Bapak Danramil Cisewu yang baik,
tentu ini bukan pembukaan jawaban #CurhatMojok karena saya tidak punya wewenang untuk itu. Ini hanyalah surat dari seorang warga di Jawa Tengah yang ingin agar Bapak menimbang ulang kebijaksanaan Bapak terkait seekor macan yang belakangan ini membuat ria hati saya.
Bapak tentu tahu, bagi warga kecil seperti saya, Internet adalah salah satu sumber pelarian untuk mencari kebahagiaan. Meskipun Internet juga menjadi pengantar kabar-kabar yang membuat saya stres, entah itu soal e-KTP, kangen-kangenan dengan Orba yang tidak masuk akal, juga soal pilkada, pilkada, dan pilkada, tetapi dengan sedikit modifikasi, Internet bisa menampilkan diri dalam versi humorisnya. Dan salah satu sumber kebahagiaan terbesar di Internet tak lain dan tak bukan adalah meme.
Ya Tuhan, begitu rasanya setiap kali mengingat empat kata m-e-m-e itu, Pak, rasanya saya selalu ingin mengingat Tuhan. Betapa terpujinya produk budaya satu ini, betapa saya mencintai bangsa Indonesia atas kreativitas membuat meme. Ya, termasuk meme yang membuat Bapak merasa tidak nyaman itu.
Tanpa harus menjadi seniman meme, penikmat seperti saya saja tahu, foto macan di depan markas Koramil yang Bapak pimpin itu memang materi yang sangat bagus. Di foto itu, tampak macan yang menjadi lambang kebanggaan markas Bapak tersenyum: lebar, lucu, dan menggemaskan.
Pertama melihat berita tentang “macan Cisewu” itu, saya sempat menganggap ini iklan TNI AD untuk sejenak menyejukkan dan menentramkan kejiwaan masyarakat. Akhirnya, TNI punya jalan cerdas juga untuk merangkul masyarakat lewat jalur humor begini. Kalau ada yang menyebut si macan adalah pengalihan isu, saya sendiri merasa tidak demikian. Lihatlah wajah macan itu, polos sekali.
Ternyata dugaan saya salah. Setelah foto macan yang sungguh uasu itu viral di media sosial, Bapak malah merasa tersinggung. Mencak-mencak. Marah. Dan akhirnya melengserkan patung macan tak berdosa tersebut dari singgasananya. Patung macan yang secara tiba-tiba hadir dan baru sebentar membuat masyarakat Indonesia tersenyum dan tertawa itu kini sudah pergi. Dan Bapaklah yang dengan tega melakukannya. Mengapa begitu tega, Pak?
Kepada media, Bapak bilang bahwa macan itu dibongkar karena kurang gagah. Itu macan sudah di sana sejak enam tahun lalu lho, Pak. Lha kok baru tahu gagah tidaknya itu patung setelah viral akhir-akhir ini?
Sebenarnya macan unyu yang guapleki tersebut bisa dijadikan kampanye instansi bahwa TNI itu juga memiliki sisi humoris. Tak melulu selalu diidentikkan dengan tatapan tajam melolot hendak nguntal lawan, kaku, selalu mopor senjata ke masyarakat, dan lain sebagainya. Dengan dirobohkannya patung macan tak berdosa itu seolah menegaskan bahwa TNI memang tidak punya sense humor dan agak berlebihan menjaga citra. Dan seperti biasa, citra yang memupuskan harapan orang kecil yang justru selalu dijaga.
Bapak harusnya belajar dari cara Bu Susi menteri kita itu menyikapi meme dan humor, yang membuatnya justru menaklukkan Internet. Bu Susi, bersamaan dengan macan di markas Bapak, juga menjadi subjek viral ketika fotonya sedang mengayuh sampan muncul di Internet. Dan seperti yang bisa diduga, meme-meme atas foto itu berlahiran dengan deras. Dari meme beliau yang mengayuh dengan latar Ultraman tengah bertarung dengan monster hingga meme beliau sedang mengayuh bersama macan milik markas Bapak tadi yang sesungguhnya merupakan pelesetan poster film Life of Pi.
Dengan sangat santai, Bu Susi me-retweet meme-meme yang di-mention-kan ke akun Twitter-nya itu. Bila orang menertawakan dirinya, ia ikut tertawa bersama orang-orang itu, seperti pada kasus meme “tenggelamkan” dahulu. Dan itu membuat orang-orang tersebut semakin respek kepada Ibu Menteri. Bahkan, karena melihat foto Bu Susi yang tampak gagah melawan ombak dan dengan selownya duduk ngopi sambil merokok di laut, salah satu akun berkata begini,
“Ah, Bu @susipudjiastuti selalu tau,Caffeine & Nicotine adalah 2 dari sekian banyak Nikmat kehidupan.”
Sebenarnya yang agak kurang ajar dan justru lucu adalah jawaban Bu Susi, “tapi bu menkes nanti marah sama saya.. dua2 itu tidak sehat walaupun hmmm.”
Saya langsung terkesima dan bersujud di hadapan kata “hmmm” itu, Pak. Inilah citra yang kami rindukan, tegas tapi selow; bekerja dengan baik sekaligus tidak sepaneng. Inilah citra yang harusnya ditiru, termasuk oleh instansi Bapak alih-alih citra yang tanpa segan merepresi rakyat itu.
Bapak juga bilang bahwa patung macan itu dibongkar karena seniman yang membuatnya kurang canggih. Sungguh ini melukai hati para seniman patung, Pak. Mana ada seniman yang mau cari mati menerima proyek TNI dengan dikerjakan secara asal-asalan. Kecuali kalau yang mesan sejak awal memang sudah asal-asalan. Boleh jadi sih, Pak.
Menjadi seniman itu tidak gampang seperti yang kita lihat, ini hal yang masyarakat sering abaikan. Dalam menghasilkan sebuah karya yang ciamik, seniman juga butuh keseimbangan antara logika dan logistik. Kalau seniman dituntut dengan ekspektasi tinggi tetapi imbalan yang diterima tidak sepadan, ya emoh, Pak. Mintanya patung macan yang gagah, keker, sangar, tapi bayarnya hanya sepadan untuk patung kambing, misalnya.
Terlepas dari kreativitas si seniman, yang jelas sebagai fakta ialah macan itu berhasil menghibur masyarakat. Jangan lupa, Pak, terkadang semua beban kehidupan di negeri yang makin tak masuk akal ini bisa jadi tidak berarti saat berada di hadapan tawa.
Pak Danramil yang baik hati, pembongkaran ini sungguh disayangkan memang, tetapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, bahkan tukang buburnya sudah naik haji. Macan sudah tinggal kenangan.
Untuk macan, entah siapa pun namamu, semoga engkau tenang di alam sana, meskipun hanya sebentar memberikan kebahagiaan kepada masyarakat Indonesia. Sampaikan salamku kepada malaikat pencabut nyawa, cabut saja itu para binatang di DPR RI.
Hormat saya,
Yatmo, pencinta hewan lucu yang tidak mendapat kasih sayang