10 Tanda Kamu Harus Segera Meninggalkan Purwokerto Detik Ini Juga Sebelum Stres

10 Tanda Kamu Harus Segera Meninggalkan Purwokerto MOJOK.CO

Ilustrasi 10 Tanda Kamu Harus Segera Meninggalkan Purwokerto. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CODulu, Purwokerto adalah daerah eksotis, tempat tinggal terbaik pula. Namun, kini, ia sudah berubah menjadi lebih menyebalkan dan bikin nggak betah.

Salah satu kota yang sering menjadi bahan perdebatan di Mojok dan Terminal Mojok adalah Purwokerto. Kota Satria ini juga dinobatkan sebagai wilayah yang layak sebagai tempat pensiun. Tapi, tahukah Anda jika Purwokerto saat ini juga sudah tidak ramah lagi? 

Ya, Purwokerto tak lagi sama. Ia sudah kehilangan banyak hal yang dulu membuatnya menjadi tempat tinggal ideal. Oleh sebab itu, jika boleh menyarankan, jika kamu merasakan 10 tanda ini, segera susun rencana untuk menepi dan pindah ke daerah lain saja!

#1 Buat kamu yang nggak kuat bayar UKT yang kian mahal

Omong kosong UKT tidak jadi naik. Kenaikan UKT sudah lama terjadi. Geger geden kemarin hanyalah bom waktu yang terlambat meletus saja. 

Saya, sebagai mahasiswa di salah satu universitas negeri di Purwokerto, sering mendapat keluhan dari adik kelas yang menjadi korban tingginya UKT. Percayalah, banyak mahasiswa yang bertahan dengan uang seadanya. 

Mereka bertahan lantaran satu alasan, yaitu orang tua. Setelah masa studi rampung, banyak dari mahasiswa luar Purwokerto yang memilih untuk hengkang dari kota yang terkenal sebagai penghasil mendoan itu. Jadi, apakah kamu sudah menjadi korban dari uang kuliah tinggi tersebut? Eh, uang kuliah tunggal maksud saya. Jika iya, boyong bae, Sedulur!

#2 Buat kamu yang muak dengan harga rames yang kian naik

Katanya, makanan di Purwokerto enak dan murah. Itu dulu. DULU SEKALI. Kini, kondisi sudah berbeda. 

Saat masih menjadi mahasiswa, dengan bermodalkan uang goceng, saya bisa membeli rames dan sebuah mendoan. Berbeda dengan sekarang, perlu uang ceban untuk membungkus sebuah rames plus mendoan. Kenaikannya sudah 100%! Sudah seperti harga UKT saja, kan?

#3 Buat yang merasa Purwokerto sudah tidak lagi melambat

Kini, Purwokerto sudah berbenah. Bangunan megah layaknya gerai Alfamart dan Indomart yang selalu berjejer. Pembangunan digenjot bagaikan sepeda balap. 

Ciri khas hidup melambat di kabupaten ini semakin tergerus. Semua sudah mulai serba cepat. Perubahan di berbagai lini kehidupan membuat warganya tidak bisa lagi bernafas dengan tenang. Kalau kalian merasakan hal tersebut, akhiri kos-kosan bulan ini. Cari loker di kota lain saja!

#4 Buat yang suka basa-basi

Basa-basi hanyalah tali yang dililitkan secara perlahan. Lama-lama juga akan membuat lawan bicara terjerat juga. 

Mayoritas masyarakat Purwokerto adalah penutur ngapak. Mereka adalah orang yang blakasuta alias apa adanya. Jika berbicara, mereka (orang ngapak) tidak suka basa-basi terlalu panjang seperti orang Jogja dan Solo. Kalau nggak suka, ya langsung saja bilang nggak suka. 

Ucapan kami seperti pedang yang langsung menghunus ke jantung hati. Titis dan tepat sasaran. Kalau kalian suka basa-basi, jangan tinggal di sini. Pindah saja ke negeri klitih yang katanya istimewa itu wae, Lur!

Baca halaman selanjutnya: Purwokerto hari ini memang bukan untuk semua orang.

#5 Untuk yang muak dengan pendatang Jabodetabek

Selain warga lokal, kebanyakan mahasiswa di Purwokerto adalah warga Jabodetabek. Mereka (warga Jabodetabek) memilih untuk migrasi ke ibu kota Banyumas ini sebagai tujuan studi lantaran “dianggap” sebagai kota yang memiliki biaya hidup terjangkau. 

Hampir di semua kelas dan di semua jurusan kampus Purwokerto ada warga Jabodetabek-nya. Beberapa perkampungan juga sudah didominasi oleh mereka. Ini membuat warga lokal mulai tidak betah. 

Bayangkan saja, baru keluar berapa meter dari kos sudah ada logat “elu gue”. Sebenarnya, ini Purwokerto apa Jakarta, sih? Jika kuping ngapak kalian sumpek dengan bunyi-bunyi tersebut, mungkin, sudah saatnya kalian pindah.

#6 Buat yang ingin punya rumah murah di Purwokerto

Kabupaten ini mulai menjadi lirikan para investor. Rumah murah di Purwokerto sudah menjelma bintang di langit. Kenapa? Semakin sulit digapai. Kalau mau rumah terjangkau, cari saja di kabupaten lain di sekitarnya. Soalnya, Purwokerto kian gencar menjadi daerah jajahan para investor properti untuk menanam modal. 

Jika boleh, untuk menggambarkan harga rumah dan tanah di Purwokerto, saya mau menyadur ungkapan Buzz Lightyear: “Menuju tak terbatas dan (tidak pernah bisa) melampauinya!”

#7 Buat kalian yang mengira Purwokerto sebagai kota yang sejuk

Purwokerto bukan Baturraden. Jaraknya jauh. Jika kalian mengira Baturraden bagian dari Purwokerto, itu pertanda kalian harus segera memeriksakan mata ke optik terdekat. 

Dua wilayah ini memiliki jarak yang jauh dan Purwokerto nggak sejuk-sejuk amat. Coba saja kalian datang ke Jalan Bung Karno di siang hari. Di sana, kalian bisa memasak telur dadar tanpa wajan dan penggorengan. Lah wong kalau siang panas banget! Apalagi nggak ada pohon rindang yang ditanam di area tersebut.

#8 Buat yang benci cewek berlogat ngapak

Entah mitos atau bukan, banyak yang bilang jika wanita secantik apapun akan pudar jika berbahasa ngapak. Itulah yang dituturkan mayoritas kawan saya dari wilayah non- ngapak. 

Ya mau bagaimana lagi, ngapak sudah menjadi identitas yang melekat bagi kami. Kalau karena masalah logat saja, maka benar kata Osho jika cinta kalian masih berada di dimensi kebinatangan. Kalau kalian merasa cewek dengan logat ngapak itu bikin ilfeel, maka segeralah pergi!

#9 Untuk Anda yang mau mengadu nasib

Purwokerto bukan orang tua yang bisa memberikan petuah bijak. Bukan juga bank yang bisa memberikan dana pinjaman. Mengadu nasib ke kota ini sama halnya kalian merencanakan bisnis puluhan miliar dengan kawan kalian yang hanya memiliki saldo 50.000 ribu di rekeningnya. 

UMR kota ini hanyalah hamparan pasir di padang samudra. Kecil banget! Uang tabungan yang tak kunjung terkumpul bisa menjadi alasan logis kalian untuk berkemas dan minggat.

#10 Bagi kalian yang merasa tersesat dan ditipu

Setelah tinggal di Purwokerto selama beberapa tahun, banyak teman saya yang merasa ditipu. Ternyata, Kota Satria tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. 

Realita mematahkan semua angan indah mengenai ibu kota Banyumas tersebut. Malah, mereka (baca: para perantau) merasa tersesat dan ingin segera pulang ke daerah asalnya. Ini adalah pilihan yang tepat. Saya acungkan 2 jempol!

Bagaimana, ada yang sudah merasa terusik dan tercubit hatinya? Masih tetap mau tinggal di Purwokerto? Atau, sudah pesan tiket buat kembali ke kampung halaman? Tentukan pilihanmu. Sekarang juga!

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Purwokerto Itu Bukan Kota dan Bukan pula Kecamatan, tapi Sebuah Daerah yang Terbuat dari Tumpukan Salah Paham dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version