MOJOK.CO – Banyak yang bilang ingin tetap salat berjamaah, jangan sampai kosongkan masjid, takut lah hanya kepada Allah bukan kepada corona. Ealah.
Beberapa waktu lalu sempat viral sebuah video tentang muazin di Kuwait yang menangis karena mengganti ucapan, “mari mengerjakan salat,” dengan, “salat lah di tempat kalian masing-masing.”
Hal itu dilakukan seluruh muazin di negara Kuwait menyusul edaran resmi dari Kementerian Urusan Keislaman dan Wakaf untuk menghentikan seluruh aktivitas masjid. Baik salat jamaah maupun salat jumat. Dalam surat edaran juga disebutkan bahwa masjid hanya dibuka sekadar untuk mengumandangkan azan. Titik.
Sebelumnya, Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi juga mengeluarkan fatwa bahwa barang siapa yang khawatir terkena atau menyebabkan orang lain terkena virus corona maka boleh baginya untuk tidak salat jumat dan salat jamaah di masjid.
Setelahnya, baru mulai bermunculan sikap keagamaan serupa yang dirilis oleh Lembaga-lembaga besar di belahan dunia. Sebut saja Al Azhar melalui Dewan Senior Ulama mereka, lalu ada juga Darul Ifta alias MUI Jordan serta Suriah juga mengeluarkan rilis yang sama.
Untuk Indonesia sendiri fatwa senada juga dirilis resmi oleh MUI dan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Untuk Nahdlatul Ulama (NU) sendiri sampai tulisan ini dibuat, saya belum jumpai imbauan seperti ini. Walau yang saya baca dari temlen beberapa teman saya yang NU, kabarnya akan dilaksanakan bahtsul masail terkait corona ini.
Atau kalau rujukannya Syiah. Sudah jauh-jauh sebelumnya, mereka melarang salat jumat di lakukan di wilayah Republik Islam Iran semenjak negara tersebut mengalami lonjakan tinggi kasus positif corona.
Hal yang sama juga berlaku di Fakultas Syariah di kampus saya, Universitas Islam Madinah, yang telah mengeluarkan seruan untuk tidak berjabat tangan sementara. Mengenai salam ini, Guru Besar Ilmu Fikih Kampus kami yang juga pengajar di Masjid Nabawi, Prof. Sulaiman Ar Ruhaili juga telah menuliskannya.
Beliau bilang asalnya secara syariat salam adalah dengan lisan. Adapun berjabatan tangan maka ini adalah tambahan kebaikan. Dan merupakan kebaikan pada hari ini adalah tidak berjabat tangan untuk sementara waktu. Karena mencegah keburukan lebih didahulukan daripada mendatangkan kemanfaatan.
Untuk di Kerajaan Saudi Arabia sendiri, Kementerian Urusan Keislaman telah mengintruksikan untuk menutup semua kegiatan pengajian baik di lingkungan kampus, masjid, bahkan halaqoh atau tempat-tempat menghafal Al-Quran. Semuanya ditiadakan sampai pengumuman selanjutnya.
Nah, semua lembaga yang disebut tadi tentu saja anggota-anggotanya bukan level kacang-kacangan dalam pengetahuan soal agama. Kalau di semesta-nya Naruto orang-orang tersebut levelnya sudah Hokage, atau dalam manga One Piece para ulama tersebut sudah menduduki level Yonkou.
Uniknya beberapa rilis fatwa ini justru dianggap angin lalu oleh beberapa umat muslim di negeri asal saya (baca: Indonesia). Banyak komentar justru bilang ingin tetap salat berjamaah, jangan sampai kosongkan masjid, takut lah hanya kepada Allah bukan kepada corona.
Bahkan sampai ada pernyataan kalau nanti mati pun, bakalan mati syahid karena mati dalam beribadah kepada Allah dan lain-lain. Pernyataan model begini bahkan tak cuma dari rakyat biasa, tapi juga dari pejabat negara.
Padahal ya, dulu banget, pada zaman Nabi Muhammad, ada sahabat Nabi yang bernama Jabir bin Abdullah. Suatu ketika beliau pergi bersama beberapa orang ke suatu tempat.
Di tengah perjalanan ada salah satu di antaranya yang tertimpa batu sehingga menyebabkan kepalanya bocor dan darah pun keluar. Setelahnya orang tersebut ternyata mimpi basah. Lalu orang tadi menanyakan ke rombongan, apakah ada keringanan baginya untuk tayamum (atau tidak mandi)? Lalu rombongan yang ditanya menjawab, “Tidak ada, kamu harus mandi.”
Akhirnya dia pun mandi (membasuh seluruh badannya) dan karena itu pula dia meninggal dunia. Jabir bin Abdullah kemudian bercerita, “Setelah kami sampai Madinah, kami pun menyebutkan ihwal laki-laki itu kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Mendengar cerita itu Rasulullah berkata, “Mereka telah membunuh orang itu, semoga Allah membinasakan mereka, kenapa mereka tidak bertanya jika mereka tidak mengetahuinya? Ketahuilah bahwa obatnya kebodohan adalah bertanya.”
Kemudian Rasulullah menerangkan bahwa cukup bagi laki-laki itu untuk bertayamum kemudian menambal lukanya lalu mengusapnya dan dilanjutkan membasuh seluruh anggota badan selain bagian yang luka tadi. Oh iya, kisah ini dibawakan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya.
Imam Khotobi dalam kitab Maalimus Sunan berkata, “Dalam hadis ini Nabi Muhammad mencela bagi siapa saja yang berfatwa tanpa ilmu bahkan mendoakan kebinasaan bagi mereka dan menempatkan mereka ke dalam kejelekkan karena secara tidak langsung membunuh laki-laki tersebut.”
Ada kemiripan antara orang-orang yang disebut dalam hadis dengan netijen yang entah semangat keagamaan yang tinggi atau level kebodohan kenekatan yang sudah menembus langit.
Dengan akal yang sempit tidak memahami perihal fatwa yang membolehkan meninggalkan salat jumat dan jamaah adalah rukhsoh atau keringanan dalam situasi pandemi corona ini.
Sebagian ulama bilang bahwa hadis, “tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain,” merupakan hadis yang mengandung pokok-pokok agama. Dan dari hadis ini maka diturunkan kaidah mencegah keburukan lebih didahulukan daripada mengerjakan kebaikan.
Mereka dengan ilmunya yang mungkin seluas galaksi itu juga bilang bahwa sikap tersebut menafikan sikap tawakal, karena hidup mati di tangan Allah Ta’ala. Kalau takdirnya mati ya mati, nggak yaa nggak mati.
Padahal Nabi Muhammad orang yang paling bertakwa di dunia ini dan paling tinggi keyakinannya akan Allah saja kalau mau berperang tetap memakai pedang, menutup badannya dengan baju zirah serta pelindung kepala.
Udah begitu, Nabi Muhammad juga perlu bela-belain harus menyusun strategi perang bersama para sahabatnya. Beliau tidak ujug-ujug datang ke medan laga hanya bermodal tangan kosong dan mengadahkan tangan lalu berdoa supaya Allah binasakan musuh-musuhnya.
Apa orang-orang ini lupa, kalau tawakal ya tawakal, tapi kan tawakal itu adalah konsep berserah diri setelah sebelumnya melaksanakan ikhtiar yang maksimal. Ketika belum ngapa-ngapain kok udah pasrah aja, itu namanya bukan tawakal, itu males.
Lagian, Nabi pernah ditanya oleh seseorang, “Wahai Nabi, aku ikat untaku kemudian aku tawakal atau aku lepaskan saja lalu aku bertawakal.” Lalu Nabi Muhammad menjawab, “Ikat lah untamu kemudian bertawakal.”
Suatu waktu Umar Sang Khalifah hendak ke Negeri Syam bersama sahabatnya. Di tengah perjalanan rombongan itu berhenti. Lalu kemudian tersebar kabar bahwa Syam tengah dilanda wabah thoun. Setelah berdiskusi dengan yang lain, akhirnya Umar memutuskan untuk membawa rombongan kembali ke Madinah.
Salah seorang menanyakan kembali keputusan Umar itu. Persis kayak tipikal model orang-orang muslim “taat” di Indonesia.
“Apakah Anda hendak lari dari takdir Allah?”
Umar kemudian menjawab, “Kita lari dari takdir Allah yang satu menuju ke takdir-Nya yang lain.”
Dalam risalahnya yang berjudul Makaid Syaithon atau “Ragam Tipu Daya Setan”, Imam Ibnu Abi Dunya menuliskan kisah Nabi Isa dengan Iblis. Pada suatu ketika Nabi Isa telah beribadah di atas sebuah bukit. Kemudian Iblis datang, lalu berkata kepada Nabi Isa.
“Oh, ente yang bilang bahwa semua hal itu sesuai kehendak Tuhan?”
Nabi Isa pun mengiyakan.
Lalu Iblis berkata lagi, “Kalau gitu coba ente lompat dari bukit ini terus bilang itu merupakan kehendak Tuhan.”
Nabi Isa kemudian menjawab, “Wahai makhluk yang dilaknat, sesungguhnya Allah yang menguji hamba-Nya, bukan tugas hamba menguji Tuhan mereka.”
Jadi gimana nih muslim di Indonesia? Mau memainkan peran sebagai penguji atau yang diuji?
BACA JUGA Mengagumi Ustaz Zulkifli yang Percaya Corona itu Bikinan Illuminati atau tulisan Dinar Zul Akbar lainnya.