Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Azab Harusnya Nggak Dibikin Bahan Bercandaan, Itu Nggak Lucu

Esty Dyah Imaniar oleh Esty Dyah Imaniar
7 Oktober 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sori nih, Mojok, kali ini kita nggak sejalan. Meskipun cuma buat bercandaan, humor soal azab begituan menurut saya kok nggak lucu ya?

Kuis “Apa Judul Azab Versi Kamu?” adalah konten media sosial terbaik yang bisa ditawarkan Indosiar setelah video serial Dzolim MNCTV lebih viral mengalahkannya sebagai senior. Meskipun sebenarnya kemenangan branding berada di pihak Indosiar sebab netizen tetap mengira video itu sebagai “sinetron Indosiar” dan bukan sinetron MNCTV.

Bukan itu yang mau saya bahas. Entah serial Indosiar atau MNCTV yang viral, sebagai penonton setia menurut saya pola serial “religi” macam itu sebenarnya sama. Jika Dzolim MNCTV kebetulan sering viral dibanding Azab Indosiar jelas karena keberanian berlebihnya dalam mengolah judul sampah yang membuat diri menyesal telah membacanya.

Akan tetapi berhubung netizen Indonesia ketika dikasih sampah justru minta tambah, mereka lalu kegirangan “bermain-main azab” dengan membuat aneka judul tandingan yang nggak kalah sampahnya. Makanya nggak heran kuis “Apa Judul Azab Versi Kamu?” jadi viral sebagai bahan bercandaan netizen.

Azab yang hakikatnya adalah peringatan justru menjelma menjadi hiburan. Receh pula. Termasuk Mojok yang juga bikin thread Macam-Macam Azab Pengguna Sosmed (yang katanya “lucu sampai ke kolom komen”).

Sori nih, Mojok, kali ini kita nggak sejalan. Meskipun cuma buat bercandaan, humor begituan menurut saya kok nggak lucu ya?

“Halah Mbak, selow. Kayak nggak tahu Mojok aja. Kita kan suka bercanda, myluv~”

Tapi kayaknya bercandaan soal Azab ini udah berlebihan deh, Jok.

Gini lho, saking seringnya terpapar judul serial macam yang aneh-aneh macam begini, netizen kita nggak lagi serius memaknai, bahkan nggak lagi percaya soal azab. Kalau dari awal nggak percaya yaudasiya, tapi lain soal kalau dia nggak lagi percaya azab karena terlalu mati rasa efek sering menertawakannya.

Bahkan sekarang setiap ada yang ngomongin perkara ini dalam konteks serius, akan dianggap kuno, kolot, nggak berpikiran terbuka (yah mungkin macam yang lagi dipikirin pembaca tulisan ini).

Apalagi ketika azab diperbincangkan dalam masa bencana seperti belakangan ini. Seolah kalau seseorang, pada tahun 2018 ini, masih percaya bawa bencana merupakan azab dan peringatan dari Tuhan, sepantasnya tinggal saja di zaman prasejarah.

Padahal ini soal kepercayaan, bagian dari ranah spiritual seseorang. Ketika dia meyakini dan menyampaikannya, sepanjang diungkapkan dengan adab yang baik, kenapa harus dipermasalahkan?

Emang sih braaaangseeeekaaaai sekali ketika kamu baru mendapat musibah lalu temanmu beramai-ramai mengatai, “Azab dari Allah tuh, kamu kan kurang sedekah,” atau ketika terjadi musibah lalu refleksi semacam ini diberikan dengan misi kampanye politik praktis. KZL.

Tapi ketika peringatan seperti ini diterima sebagai bahan muhasabah bersama, apakah masih nggak boleh? Terlebih seringkali ketika (seolah) menasihati orang lain, sebenarnya kita sedang menasihati diri sendiri.

Iklan

Selama ini kita berpikiran hanya orang yang terkena bencana langsung lah yang bersalah sehingga terkena musibah. Makanya akan menjadi sangat tidak etis jika menganggap bencana sebagai azab.

“Kasihan kan, mereka masih berduka. Jangan ditambahi luka.”

Padahal bisa jadi yang jerawatan pipinya, padahal yang bermasalah pencernaannya. Alias bisa jadi yang diuji bencana di sini, sementara pelanggaran utamanya di sana. Sementara kita terlalu sering berfokus pada gejala dan bukan masalah utama.

Mereka yang aman dari bencana bukan berarti bebas azab. Bahkan ada yang meyakini bahwa para korban bencana sesungguhnya mendapat berkah menjemput syahid, sementara yang merasa aman dari bencana justru pihak yang sebenarnya sedang diuji dengan musibah. Makanya bagi mereka yang meyakini poin penting ketika ada bencana, selain berusaha membantu meringankan beban korban, adalah mengambil hikmah atau pelajaran. Termasuk dengan melihatnya sebagai probabilitas azab dari Tuhan untuk direnungi agar menjadi lebih baik.

Ketika ngobrol soal kerusuhan Poso beberapa tahun silam, ada perkataan warga yang jleb sekali buat saya: “Ya ini teguran juga dari Allah, Mbak. Dulu kan ibadah kami nggak bagus,” katanya sebelum menceritakan hal-hal off the record mengenai “pelanggaran sosial” di tanahnya itu.

Saya yang mempelajari kerusuhan Poso sebagai murni konflik kepentingan sungguh nggak terpikir sampai ke situ. Apalagi ini kan konflik horizontal, bukan bencana alam yang azab-able. Tapi ya meskipun mengernyitkan dahi, saya berusaha tetap menghormati pandangannya soal itu. Ketika musibah membuatnya tergerak lebih dekat dengan Tuhan, ya apa salahnya?

Pada lain waktu, saya ngobrol dengan masyarakat adat di Ciptagelar soal bagaimana manusia dan alam mesti saling menjaga. Kalau kita blangsakan ke alam, alam akan “berbicara”. Banjir, gempa, bahkan gagal panen—dalam kepercayaan mereka—merupakan wujud komunikasi alam ke manusia. Buat orang yang nggak percaya, pemikiran seperti itu pasti terasa absurd. Tapi itulah kepercayaan mereka yang sepatutnya kita hormati.

Sama halnya dengan muslim yang mempercayai azab sebagai cara Tuhan berkomunikasi dengan umatnya yang melampaui batas. Mungkin nggak logis buatmu, tapi dalam kepercayaan mereka, konsep ilmu tidak dibatasi hal-hal empiris tampak fisik melainkan juga metafisik.

Jadi memang nggak bakal ketemu dengan logikamu yang mengharuskan melihat sebelum meyakini. Makanya, jika belum bisa memahami, baiknya dihormati saja. Atau ketika memang keluasan hatimu belum selapang itu untuk menghormati, setidaknya nggak usah menjadikannya bahan bercandaan.

Sekadar info nih, terminologi azab bagi umat Islam berfungsi sebagai pengingat atas kuasa Allah terhadap (dosa) manusia. Kata “azab” sendiri setidaknya disebut sebanyak 309 kali dalam Al-Quran, kitab sucinya umat Islam.

Penyebutan sebanyak itu pun nggak ada yang konteksnya “bercanda doang, Keleus” meski cuma satu. Saking sensitifnya perkara ini, para ulama pun membahasnya secara serius dan jauh dari kelucuan macam “juragan tahu bulat mati tergoreng dadakan dikubur anget-anget” atau “mandor kejam terkubur coran beton dan tertimpa meteor”.

Kita mungkin nggak secerdas ulama terdahulu atau masyarakat adat untuk memahami hubungan tak kasat mata yang bekerja di balik perilaku manusia dan respons semesta. Meski begitu, nggak elok juga kalau kekurangan itu membuat kita menjadikan kepercayaan orang lain sebagai bahan bercandaan.

Oh iya, kalau kamu nyari di mana letak lucunya tulisan ini, mohon maaf nggak ada. Sebab ngomongin azab memang nggak sebercanda itu.

Terakhir diperbarui pada 6 Oktober 2018 oleh

Tags: azabdzolimIndosiarmnctvsinetron azabviral
Esty Dyah Imaniar

Esty Dyah Imaniar

Artikel Terkait

Kisah Perempuan Menikah dengan Bapak Kosnya Sendiri, Usia terpaut 20 tahun
Video

Kisah Perempuan Menikah dengan Bapak Kosnya Sendiri, Usia terpaut 20 tahun

30 Agustus 2023
ibu negara dihina mojok.co
Hukum

Ini Respon Gibran Saat Ibu Negara Dihina

19 November 2022
komikus penghina ibu negara mojok.co
Hukum

Komikus yang Hina Ibu Negara Diduga Kerap Bermasalah

19 November 2022
Mengenal agen asuransi yang lagi viral Mojok.co
Ekonomi

Viral Agen Asuransi Punya Penghasilan Miliaran

17 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.