MOJOK.CO – Sebagai HRD, ada saja kejadian aneh para pelamar kerja saat wawancara kerja. Beberapa di antaranya bahkan masuk kategori absurd saking brutalnya.
Menjadi seorang recruiter membuat saya mau tidak mau harus bertemu sekaligus berkomunikasi dengan banyak orang, khususnya para kandidat/pelamar kerja dengan segala karakteristiknya. Selain itu, saya juga harus beradaptasi dengan gaya komunikasi dari tiap kandidat yang saya ajak wawancara kerja, agar komunikasi dua arah berlangsung dengan nyaman dan bisa saling memahami apa yang disampaikan.
Ada banyak yang saya amati dari para pelamar kerja saat akan memulai wawancara kerja, saat wawancara sedang berlangsung, atau bahkan ketika proses wawancara sudah berakhir. Dari caranya berkomunikasi, gaya bahasa yang digunakan saat menyampaikan suatu gagasan, sampai dengan gesture atau sikap mereka saat berbicara.
Banyak kandidat yang pernah saya temui, selalu berusaha menunjukkan performa terbaiknya saat proses wawancara kerja. Wajar, karena sebagian besar kandidat pasti punya motivasi untuk segera bekerja dan ingin mendapatkan penilaian yang baik dari HRD agar bisa diterima dan bergabung di perusahaan, juga menempati posisi yang dilamar.
Namun, tidak semua kandidat memiliki kesiapan yang cukup baik saat mengikuti proses wawancara kerja. Selalu saja ada kelakukan kandidat yang absurd dan bikin dahi saya mengerenyit dalam, sedalam Palung Mariana.
Kejadian absurd ketika proses ini melibatkan antara saya dengan para kandidat masih saya rekam di memori hingga kini. Bukannya apa, beberapa di antaranya—karena saking absurdnya—jadi lucu saja kalau diingat kembali.
Saya akan coba bagikan lima di antara sekian banyak kisah absurd dari setiap proses perekrutan yang sudah pernah saya alami secara runut, dari awal sampai selesai. Jika dalam suatu album musik ada istilah best of the best, dalam wawancara kerja boleh lah dibuat absurd of the absurd. Paling absurd di antara yang absurd.
Pertama, tanggapan absurd saat saya kasih infor untuk datang wawancara kerja
Ketika memberi info undangan wawancara kerja kepada salah satu kandidat, pernah ada yang dengan sangat percaya diri langsung bertanya, “Pak, di kantor Bapak masuknya gampang nggak, walaupun saya nggak punya orang dalem? Saya pengin bisa segera kerja, Pak. Mohon dibantu.”
“…”
Saya sempat bertanya-tanya, apakah kandidat ini selalu berkata demikian ketika mendapat undangan wawancara kerja dari HRD perusahaan? Jika iya, saya bisa paham kenapa ia belum bekerja—paling tidak sampai mendapat telepon dari saya itu.
Bukan tidak mungkin, pelamar kerja model ini selalu melihat bahwa orang bisa mendapat kerjaan itu syarat utamanya bukan semata-semata soal softskill atau CV yang mentereng, namun punya koneksi orang dalem atau nggak.
Saran saya buat kamu pelamar kerja, kalau merespons undangan wawancara kerja dari HRD, jawab yang sewajarnya aja, Mz, Mb. Soalnya kesan pertama bisa menghancurkan peluangmu diterima kerja. Camkan itu baek-baek.
Kedua, kejadian absurd saat ada kandidat yang datang untuk mengikuti proses wawancara kerja
Pernah suatu ketika, secara mengejutkan, ada kandidat yang begitu memasuki lobi kantor, langsung berbicara dengan nada tinggi kepada satpam dan kandidat lain yang sudah datang sebelumnya.
“Selamat pagi, Pak Satpam, pagi teman-teman semuanya! Pak, masih ada lowongan kerja, nggak? Saya mau melamar kerja nih, Pak! Bisa, ya?”
Suara yang cukup lantang itu terdengar sepanjang lobi, dan tentu saja saya yang juga sedang berada di area resepsionis. Saya dan kandidat hanya bisa bertatap-tatapan sekaligus senyum-senyum tipis. Heran aja gitu, ada aja kandidat yang kelakuannya begitu.
Bener-bener masih old school banget kayak adegan si Doel bawa stopmap folio karton dari satu kantor ke kantor lainnya. Udah gitu, ngomongnya pake nge-gas lagi. Nggak bisa sewajarnya aja, Ngab?
Ketiga, tanya-jawab absurd saat wawancara kerja berlangsung
Saya paham betul, proses wawancara kerja sering kali bikin deg-degan, gugup, dan bikin mules bagi banyak pelamar kerja. Saya bisa paham sensasi tersebut karena pernah ada di posisi yang sama. Nah, asal kamu tahu, dalam situasi dan kondisi ini, kandidat mana pun dituntut untuk bisa mengontrol kegugupan dan tetap berkomunikasi dengan baik.
Suatu ketika saat proses wawancara, saya bertanya dengan santai dan seperti biasanya.
“Bisa diceritakan, Mas, dirimu orang yang seperti apa?” tanya saya.
“Oh, kalau itu, coba tanya mama saya, Mas. Dia yang lebih tahu tentang saya,” jawab si kandidat dengan nada bicara tanpa berdosa.
Saya mulai merasa aneh, namun tetap mencoba melanjutkan wawancara kerja.
“Oh. Kalau kelebihan dan kekuranganmu apa aja?” lanjut saya.
“Nah! Kalau itu juga yang tahu mama saya, Mas! Pokoknya, mama saya tahu banyak tentang saya. Kalau nggak percaya, Mas boleh tanya langsung aja.”
“…..”
Suwer. Saya betul-betul nggak paham ketika mendengar jawaban tersebut. Ini yang mau masuk kerja dia atau mamanya, sih?
Keempat, menyontek saat mengikuti psikotes
Silakan bayangan adegan ini.
Seorang kandidat menyontek selama pengerjaan psikotes berlangsung. Dari awal sampai akhir. Saya sempat menegur dengan nada bercanda agar si pelamar kerja tidak lagi melirik ke lembar jawab kandidat terdekatnya.
Cuma heran aja, kok ya ada orang ngerjain soal psikotes aja pakai nyontek segala. Emang mau punya kepribadian ganda ya, Mz?
Kelima, kandidat yang mendikte perusahaan saat tinggal tanda tangan kontrak
Saya pikir, bagi banyak pencari kerja, mendapat informasi lolos, diterima, sampai akhirnya diundang untuk tanda tangan kontrak adalah sesuatu hal yang membahagiakan. Namun, dugaan saya salah. Tidak selamanya pelamar kerja begitu. Salah satunya kandidat yang satu ini.
Saya ingat betul kejadiannya pada tahun 2018. Kala itu, saya undang seorang kandidat untuk tanda tangan kontrak esok hari untuk posisi yang ia apply via telepon, dengan santainya menjawab, “Mas, maaf, besok saya udah pesan tiket nonton sama temen-temen saya.”
Oke. Saya coba tawarkan untuk reschedule esok lusa. Lalu ia menjawab, “Besok saya juga ada janji hang-out bareng temen yang sama, Mas.”
Betul-betul alasan yang sangat, sangat, sangat luar biasa bikin saya mangkel sampai setengah kayang. Meski kemudian setelah berpikir cukup jernih saya tersadar… ya terserah juga sih mau datang apa nggak.
Dalam momen itu, saya pun mencoba intropeksi diri dan berkontemplasi sejenak. Duh, siapa sih saya ini? Kok bisa-bisanya saya ini dengan entengnya mau melarang seseorang untuk hang out sama temen-temennya? Itu kan haknya? Hak temen-temennya? Hiks.
Di saat itu saya baru sadar, mungkin kerjaan di kantor saya memang bukan passion si kandidat, dan kerjaan yang ia cari selama ini emang jadi tukang hang out profesional bareng temen-temennya.
Btw, semoga sukses buat hang out-nya ya, Mb.
BACA JUGA Contoh Pertanyaan Interview Kerja yang Sering Muncul dan Tips Menjawabnya atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.