Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Bau Ketek, Akar Konflik Sosial Paling Serius

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
3 November 2019
A A
5 Merek Deodorant Terbaik dan Termurah Versi Kasir Indomaret, Modal 20 Ribu Sudah Ampuh Atasi Bau Ketek.MOJOK.CO

Bau Ketek

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bau ketek adalah malapetaka yang bikin gamang. Mau bilang ke empunya bau, sungkan. Didiamkan, kok baunya tak tertahankan.

Kalau harus menyebut satu peranti hidup yang paling tidak mungkin saya tinggalkan dan paling menentukan nasib kehidupan saya, saya tidak akan menyebut sikat gigi, charger hp, atau celana dalam. Saya akan menyebut deodoran.

Badan saya aslinya bau tengik. Saya tak tahu kenapa. Entah karena saya tidak suka minum air putih, karena konsumsi lemak-lemakan berlebih, atau bisa jadi pula karena timbunan dosa yang terlalu tebal—dan Anda tahu bahwa keringat campur dosa itu memang bau.

Saya menyadari bau ketek saya itu sejak SMA. Ini satu karunia yang tiada tara. Karunia di situ tentu saja bukanlah bau keteknya, melainkan kesadaran akan bau ketek itu.

Ceritanya, ada dua kawan cewek sedang ngobrol. Saya nguping. Persis ketika obrolan mereka menyerempet topik bau badan, mereka ngikik bersama. Tapi tiba-tiba keduanya lekas menyetop tawanya, waktu sadar saya sedang di dekat mereka!

Saya merasa sedang membaca kode gamblang semacam: “Eh orangnya di sini!”

Cleguk! Bau ketek! Asemmm! Setengik itukah ketek saya??

Dengan panik, segera saya mencari kepastian. Saya bertanya ke orang-orang terdekat. Tentu emak saya yang paling bisa saya tanyai. Dan ternyata, segalanya terkonfirmasi. Ini benar-benar aib tak tertanggungkan.

Mekanisme konfirmasi atas bau ketek itu memang vital dan mendasar. Kita telah kehilangan jarak objektif dengan tubuh kita sendiri. Kita tidak bisa menilai badan kita, terutama perkara bau. Manusia dibekali kemampuan berdaptasi yang terlalu sempurna atas bau. Bau busuk yang terus-menerus Anda hirup lama-lama akan netral saja di hidung Anda.

Soal ini ada contohnya. Sejak kecil sampai menikah, saya tinggal di rumah ortu saya, dekat Pabrik Gula Madukismo di Bantul. Tiap musim giling, pabrik itu membuang limbahnya bersama air irigasi ke sawah-sawah. Nah, di depan rumah kami ada sawah luas, sehingga otomatis bau limbah itu menghajar pula perkampungan saya.

Tapi itu cuma kami rasakan sehari dua hari tiap permulaan musim giling. Setelahnya, kami sendiri lupa kalau ada bau seperti itu. Saya baru ingat bahwa limbah pabrik itu bau menyengat gara-gara ada kawan datang ke rumah dan mengira saya kentut.

***

Oke, kembali ke wacana per-ketek-an. Sekali lagi saya tekankan, kita tak punya jarak objektif dengan tubuh kita, utamanya dalam perkara bau. Nah, karena faktor itu, masalah sosial yang lebih luas lagi terus-menerus tercipta, dan sering kali tak ada solusinya.

Begini. Tak banyak orang menyadari bau keteknya. Orang berketek paling tengik pun jarang yang menyadari aib besar itu. Dia tak sadar keteknya bau, sementara itu kawan-kawan di sekitarnya tersiksa sepanjang waktu.

Iklan

Para kawan itu pun terjebak dalam situasi maharumit. Mau bilang, “Mbak, maaf, ketekmu itu lho!” kok ya nggak sopan, dan bisa-bisa membuat Si Mbak luka perasaan. Tapi mau terus-menerus menahan diri demi tata krama, aduh, kok ya aroma ketek itu menyerbu gencar luar biasa.

Ada jutaan kasus seperti itu. Problem polusi lingkungan tak dapat ditanggulangi hanya demi menjaga perasaan kawan. Padahal, kita yang tak tega mengingatkan kawan kita tentang bau keteknya itu sedang membiarkan dia terus terjerumus dalam kubangan persoalan.

Coba bayangkan. Kalau dia pedagang, apalagi orang yang berbisnis jasa layanan offline, ordernya akan terus seret. Sebagus apa pun layanannya, Anda lebih suka dilayani Mas Wangi atau Mas Ketek?

Kalau dia orang yang sedang pacaran, bisa-bisa dia diputus pacarnya pas lagi sayang-sayangnya. Saya punya kawan seperti itu. “Ya ampun Bal, dia tu baik banget, tapi bau. Aku mau ngasih tau dia nggak enak.”

Kalau dia jomblo dan sedang berjuang cari jodoh? Lebih bahaya lagi.

Perkara-perkara seperti inilah yang saya kira harus segera diselesaikan pada 100 Hari Pertama Mas Nadiem dan Pak Tito. Kesadaran masyarakat akan bau ketek masing-masing akan menentukan derajat keterdidikan bangsa Indonesia, juga jadi faktor determinan dalam kualitas sumber daya manusia.

Mau Nadiem merombak kurikulum sekolah sebrutal apa pun, kalau para pelaku kurikulum itu sendiri tidak sadar dengan bau ketek mereka, percayalah, semua langkah reformasi total itu tiada guna.

***

Alkisah, akhirnya saya segera menindaklanjuti fakta tengiknya ketek saya. Saya beli parfum semprot murahan. Saya semprotkan tiap hari persis di dua titik sentra permasalahan.

Namun problem ketek ini ternyata tak sederhana. Parfum tak bisa mengalahkan bau ketek. Catat ini baik-baik. Parfum adalah pewangi, bukan penghilang bau.

Sampai kemudian Allah Subhanahuwata’ala menurunkan hidayah-Nya lewat kawan saya yang paham kimia. “Bau ketek itu dari keringat, keringat itu bersifat asam. Kalau mau menetralisirnya, pakailah yang tingkat kebasaannya tinggi.”

Maka, saya menemukan bedak MBK yang legendaris itu. Di situlah persoalan saya selesai dengan menggembirakan, bahkan kemudian saya berani pacaran.

Repotnya, bubuk MBK sering tidak praktis. Saya pun menemukan bahwa roll-on menawarkan kebasaan yang lumayan. Dari situlah awal mula ketergantungan hidup saya kepada roll-on.

Akhir kata, sebarkan cerita ini ke grup-grup Whatsapp Anda, dan berdoalah ada yang sadar diri lantas mengonfirmasi bau ketek masing-masing ke pihak lain yang lebih objektif dan tidak punya kepentingan politik apa pun. Itu akan menjadi amal saleh Anda yang tiada tara.

Atau kirimkan langsung link tulisan ini ke kawan Anda yang keteknya paling busuk, sambil pura-pura bilang, “Brooo ini tulisan nggak mutu bangeeet wkwkwk, coba kamu share ke temenmu yang bauk!”

Semoga dia nggak bego-bego amat, dan segera sadar bahwa dia sendirilah sasaran dakwah pemurnian ketek yang Anda lancarkan.

BACA JUGA Jengkol dan Bau Biadabnya atau esai IQBAL AJI DARYONO lainnya.

Terakhir diperbarui pada 3 November 2019 oleh

Tags: bau ketekdeodorankonflik sosial
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

5 Merek Deodorant Terbaik dan Termurah Versi Kasir Indomaret, Modal 20 Ribu Sudah Ampuh Atasi Bau Ketek MOJOK.CO
Aktual

5 Merek Deodorant Terbaik dan Termurah Versi Kasir Indomaret, Modal 20 Ribu Sudah Ampuh Atasi Bau Ketek

23 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.