MOJOK.CO – Bahasa Indonesia dianggap miskin kosakata dan kalah jauh dari Bahasa Inggris. Tapi tahukah kamu kalau Bahasa Inggris merampok bahasa bangsa lain?
Perbincangan tentang Bahasa Indonesia antara Indah G dan Cinta Laura memantik perdebatan. Klaim bahwa Bahasa Indonesia miskin kosakata mendapat beragam respons. Sebagian besar menolak, sebagian lagi menerima itu.
Konteks Indah menyebut Bahasa Indonesia miskin kosakata karena dianggap penutur bahasa kita terlalu memutar, tidak langsung, dan kurang efisien. Untuk ini, saya kira, Indah benar. Banyak orang Indonesia kalau ngomong mbulet dan nggak langsung aja.
Meski demikian, menyebut Bahasa Indonesia kurang kosakata dan malas sekali, itu mungkin ya nggak tepat juga. Dalam perdebatan miskin kosakata, mereka yang tidak sepakat berpendapat bahwa ada ragam yang indah namun orang kita jarang menggunakannya. Artinya, kita tidak menggunakan kekayaan Bahasa Indonesia dengan maksimal. Semetara yang setuju mencontohkan beberapa kata dalam Bahasa Inggris yang belum punya padan artinya, seperti juxtaposition atau slaaayy.
Kemampuan bertutur kita, penguasaan bahasa, dan ragam diksi yang dimiliki seseorang tergantung seberapa sering kita menggunakan kosakata tersebut. Jika saban hari berkomunikasi dengan bahasa ngapak yang dipadu dengan posh british, ya akan susah bicara dengan dialek madura yang dipadu sanskrit. Maka, sebelum menyebut bahasa lain minim kosakata, kita perlu tahu emang dari sekian banyak diksi dalam kamus, berapa banyak yang sudah dipakai?
Apresiasi untuk Indah G dan Cinta Laura
Indah G dan Cinta Laura secara terbuka bicara tentang Bahasa Indonesia semestinya mendapat apresiasi. Mereka membuka realitas bahwa banyak orang yang belum memaksimalkan khazanah ragam istilah dan kata dalam kamus kita. Pernyataan bahwa kosakata miskin, ketimbang terbatas, kurang, terkukung, sedikit, cupet, minim, dan spesifik artinya si pengguna jarang memakai ragam yang ada.
Ini bukan berarti para pegiat bahasa di Indonesia ini tidak memiliki upaya untuk memperluas bahasa ya. Misalnya kita perlu berterima kasih kepada Uda Ivan Lanin, Nukila Amal, Goenawan Mohamad, dan Nirwan Dewanto yang bertahun-tahun berupaya memperkenalkan selingkung diksi baru ke masyarakat. Meski sering diejek elitis, toh mereka juga berikhtiar sebaik mungkin agar bisa memperluas bahasa agar nggak cuma itu-itu aja, coy.
Nih, ya, kalo mau jujur. Kamu tahu kata “bjir”? Nah itu adalah kata yang lahir dari evolusi leksikon bahasa tulis di media sosial. Awalnya anjing, jadi anjir, jadi njir, kemudian karena huruf N dan B sangat dekat, maka muncul “bjir”. Hal semacam ini akan sangat susah diadopsi oleh Bahasa Inggris yang kerap kali nggak cuman merampok artefak budaya bangsa jajahan, tapi juga bahasa negara yang dijajah.
Baca halaman selanjutnya: Tahukah kamu kalau Bahasa Inggris itu “merampok” bahasa bangsa lain?