Curhatan Penulis Naskah ‘Suara Hati Istri: Zahra’: Penulis Tidak Punya Kuasa Memilih Pemeran

Curhatan Penulis Naskah ‘Suara Hati Istri: Zahra’: Penulis Tidak Punya Kuasa Memilih Pemeran MOJOK.CO

Curhatan Penulis Naskah ‘Suara Hati Istri: Zahra’: Penulis Tidak Punya Kuasa Memilih Pemeran MOJOK.CO

MOJOK.COPara penulis di Suara Hati Istri: Zahra tidak punya kuasa untuk memilih, apalagi menentukan usia pemeran. Kami hanya menulis, tidak lebih.

Kalau kamu menganggap saya penulis serial Suara Hati Istri: Zahra yang lagi kontroversi itu dan sedang melakukan pembelaan lewat Mojok, kamu salah. Saya bukan penulis Zahra, tapi hanya salah satu penulis Suara Hati Istri reguler episodik dan kebetulan berteman dekat dengan penulis Zahra.

Okay, saya tahu, netizen budiman nggak ngerti dan nggak mau tahu juga bedanya banner slot FTV episodik dan series. Tenang, bakalan saya kasih tahu, biar lain kali saat mau menghujat penulisnya itu nggak salah sasaran dan biar nggak terlalu terlihat bodoh.

Suara Hati Istri adalah FTV (Film Televisi) yang tayang episodik atau one off. Sekali cerita langsung habis. Sementara Mega Series Suara Hati Istri: Zahra, adalah varian lainnya sebagai sebuah serial, bisa disebut juga sinetron karena ceritanya bersambung. Keduanya diperankan tokoh-tokoh yang sama. Ini adalah series Suara Hati Istri lain setelah yang berjudul Kayla sukses. Nggak tau nggak apa-apa, sekarang jadi tahu.

Penulis Suara Hati Istri: Zahra itu ada dua orang dan benar-benar senior di dalam dunia kepenulisan skenario, lebih dari saya. Tak perlu saya sebut namanya karena mereka nggak mau disebut juga. Namun yang pasti, mereka adalah senior di PH tempat saya menulis skenario FTV Indosiar.

Nah, untuk urusan menghadapi kontroversi, nampaknya saya lebih senior ketimbang mereka. Kawan, mau mengkritik dan tanda tangan petisi itu silakan saja. Mau menyerang sosmed penulis atau pemerannya, juga silakan walaupun salah sasaran.

Namun, tolong, pakai bahasa yang enak di telinga. Tegas boleh, kasar jangan. Salah satu penulis Suara Hati Istri: Zahra adalah seorang ibu beranak satu. Salah satu dari kalian mendoakan anak perempuannya jadi korban pedofil. Hati sama otaknya di mana ya?

Saya membaca tulisan redaktur Mojok di rubrik Pojokan yang membahas Suara Hati Istri: Zahra. Tulisan mereka masih bisa diterima. Bahasanya tegas tapi sopan meskipun tetap saja ada hal-hal yang salah sasaran juga karena membandingkan sinetron TV dengan Film Berbagi Suami karena jelas standar TV dan film beda.

Namun ada juga tulisan lain di Terminal Mojok yang pakai makian “tai kucing” karena kemarahannya pada kontroversi Suara Hati Istri: Zahra. Tentu saja saya ikut kesal karena orang mengatai karya orang lain dengan menyamakannya dengan kotoran. Kalau dari tulisannya saja sudah kotor, terlihat hatinya juga kotor. Jadi, mari kita saling berkata kotor?

Saya merasa perlu bersuara, meluruskan beberapa hal. Influencer seperti Ernest Prakasa bersuara mengedepankan moral, etika, dan nurani. Indosiar lalu merespons dengan bersepakat dengan PH MKF juga KPI. Pemeran Zahra yang berusia 14 tahun diganti dengan yang usianya sudah di atas 15, yaitu Hana Kirana agar secara looks dan content tak bermasalah seperti “menormalisasi pedofil”.

Keresahan Ernest ini mirip sama keresahan saya sebagai penulis skenario….

Salah satu dari penulis Suara Hati Istri: Zahra curhat ke saya. Dirinya sempat down karena skenarionya ditolak dan alur cerita berubah drastis sejak kontroversi itu terjadi. Lalu dibuat transisi Zahra kecelakaan lalu operasi plastik biar kontroversi usia pemeran selesai.

Kamu perlu tahu bagaimana beratnya menjadi penulis skenario. Jumlah halaman 1 episode itu minimal 65 halaman A4. Harus selesai dalam 1 hari, maksimal 2 hari. Dikerjakan oleh 1 orang, dibantu beberapa co-writer. Membuat skenario yang tetap “mengikat” itu tidak mudah.

Setelah ramai, beberapa skenario Suara Hati Istri: Zahra yang berharga itu harus “dibakar” begitu saja, nggak dipakai dan hasil mikir juga keringatnya menguap begitu saja. Sudah begitu, anaknya didoakan jadi korban pedofil. Anak kecil tak berdosa dibawa-bawa ke masalah orang dewasa. Menyedihkan.

Satu hal paling penting yang harus kamu tahu: Penulis di-hire untuk menulis, bukan memilih pemeran. Jangan salahkan penulis, yang nggak tahu usia pemeran yang dipilih oleh PH dan TV. Kami hanya menulis. Kami tidak bisa dan tak punya kuasa untuk mengontrol kebijakan pihak lain.

Penulis skenario Suara Hati Istri: Zahra hanya berusaha menghadirkan realita kehidupan yang sering tidak kita ketahui… atau tidak kita pedulikan. Pesan moral yang coba dibangun dibuang begitu saja dan penulis menjadi sasarannya.

Melapor ke KPI dan atau Lembaga Sensor Film (yang bekerja sebelum tayang) itu juga nggak apa-apa. Membuat petisi juga boleh. Tapi tolong, sasarannya jelas.

Silakan protes konten dari sub-judul seriesnya, jangan seenaknya minta dihilangkan slot series yang premisnya berbeda, apalagi minta dihentikan penayangan. Silakan tonton juga Suara Hati Istri: Kayla biar tahu bedanya.

Keluarga saya, para penulis skenario, kru, dan talent mencari makan dengan kemampuan kami. Kami bekerja dengan kesadaran. Kalau sebuah cerita menjadi kontroversi, tolong lihat dulu proses yang terjadi di balik layar. Jangan main serang, apalagi salah sasaran, dan bikin orang lain sengsara.

BACA JUGA Zahra di Sinetron ‘Suara Hati Istri’ Tunjukkan Indosiar sedang Naik Level dan curhatan lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version