5 Alasan Kenapa Universitas Brawijaya alias UB Adalah Kampus Terbaek

MOJOK.COSebagai alumni saya sarankan, bagi kamu yang bingung melanjutkan kuliah di mana, datanglah ke UB, Malang. Kenapa? Ini 5 alasannya.

Melanjutkan kuliah di Universitas Brawijaya (UB) bagi sebagian orang, adalah mimpi yang sempurna. Sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia, UB, biasa disingkat demikian, sering kali menjadi tujuan calon mahasiswa. Mulai dari Medan hingga Ternate.

Tak heran, jika berhasil masuk di sana, kita bisa belajar budaya di seluruh Indonesia. Istilahnya, UB adalah miniatur Indonesia.

Maka dari itu, betapa bahagianya calon mahasiswa bisa tiba di gedung veteran, masuk ke gedung Widyaloka atau Samanta Krida, lantas memakai jas almamater berwarna biru. Kemudian swafoto, sembari berkata, “Join UB, Be The Best.”

Berani memajang kata “best” berarti memang terbuaaaik.

Apakah benar begitu? Mari kita cek satu-satu.

Jumlah mahasiswa terbanyak di Indonesia

Kamu perlu tahu fakta yang berikut ini. Menurut situs malangtimes.com, jumlah pendaftar di Universitas Brawijaya mencapai 30 ribu lebih. Selisih tipis dengan Universitas Diponegoro yang cuman 29 ribu. Meskipun begitu, jumlah mahasiswa yang diterima UB sebanyak empat ribu. Dan itu menjadikan UB jadi kampus yang menerima mahasiswa paling banyak se-Indonesia.

Di tempat lain, jangankan menyentuh angka tiga, yang bisa mendekati UB hanyalah Universitas Pendidikan Indonesia. Itu pun jauh jaraknya. Universitas yang ada di Bandung itu hanya mampu menerima 2.692 mahasiswa.

Pertanyaannya, mengapa Universitas Brawijaya berani melakukan demikian?

Sebab, kampus ini mengimplementasikan pasal 31 ayat 2 yang isinya adalah warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Artinya, sekalipun secara ranking universitas belum selevel kayak UGM atau UI, tapi itu artinya UB lebih memetingkan pemerataan pendidikan dengan menampung SPP mahasiswa sebanyak-banyaknya.

Oleh karena itu, sebagai alumni saya sarankan, bagi siswa-siswi yang selama ini bingung melanjutkan pendidikan di mana, datanglah ke Universitas Brawijaya. Niscaya peluang diterimanya cukup gede. Apalagi jalur penerimaan mahasiswa lebih dari tujuh. Artinya bakal kebangetan juga kalo UB sampai menolak kamu.

Jika sampai ditolak, hanya dua perkara: nilai ujianmu kurang memenuhi atau nominal yang kamu masukkan untuk sumbangan ke ranah pendidikan yang nanti dikelola kampus kurang proposional. Itu.

Langganan Juara PIMNAS

Siapa yang tidak tertarik ketika brosur kampus yang kamu baca adalah langganan juara? Apalagi PIMNAS.

Di tataran universitas, kejuaraan tersebut sangat bergengsi nilainya. Tak heran dosen-dosen tentu saja menurunkan mahasiswa-mahasiswi terbaik. Yang teruji dan mumpuni.

Universitas Brawijaya telah enam kali juara PIMNAS. Yang keren, pernah mencetak tiga kali juara beruntun yaitu 2015-2017.

Kok bisa? Hayaaa bisa, dong.

Rahasianya adalah jumlah mahasiswa yang buanyak. Artinya SDM-nya bejibun. Udah gitu, nggak cuma banyak, penyaringan mahasiswanya juga benar-benar ketat. Yang masuk UB saja pasti orang-orang terpilih, apalagi yang ikut sebagai anggota PIMNAS. Jelas-jelas yang terpuilih.

Kalo dalam dua tahun belakangan UB takluk dari UGM, ya nggak apa-apa. Wajar. Masak raja menang terus. Sesekali boleh lah patihnya yang menang. Ya nggak?

Alumni yang keren-keren

Lulusan UB terbilang moncer. Mulai dari pegawai bank, PNS, hingga pejabat tingkat daerah. Dan yang paling banyak menjadi pengusaha.

Ini sesuai dengan sebutan UB sebagai enterpreneurship university. Menciptakan pengusaha sebanyak-banyaknya. Makanya, kalo ada praktik bikin proposal buat usaha, mahasiswa UB jagonya.

Kalo banyak orang bilang,“Kok nggak ada ya alumni UB jadi pejabat yang disorot media?”

Dih. Mereka pasti lupa. Ada yang menjadi Gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat. Orang nomor satu di ibu kota walau statusnya cuma magang. Apa ndak keren itu? Magang aja jadi jembatan era Pak Ahok sama Pak Anies.

Ada satu lagi yang keren. Beliau mampu mengangkat prestasi timnas sepak bola. Saat itu, timnas kita meraih perak di SEA Games Myanmar dan kampiun di AFF U-19. Selain itu beliau bahkan pernah berada di dua sisi pemerintahan. Oposisi pernah, lingkar kekuasaan pernah.

Siapa dia?

Yaktul, La Nyalla Mattalitti.

Sekitar 30% mahasiswanya dari ibu kota

Mengapa saya anggap keren? Karena kamu, kamu, kamu semua tak perlu canggung untuk mengatakan “loe” atau “gue” di UB. Atau juga terbiasa mendengarkan kata “aku” terhadap dosen.

Jelas, berkata loe-gue, entah kenapa, secara otomatis menaikkan derajat intelektuil kamu. Kamu dianggap anak gahol, ketje, mempehsona.

Mau ngomong koen? Awakmu? Boso walikan? Walah, malah dijauhi.

Coba deh cek ke beberapa kantin UB. Perbandingannya beda-beda tipis. Padahal, seharusnya kan UB itu lebih akrab dengan kata-kata koen, awakmu, yaopo, dan sebagainya. Termasuk pisuhan-nya yang cenderung Jaksel abis ketimbang jancuk-friendly.

UB beda dengan kampus Malang lainnya

Sebenarnya ini alasan yang nggak mau saya ungkap, tapi saya pikir ini cukup krusial. Soalnya, kedua teman saya pernah mencoba nulis tentang sebuah kampus di Malang di Terminal Mojok, eh malah mendapat teguran dari pihak nggak-tahu-siapa-itu.

Satu tulisan teman saya udah diturunkan karena dianggap nyerang instansi, dan satu lagi masih bertengger manis dengan perasaan ketar-ketir karena dianggap mencoreng nama baik kampus.

“Lulusan dari kota mana, Mas?”

“Malang, Pak.”

“Oh, yang kampus ada aroma Orba-nya itu ya?”

“Bukan, bukan yang itu, Pak, saya lulusan UB, Pak.”

“Oh, saya kira kampus Malang yang ‘itu’, Mas.”

BACA JUGA Alasan UM Dikenal Sebagai Universitas Mahasantuy atau tulisan Moddie Alvianto Wicaksono lainnya.

Exit mobile version