofon Pelunas Hutang bukan solusi utama untuk masalah kesenjangan sosial dan kesempatan kerja dan peluang usaha yang belum merata. Selesai acara, bisa jadi pemenang kuis tersebut kembali terjebak utang di kemudian hari. Sementara yang empunya acara malah makin kaya saja.

Ketimbang Mikrofon Pelunas Hutang acara yang dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini adalah “Mikrofon Anggota Dewan”. Kalau belum berhasil juga, terpaksa pakai “Megafon Peserta Demo”.

Diceritakan bahwa masalah di Korsel sana adalah utang rumah tangga yang melonjak lantaran pemerintah menghapuskan limit pinjaman. Sehingga rakyat bisa berutang di luar batas kemampuannya.

Hal seperti ini memungkinkan nasabah meminjam uang di pinjaman online (pinjol), lalu melunasinya pakai pinjol dari fintech lainnya. Begitu terus sampai keluarga besar dan tetangganya ikut-ikutan diteror debt collector.

Kompetisi ilegal Squid Game sampai diciptakan karena adanya orang yang terlalu banyak uang dan banyaknya orang yang tidak punya uang.

Konon, orang yang superkaya merasa tercabut kenikmatannya karena terlalu kaya. Makanan selezat apapun terasa hambar, kemudahan hidupnya malah membosankan. Jadi, untuk kesenangannya, golongan elite ini sampai harus menonton sesama manusia berlomba menyabung nyawa dalam sebuah permainan ala pacuan kuda.

Pertanyaannya, kenapa ada yang mau jadi pesertanya?

Ya karena banyak orang susah itu tadi. Kalau Squid Game digelar di Indonesia juga mungkin ada saja yang khilaf mendaftar jadi pesertanya. Apalagi diselenggarakannya pas tanggal tua.

Sebenarnya Indonesia sudah menggelar permainan seperti Squid Game ini sejak lama. Namun, tidak seperti Squid Game Korea Selatan yang mengharuskan pemain menjadi pemenang di setiap permainan untuk dapat uang hadiah utamanya. Di Indonesia, pemain bisa ambil uang dulu—ibaratnya hadiah dibayar di muka—baru mulai permainan.

Permainan tradisional yang dimainkan di sini bisa petak umpet atau kucing-kucingan. Area permainannya tidak terbatas wilayah Indonesia, tetapi bisa ke luar negeri juga.

Kalau pemain berhasil mengelabui petugas imigrasi di bandara dan tiba di Singapura, berarti itu titik aman pertama. Dari Singapura, pemain bisa melanjutkan permainan kucing-kucingan ke negara lain, seperti Hongkong atau Australia, bahkan Amerika.

Selama permainan, pemain bisa memakai uangnya. Bisa dibelanjakan untuk keperluan pribadi dan hobi, seperti koleksi action figure. Bisa juga plesiran ke Eropa. Kalau perlu membayar jasa orang lain untuk bekerja sama. Supaya tidak cepat ketahuan selama permainan petak umpet skala global ini.

Permainan berakhir ketika pemain tertangkap oleh petugas. Selanjutnya, pemain bakal dijebloskan ke penjara dan harus bayar denda. Peraturannya seperti permainan monopoli ya? Ya memang monopoli, bedanya yang dimonopoli bukan uang mainan, melainkan uang rakyat.

Tetapi tenang, pemain yang telah kalah tidak akan ditembak mati seperti di drakor Squid Game. Yah, paling banter disuruh tidur nyenyak di lapas rasa hotel. Sesekali bisa makan enak di restoran Padang atau liburan nonton tenis di Bali.

Maklum, di sini panitianya baik hati dan berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi.

Walaupun ada peraturan (UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2) yang berbunyi: “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan*.”

*) Syarat dan ketentuan berlaku.

BACA JUGA Plot Brutal Squid Game yang Sering Gagal Dipahami dan tulisan Haris Firmansyah lainnya.

Terakhir diperbarui pada 28 September 2021 oleh

Tags: DrakorHukuman matikorea selatanlapassquid gameutang
Iklan
Haris Firmansyah

Haris Firmansyah

Pegawai Bank Ibukota. Selain suka ngitung uang juga suka ngitung kata.

Artikel Terkait

Kim Soo Hyun, Skandal Pedofil Menjadi Sisi Gelap Korea Selatan MOJOK.CO
Esai

Ketika Oppa Kesayanganmu Terseret Kasus Pedofil: yang Perlu Dipetik dari Skandal Kim Soo Hyun

13 Maret 2025
Shopee Paylater: Menguntungkan Seller, tapi Bikin Keuangan Pengguna Hancur, Siap-siap Gagal BI Checking! promo paylater
Liputan

Shopee Paylater: Menguntungkan Seller, tapi Bikin Keuangan Pengguna Hancur, Siap-siap Gagal BI Checking!

25 Juni 2024
Suharto Pernah Memberlakukan Student Loan yang Berakhir Kegagalan: Banyak Kredit Macet di Jogja karena Pemerintah Nggak Bisa Jamin Lapangan Kerja.MOJOK.CO
Kampus

Student Loan Adalah Skema Perbudakan Modern, Solusi Gila yang Bikin Masyarakat Indonesia Dicekik oleh Utang!

23 Mei 2024
Cerita Debt Collector yang Tobat dan Memilih Keluar Gara-gara Tak Tega Melihat Nasabah Kena Musibah tapi Dipaksa Membayar Angsuran
Ragam

Cerita Debt Collector yang Tobat dan Memilih Keluar Gara-gara Tak Tega Melihat Nasabah Kena Musibah tapi Dipaksa Membayar Angsuran

17 April 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menyaksikan Kegilaan dari Dalam Bus Bagong dan Harapan Jaya MOJOK.CO

Menyaksikan Kegilaan Sopir Harapan Jaya dan Bus Bagong dari Dalam Bus, Menjadi Saksi Kehidupan Bus yang Selalu Dianggap Biang Masalah Jalanan

13 Juni 2025
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah UNY terancam DO. MOJOK.CO

Nyaris Drop Out karena Terhambat Profesor yang Menyebalkan Saat Skripsi, Akhirnya Raih Gelar S1 Ilmu Sejarah di Semester 14

10 Juni 2025
Jadi driver Gojek buat cari duit malah tekor terus kena order fiktf, hidup tertolong promo MOJOK.CO

Jadi Driver Gojek untuk Cari Duit Malah Tekor Terus Kena Order Fiktif, Hidup Tertolong Promo

13 Juni 2025
down for life, kalatidha.MOJOK.CO

Kalatidha: “Syair Macapat” dalam Kemasan Musik Cadas, Album Baru sekaligus Penanda Perjalanan Spiritual Down For Life

11 Juni 2025
Wisata di Bali anti ribet dengan eSIM MOJOK.CO

Liburan ke Bali Tanpa Drama: Cukup eSIM, Sinyal Aman, Kantong Tenang

10 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.